Author: EM

Home / Articles posted by EM
ALLAH  ITU  SETIA

ALLAH ITU SETIA

Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia (1 Korintus 1:9)

 

PENDAHULUAN

Banyak sekali bukti yang menunjukkan sifat kesetiaan Allah, antara lain keteraturan dalam tatanan alam semesta termasuk tubuh manusia; di mana Allah menopang dan memelihara seluruh ciptaan dengan firmanNya. Alkitab juga banyak menuliskan tentang kasih setia Allah yang dinyatakanNya kepada orang yang takut akan DIA. Pada bahan kali ini, kita mau belajar tentang sifat/karakter Allah yang setia, maksud kesetiaanNya yang dinyatakan bagi kita, serta bagaimana meresponi kasih setia Allah.

 

ISI

Kesetiaan Allah tidak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi dari luar atau hanya bersifat musiman. Kasih setia Allah tidak pernah berubah dahulu, sekarang dan selamanya. Setia adalah karakter Allah, Dia tidak dapat menyangkal DiriNya sendiri dengan berlaku tidak setia. Lalu bagaimana kita meresponi kesetiaan Allah?

Arti kata setia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah  1 berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat; 2 tetap dan teguh hati. Kesetiaan kita kepada Allah berarti memilih untuk percaya dan taat kepada Dia di antara pilihan lain yang kita lebih suka atau yang lebih baik menurut kita. Kita tetap berpegang teguh kepada firman meski dalam keadaan yang kurang baik, dalam keadaan nyaman/sedang tidak ada masalah, atau keadaan yang sepertinya belum jelas/dimengerti.

Manusia gampang sekali berubah setia kepada Tuhan. Di mata Tuhan, kesetiaan manusia mudah hilang seperti kabut pagi dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar (Hosea 6:4). Mungkin banyak orang menyebut dirinya baik hati, tetapi orang setia tidak banyak ditemukan.

Untuk dibentuk menjadi orang yang setia, Tuhan akan menguji kita melalui 4 macam perkara:

  1. Melalui tantangan, masalah dan penderitaan.

Apakah kita tetap setia bertekun mencari kehendak Allah atau berusaha dengan kekuatan/pengertian sendiri. Apakah kita tetap bisa bersyukur dan bersukacita dalam segala keadaan, atau malah jadi lemah, bersungut-sungut, mengasihani diri sendiri dan kecewa dengan Allah.

  1. Melalui keadaan sedang baik-baik saja, diberkati, ada dalam kenyamanan, diberi promosi, dipakai Tuhan secara luar biasa, memiliki karunia yang hebat.

Apakah kita semakin takut akan Tuhan dan mengandalkan DIA, semakin rendah hati karena sadar kalau tidak waspada kita bisa mencuri kemuliaan Tuhan, terus menjaga hati dengan segala kewaspadaan agar motivasi hati tetap  benar dan murni; atau jadi tinggi hati/jatuh dalam kesombongan, hati melekat kepada hal yang spektakuler, menyalahgunakan berkat, mendua hati/berubah setia, jadi sibuk dan tidak menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama, kerajinan jadi kendor, mengomersilkan karunia demi keuntungan diri sendiri dan menyesatkan orang lain.

  1. Melalui perkara-perkara kecil dan dalam perkara uang/harta.

Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.  Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?  Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? (Lukas 16:10-12).

Tuhan mengajar dan mendidik kita untuk bertekun dalam kesetiaan melalui perkara kecil yang sepertinya remeh, tidak berarti, tidak ada orang yang melihat, atau hal-hal rutin dan membosankan.

  1. Dalam menjalankan talenta.

Bagaimana tanggung jawab kita dalam mengelola talenta; apakah menjalankan atau menyembunyikannya? Hamba seperti apa kita; yang setia atau yang jahat dan malas? Apakah talenta yang kita miliki (waktu, karunia, finansial, pekerjaan/usaha, pengaruh, dlsb) dijalankan dalam rencana dan kehendak Allah atau menurut keinginan/ambisi pribadi.

“Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.”  (2 Timotius 2:13)

Perlu kita camkan bahwa bukan berarti karena Allah tetap setia walaupun kita tidak setia, lantas kita bisa memandang remeh dan mempermainkan kesetiaan Allah. Ingatlah bahwa Allah tidak akan membiarkan diriNya dipermainkan. Apa yang kita tabur, itu juga yang kita tuai.

Kesetiaan Allah kepada kita bukan karena jasa, kebaikan atau kelayakan kita untuk mendapatkan kesetiaanNya. Allah setia karena Ia adalah kebenaran dan di dalam Dia tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran (Yakobus 1:17). Itu sebabnya dikatakan Allah tidak dapat menyangkal diriNya sendiri. Pengertian ini membuat hati kita bersyukur, menaruh hormat dan kagum akan anugerah Allah.

Maksud kesetiaan Allah yang telah memanggil kita dalam persekutuan dengan AnakNya, Tuhan kita Yesus Kristus, adalah agar kita hidup dalam kehendak dan rencanaNya. Kesetiaan Allah yang menopang, memampukan, melindungi dan meneguhkan kita untuk setia memelihara iman kepada Kristus Yesus sampai garis akhir.

 

PENUTUP

Kesetiaan dimulai dari iman yang murni dan hati yang melekat kepada Allah; punya roh takut akan Tuhan serta sikap hati yang mendahulukan DIA. Orientasinya adalah kehendak dan rencana Allah, bukan kehendak dan agenda pribadi. Roh Kudus akan meneguhkan kita untuk hidup dalam kehendak dan rencanaNya karena Allah itu setia.

Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. (1 Petrus 5:10)

IMAN MURNI VS IMAN TRANSAKSIONAL

IMAN MURNI VS IMAN TRANSAKSIONAL

PENDAHULUAN

Salah satu ciri orang beragama adalah adanya pola transaksional antara umat dengan ‘allah’nya. Pola transaksional artinya ada transaksi di mana umat membawa persembahan sesajian kepada allahnya demi memperoleh sesuatu.

Dalam kalangan orang Kristen, pola transaksional ini kadang kita lakukan tanpa sadar. Kita seperti ‘menyuap’ Tuhan dengan berbagai hal  agar DIA melakukan sesuatu yang kita mau. Tanpa sadar kita perlakukan Allah sama seperti allah-allah lain.

ISI

Firman Tuhan mengatakan orang benar akan hidup oleh iman, tanpa iman tidak mungkin kita berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibrani 11:6b).

Orang yang hidup oleh iman akan mengakui kedaulatan Allah sebagai tuan atas hidupnya; artinya seluruh hidupnya merupakan pengabdian kepada Allah. Iman yang murni berjalan dengan motivasi yang benar. Hatinya sungguh melekat kepada Allah, bukan melekat kepada berkat, karunia, promosi, mukjizat, hal spektakuler atau lainnya. Iman yang murni mengerti bahwa upah yang diterima dalam mengikut Allah bukan karena jasa, kesalehan atau kebaikannya tapi karena Allah membela/menepati firman-Nya, semua hanya anugerah Allah semata-mata.

Iman yang murni berorientasi kepada kehendak dan rencana Allah, bukan kepada agenda dan kehendak pribadi. Matanya tertuju kepada Kristus, yang memimpin dalam iman dan membawa imannya itu kepada kesempurnaan (Ibrani 12:2). Hatinya percaya kepada Allah dengan tulus dan tidak bersandar kepada pengertian sendiri.

Contoh iman yang murni adalah seorang anak kecil yang dengan polos memberi semua yang ada padanya yaitu 5 roti 2 ikan. Anak kecil tersebut tidak banyak pertimbangan memikirkan akibat jika semua bekalnya diserahkan. Karena kemurnian imannya, Tuhan melakukan mukjizat besar yang berdampak kepada 5000 orang lebih.

Apapun yang ada pada kita sekalipun itu tampaknya kecil tak berarti, tapi jika kita selalu bersyukur, belajar setia dalam perkara kecil dan berjalan dengan iman yang tulus, maka hal yang tampaknya tak berarti/tidak dilihat orang itu bisa dipakai Tuhan untuk menghasilkan sesuatu yang besar.

Diskusi singkat : sebutkan contoh-contoh berlaku setia dalam perkara kecil dalam kehidupan orang percaya sehari-hari.

Contoh iman transaksional misalnya : karena saya rajin beribadah, ikut Cool dan kelas-kelas pengajaran, rajin baca firman, berdoa, mengembalikan persepuluhan, memberikan persembahan, melayani, berkorban dan lain sebagainya, maka Tuhan pantas memberi balasan sesuai jasa dan perbuatan saya. Kalau tidak, saya jadi malas berdoa, baca firman, malas melayani, merasa rugi memberikan persembahan, malas ikut Cool  dan sebagainya.

Jangan mengikut Tuhan dengan cara komersil, menghitung untung/rugi seperti hikmat dunia supaya kita tidak tersesat. Alkitab mengatakan bahwa hikmat dunia adalah kebodohan bagi Allah.

Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil (1 Korintus 1:21).

Orang yang berjalan dengan iman transaksional bisa tersesat karena kesombongan rohani; merasa berhak atas upah dari Tuhan atas jasa, kebaikan/kesalehannya dan memandang rendah orang lain. Iman transaksional juga bisa membawa seseorang kecewa dengan Tuhan jika yang dialami/terjadi tidak sesuai pikiran dan kehendaknya.

Contoh lain iman transaksional adalah Yudas. Ia tersesat karena cinta uang, mata hati yang gelap membuat dia menukar Yesus dengan 30 keping uang perak. Yudas rela menukar/menjual kebenaran demi memuaskan hawa nafsunya. Kalau seorang percaya masih bisa menjual keselamatan demi dunia, berarti dia belum benar-benar selamat.

PENUTUP

Tuhan mau membawa orang percaya kembali kepada iman yang murni, yang berkerja dalam kasih yang semula. Ingatlah bahwa kita telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar, hidup kita bukan milik kita lagi tapi milik Yesus. Tuhan Yesus telah membeli kita dengan harga tertinggi yaitu dengan nyawaNya, sehingga kita pantas mengabdikan seluruh hidup kita kepadaNya tanpa syarat, dengan iman yang murni.

Iman yang murni harus disertai perbuatan karena iman tanpa perbuatan/ketaatan adalah mati. Ketaatan merupakan respon kasih akan kemurahan Tuhan yang telah menyelamatkan kita dari kehancuran dan kebinasaan.

Iman yang murni meluruskan jalan kita untuk setia sampai kepada garis akhir.

JANGAN SESAT (bagian 2)

JANGAN SESAT (bagian 2)

Yesus telah mengingatkan bahwa penyesatan memang harus ada, tetapi sebagai orang percaya jangan kita menjadi bagian dari pada penyesatan tersebut. Pengenalan yang benar akan Allah melalui proses didikan mencegah kita untuk tersesat dan menyesatkan orang lain yang mau datang kepada Yesus.

Sambungan minggu ini :

Ada beberapa penyebab yang bisa membuat kita tersesat dan berpotensi menyesatkan orang lain:

  1. Tidak tinggal dalam kasih mula-mula.

 Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi ,  sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.  Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:7-8)

Kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Kehilangan kasih membuat seseorang tidak bisa mendengar suara/teguran Roh Kudus akibatnya ia tersesat dalam pikiran, perasaan dan cara pandangnya sendiri.

  1. Menjauhkan diri dari kasih karunia Allah.

 Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah,  agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang (Ibrani 12:15).

Menjauhkan diri dari kasih karunia Allah dapat menimbulkan akar pahit dan kerusuhan serta bisa mencemarkan banyak orang.

Akibatnya jiwanya dalam keadaan gelap, tidak bisa berpikir jernih, timbul kekuatiran, ketakutan, mengambil keputusan yang keliru, tidak ada damai sejahtera, kecewa, menyalahkan Tuhan, orang lain dan keadaan. Banyak orang bisa turut tercemar karena perilaku dan perkataannya yang cenderung negatif, tidak mengandung iman, penuh kepahitan dan kemarahan serta mengasihani diri sendiri.

  1. Menjauhkan diri dari ibadah/pesekutuan orang percaya.

Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita,  seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati,  dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat (Ibrani 10:25).

Menjauhkan diri dari ibadah/pesekutuan orang percaya juga bisa menyebabkan seseorang tersesat. Tidak mau ditegur, menghindari proses Tuhan, menjadi tinggi hati mengikuti perasaan dan keinginan sendiri. Padahal Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang perlu komunitas (dimana kebenaran dan accountability itu di praktekkan) .

  1. Tidak menjaga hati dengan segala kewaspadaan.

 Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan (Amsal 4:23).

Hati yang tidak melekat kepada Tuhan, mencari yang spectacular dan menjadi malas dengan hal-hal rutin, membiarkan kerajinannya menjadi kendor, mulai malas melayani hal yang dianggap kecil/biasa, dan merasa lebih hebat, lebih trending, lebih maju, lebih rohani (keangkuhan rohani).

PENUTUP

Tuhan Yesus memberikan teguran keras dan hukuman bagi mereka yang menyesatkan orang lain. Kata ‘menyesatkan’ dalam terjemahan NKJV ialah ‘causes one to sin’ yaitu menyebabkan orang lain jatuh dalam dosa, apakah itu anak-anak, orang yang baru bertobat atau orang yang lemah imannya.

Selain itu Tuhan juga mengingatkan agar kita sendiri jangan tersesat/menjadi bagian dari penyesatan tersebut. Segala hal yang bisa menjerat kita untuk tersesat dan menyesatkan orang lain hendaknya dibuang karena celakalah orang yang mengadakannya, kata Tuhan Yesus. Jangan sampai yang terdahulu menjadi yang terbelakang.

JANGAN SESAT  (bagian 1)

JANGAN SESAT (bagian 1)

Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”
”Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya (Matius 18:5-7)

PENDAHULUAN

Salah satu tanda kedatangan Tuhan ke dua kali dan tanda kesudahan dunia adalah penyesatan (Matius 24:3-4). Yesus telah mengingatkan bahwa penyesatan memang harus ada, tetapi sebagai orang percaya jangan kita menjadi bagian dari pada penyesatan tersebut. Pengenalan yang benar akan Allah melalui proses didikan mencegah kita untuk tersesat dan menyesatkan orang lain yang mau datang kepada Yesus.

ISI

Kita wajib sungguh-sungguh mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar serta memelihara kasih yang mula-mula agar tidak terseret arus dunia dan keluar dari keselamatan. Iman yang murni seperti anak kecil akan tahan uji dalam guncangan, tantangan, penyesatan dan penderitaan.

Setiap hari kita berhadapan dengan pilihan. Bila tidak menjaga kemurnian iman seperti seorang anak kecil, kita bisa membuat pilihan yang keliru karena tidak ada prinsip hidup yang benar untuk mengukur/ menimbang pilihan tersebut. Pilihan yang keliru mengarahkan kita kepada kesesatan; dan bila yang tersesat itu seorang pemimpin maka ia akan menyesatkan banyak orang.

Mari kita memahami bahayanya ketamakan dan memiliki hati yang mendua.

“Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu (Matius 6:22-23)

Ketamakan bisa menggelapkan mata hati seseorang sehingga pilihan, keputusan dan perbuatannya jadi gelap (tidak berjalan dalam terang kebenaran) dan tersesatlah dia. Ketamakan adalah seperti virus yang merusak iman dan mengancam keselamatan jiwa manusia. Ketamakan membawa seseorang jatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai hawa nafsu yang mencelakakan dan membinasakan.

Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Matius 6:24)

Banyak orang Kristen rajin beribadah, terlibat dalam pelayanan, suka bicara tentang Yesus namun hatinya mendua. Ia tidak sepenuhnya percaya dan mengandalkan Tuhan. Hatinya tidak melekat kepada Allah tapi kepada berkat; tahu firman tapi tidak hidup dikuasai firman, hidup karena melihat bukan karena percaya, tidak menolak tawaran dunia/kompromi, menukar kebenaran dengan sesuatu yang memuaskan keinginannya, suka membanding-bandingkan keadaan dirinya dengan orang lain, dslb.

Orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya. Ia mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran yang menyesatkan atau trend yang sedang melanda dunia. Orang seperti ini tidak akan tahan menghadapi tantangan dan guncangan; ia mudah menyerah bahkan menyalahkan/kecewa dengan Tuhan.

Apa yang menyebabkan orang Kristen bisa tersesat dan menyesatkan orang lain ? salah satunya karena dasar kehidupan yang keliru. Hidup kita adalah sebuah bangunan (bait Allah) dan Yesus (Jalan, Kebenaran dan Hidup) sebagai :
1) Batu Penjuru yang menentukan arah bangunan miring atau tegak lurus
2) Dasar/Pondasi yang menentukan kekuatan/kestabilan bangunan tersebut.
Membangun hidup di atas dasar/pondasi yang rapuh (misalnya pikiran, cara pandang dan keinginan diri sendiri; perasaan, hikmat dunia, uang/harta milik, jabatan/pekerjaan, masa lalu, karunia, dlsb) menyebabkan bangunan hidup roboh dan sia-sialah semua yang kita lakukan. Satu-satunya dasar yang teguh dan tidak tergocangkan dalam keadaan apapun hanya Yesus Kristus dan perkataanNya.

Langit bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu (Matius 24:35).

Hal lain yang penting diperhatikan adalah bagaimana kita membangun hidup di atas dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Iman dengan kualitas seperti apa yang kita bangun : kayu, rumput kering atau jerami yang mudah terbakar dalam api ujian; atau kualitas murni seperti emas, perak dan batu permata yang akan semakin murni ketika diuji dalam api.

Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah. Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus (1 Korintus 3: 9-11).

Yesus adalah batu penjuru dan kita adalah pembangun-pembangunnya. Bila ingin bangunan rumah rohani kita bertahan sampai garis akhir, bangunlah dengan iman yang berkualitas seperti emas, perak dan batu permata. Jangan asal-asalan membangun dengan bahan murahan seperti kayu, jerami dan rumput kering yang mudah terbakar saat menghadapi guncangan, kesukaran dan aniaya. Ada harga yang harus dibayar untuk menghasilkan bangunan dengan iman yang berkualitas yaitu dengan sangkal diri dan pikul salib setiap hari.

Bersambung minggu depan…

Image source: https://biblehub.com/acts/4-11.htm

MEMILIKI IMAN SEPERTI SEORANG ANAK KECIL

MEMILIKI IMAN SEPERTI SEORANG ANAK KECIL

“Siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” merupakan pertanyaan para murid yang diajukan kepada Yesus. Pertanyaan tersebut menunjukkan adanya motivasi yang keliru dalam mengikut Yesus. Sebab itu Tuhan menegur mereka supaya bertobat dan memiliki motivasi yang benar dalam mengikut DIA yaitu menjadi seperti seorang anak kecil.

Sesuai tuntunan gembala bulan ini dalam Matius 18:3-5, kita mau belajar bagaimana mengikut Tuhan dengan memiliki iman seperti seorang anak kecil.

”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Bertobat dan diangkat menjadi anak-anak Allah.

Pintu masuk ke dalam Kerajaan sorga adalah bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi. Kelahiran kembali menjadikan kita anak-anak Allah, yang percaya kepada Kristus seperti seorang anak kecil. Maksud perkataan Yesus tentang menjadi seperti anak kecil adalah memiliki sifat seperti anak kecil yang polos, percaya yang murni, tanpa keraguan, tanpa prasangka dan curiga, tulus, jujur apa adanya, tidak berbelat-belit, tidak manipulasi, tidak overthinking, tidak memiliki niat jahat dan punya hati yang mudah diajar.

Seorang anak kecil juga tidak kuatir dan takut akan kehidupannya karena ia tahu bapaknya pasti memelihara dan menyediakan segala yang ia butuhkan. Anak kecil percaya bapaknya baik dan memberikan semua yang terbaik (the best) buat dirinya. Kalau bapak di dunia tahu memberikan yang baik bagi anak-anaknya, apalagi Bapa di sorga memberi rancangan terbaik bagi kita.

Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! (Lukas 11:11-13a).

Sifat lain dari anak kecil adalah suka berada di dekat orang tuanya dan sangat bergantung kepada mereka. Orang yang memiliki iman seperti anak kecil selalu ingin dekat kepada Bapa; hatinya melekat kepada DIA karena menyadari bahwa tanpa Tuhan dirinya lemah tak berdaya dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Orang yang memiliki sikap dan ketulusan seperti anak kecil adalah mereka yang akan memiliki Kerajaan Sorga. Menjadi seperti anak kecil bukan berarti bersifat kekanak-kanakan, manja, tidak bertanggung jawab, berperilaku impulsive (kecenderungan untuk bertindak secara cepat mengikuti keinginan hati, tetapi tanpa berpikir panjang), hanya mau comfort zone, suka mengeluh, ngambek, melempar kesalahan ke pihak lain atau self-pity.

Paulus berkata, “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.” (1 Korintus 13:11).

Iman seperti anak kecil bicara tentang kemurnian iman seseorang yang dewasa rohani, tetap percaya walau belum melihat/mengerti, berani keluar dari comfort zone, mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawabnya, rela disalah mengerti, tidak mengeluh, berani menanggung resiko dan bayar harga. Ia percaya bahwa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh apapun, IA sumber segalanya, dan tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Segala perkara dapat dia tanggung dalam Kristus yang memberinya kekuatan.

Orang yang beriman seperti seorang anak kecil akan memiliki pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus.

Merendahkan hati.

Setelah masuk menjadi warga Kerajaan sorga, sebagai anak kita harus rela dididik/dimuridkan. Untuk itu diperlukan sikap kerendahan hati dan mengakui kedaulatan Allah dalam hidup kita.

Kalau tidak dimuridkan maka tidak akan mengalami transformasi hidup. Allah menetapkan kita untuk berubah dan berbuah.
Hidup orang percaya juga diumpamakan sebagai benih yang harus ditanam. Manusia lamanya harus mati/hancur dulu, lalu berakar dalam kasih dan bertumbuh dalam segala hal ke arah Kristus yang adalah Kepala, baru bisa berbuah banyak dan matang. Tidak ada kebangkitan roh tanpa kematian kedagingan.

Tanpa pemuridan kita akan kembali kepada manusia lama. Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk dan sesat; mereka memaksa ingin balik ke Mesir untuk kembali diperbudak! Tanpa sadar banyak orang yang setelah dalam Kristus tapi tetap membiarkan dirinya diperbudak oleh hikmat dunia, kebiasaan lama, hawa nafsu, dlsb.

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. (Amsal 22:6)
Ayat ini bukan hanya berlaku bagi next generation saja, tapi juga buat kita orang dewasa yang merupakan anak-anak Allah. Pemuridan dengan iman yang murni, membawa kita semakin mengerti kehendak Allah dan berjalan dalam hikmatNya.

Walaupun mengalami tantangan, penderitaan, gesekan atau keadaan yang belum sesuai harapan, tapi janganlah lari dari proses. Tetaplah percaya (iman seperti anak kecil) dan mengucap syukur. Jangan overthinking, bersandar kepada pikiran sendiri, menaruh curiga, menjadi kecewa dan menolak Tuhan. Allah sedang mendidik kita melalui proses untuk mengusir kebodohan serta membawa kita berjalan dalam tujuan dan rencanaNya.

Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya (Amsal 22:15).

Membuka pintu buat orang lain masuk ke dalam Kerajaan Allah.

Pengenalan akan Allah melalui pemuridan akan membuat hidup dan pelayanan kita efektif dalam membuka pintu Kerajaan Allah bagi orang lain. Kalau kita tidak mengenal Yesus secara pribadi, kita bisa menyesatkan orang lain yang mau percaya kepada Yesus. Pengenalan yang benar akan Allah diperoleh dari proses yaitu mengalami Dia dan firmanNya secara pribadi.

Matius 18:6-7.
Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.

Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga? Untuk menjawab para murid yang sedang beragumen tentang posisi dan kuasa, Yesus justru menampilkan seorang anak kecil, kelompok usia yang biasanya tidak diperhitungkan, dan yang tidak memiliki ambisi akan posisi dan kuasa.
Ternyata yang terbesar dalam Kerajaan Sorga bukanlah mereka yang berkarunia hebat, yang dipakai Tuhan secara luar biasa, yang telah memenangkan banyak jiwa atau hamba Tuhan yang memiliki jemaat banyak, dlsb. Yang terbesar dalam Kerajaan Sorga adalah mereka yang mau merendahkan diri dan memiliki iman seperti seorang anak kecil. Itulah motivasi yang Tuhan kehendaki dalam kita mengikut Dia; itulah yang berkenan kepada Allah.

Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. (Ibrani 11:6)
Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. (Yakobus 4:6b)

HIDUP DALAM PERTOBATAN ITU BAIK

HIDUP DALAM PERTOBATAN ITU BAIK

Tuntunan Tuhan bulan ini mengingatkan kita untuk memiliki iman seperti seorang anak kecil dan bertobat. Matius 18:3, “lalu (Yesus) berkata: ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”

Pengajaran keliru oleh para pendukung pengajaran kasih karunia yang overdosis (Hypergrace) adalah sekali selamat tetap selamat dan tidak perlu pertobatan setiap hari.

Dengan mengajarkan pertobatan dan TAKUT AKAN TUHAN berarti kita telah menebarkan ketakutan yang mengarah kepada legalisme (seperti para ahli Taurat), namun rasa takut tidak selalu memiliki arti dan dampak negatif.

Rasa takut justru mendorong kita untuk menjadi berhati-hati dan bijaksana di dalam menjalani kehidupan ini serta senantiasa melibatkan TUHAN dalam segala aspek kehidupan kita.

Setiap hari kita diperhadapkan dengan pilihan, ada dorongan kebutuhan dan kemauan yang senantiasa menghendaki sesuatu yang tidak selalu sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengan ada nya takut akan Tuhan ada batas pengendalian diri seperti tali pelana pada seekor kuda. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki rasa takut cenderung hidup sembrono, hidup se enaknya karena merasa tidak ada sesuatu yang ditakuti akibatnya mereka cenderung hidup dengan kemampuan dan kehebatannya sendiri.

Takut akan Tuhan tidak perlu membuat kita menghindar atau menjauhi Dia, melainkan membuat kita lebih lagi berjalan bersama dengan Dia dan mengikuti kehendak-Nya.

Kehidupan Daud adalah contoh yang sangat baik untuk menjelaskan hal ini. Dalam banyak hal, Daud selalu menanyakan apa yang menjadi kehendak dan kemauan Tuhan untuk dia lakukan. Misalnya ketika berhadapan dengan musuh, maupun ketika hendak menyerang orang Filistin, Daud selalu menanyakan apa yang dikehendaki Tuhan untuk dia lakukan (1 Samuel 23).

Takut akan Tuhan membuat kita senantiasa mengoreksi diri serta hidup di dalam pertobatan setiap hari. Sangat keliru bila orang-orang yang hidup dalam kasih karunia yang overdosis, mereka mengatakan bahwa orang yang percaya kepada Yesus tidak perlu bertobat/mengakui dosa (lagi) serta memohon pengampunan dosa.

Ada beberapa ajaran para pendukung pengajaran kasih karunia overdosis yang keliru sehingga seseorang tidak perlu bertobat:
1. Tuhan telah mengampuni semua dosa kita,yaitu dosa masalalu,dosa masa kini, dan dosa masa mendatang. Allah tidak lagi melihat dosa apapun yang kita buat karena Ia melihat kita sudah sempurna dan kudus di dalam Anak-Nya.
2. Kasih Karunia mengalahkan segalanya, termasuk pentingnya pertobatan. Pertobatan menjadi tidak penting setelah seseorang mengalami kelahiran baru, karena seluruhnya telah dibayar oleh Yesus di kayu salib.
Jika orang yang sudah mengalami kelahiran baru berbuat dosa, maka dia akan berdoa seperti ini dihadapan Tuhan: “Terima kasih Tuhan, karena sekalipun saya berbuat dosa, saya tetap benar dan sempurna di hadapan-Mu.”
3. Bagi orang percaya yang sudah mengalami kelahiran baru, mengakui dosa dan memohon pengampunan adalah dosa, karena artinya meremehkan pengampunan yang sempurna melalui Salib Kristus.
4. Sekali selamat tetap selamat! Beberapa pengajar kasih karunia overdosis mengajarkan bahwa kalau kita berdosa, maka hanya tubuh kita yang berdosa. Tapi roh/jiwa kita tidak bisa berdosa karena kasih karunia (grace). Jadi hanya tubuh yang berdosa dan binasa/dihukum, tetapi roh dan jiwanya tetap selamat.

Sekalipun terlihat alasannya masuk akal (karena enak untuk kedagingan kita), namun pengajaran ini sangatlah tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Alkitab!

Mari kita pelajari apa yang dikatakan Alkitab:
1. Salib Kristus menyediakan keselamatan yang sempurna, untuk dosa masa lalu, dosa masa kini, termasuk dosa masa mendatang. Namun itu baru akan kita terima jika kita meminta pengampunan kepada Allah. Tuhan sudah menyediakan pengampunan, namun manusia tetap harus bertobat melalui pengakuan dosa; barulah pengampunan itu diberikan.
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” 1 Yohanes 1:9

Secara faktual dan logika saja kita pasti sepakat bahwa dengan menjadi orang percaya tidak menjadikan kita orang yang kebal terhadap godaan dan daya tarik dosa. Berapa banyak kita saksikan dalam berita, baik di media cetak maupun di media sosial, bahkan para pemimpin gereja ada yang jatuh dalam godaan dosa, baik soal keuangan, seksual, dan yang lainnya. Apakah karena mereka sudah menerima kasih karunia bahkan sudah melayani sebagai pendeta, membuat Tuhan tidak melihat dosa mereka dan tetap kudus; tidak peduli dengan apapun yang telah mereka lakukan? Tentunya tidak!!

2. Benar bahwa Tuhan Yesus telah membayar lunas dosa kita, namun pertobatan setelah seseorang mengalami kelahiran baru (jika kita berbuat dosa) tetap penting bagi orang percaya. Buktinya, Roh Kudus berkata kepada jemaat di Efesus dalam Wahyu 2:5,
“Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.”
Kalau memang pertobatan setelah kelahiran baru tidak penting, mengapa Tuhan menyuruh jemaat di Efesus bertobat bahkan menegur mereka dengan keras serta memberikan sanksi yang berat apabila mereka tidak bertobat?

3. Bagi orang percaya yang sudah mengalami kelahiran baru, mengakui dosa dan memohon pengampunan bukanlah dosa! Mengakui dosa adalah kehendak Tuhan, dan jika kita taat melakukannya tentu hal tersebut menyukakan hati Tuhan. Dalam doa harian yang diajarkan Tuhan Yesus kepada kita (Doa Bapa Kami) kita diajar untuk meminta pengampunan kepada Tuhan setiap hari:
“dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;…” Matius 6:12

4. Tuhan melihat dan berurusan dengan keseluruhan pribadi seseorang, yaitu: Tubuh, jiwa, dan roh. Hal tersebut ditulis di 1 Tesalonika 5:22-23, yang berkata: “Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan. Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.”

Oleh sebab itu kita tidak bisa berkata bahwa dosa hanya dikerjakan oleh tubuh kita! Dosa selalu melibatkan pikiran, perasaan dan kehendak.
TAKUT AKAN TUHAN ITU BAIK! Ada begitu banyak ayat di Alkitab yang mengajarkan kita untuk takut akan Tuhan, yaitu:
• Mazmur 112:1-2, “Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya, Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati.”
• Mazmur 25:14, “TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.”
• Amsal 14:27, “Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut.”
• Amsal 22:4, “Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.”
• 2 Korintus 7:1, “Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.”

Perhatikan: Bila seseorang tidak menjaga rasa takut akan Tuhan, ia akan mengeraskan hati nurani sehingga sulit bertobat. Orang yang tidak bertobat bisa kehilangan keselamatan.

MEMILIKI IMAN SEPERTI SEORANG ANAK KECIL (bagian 2)

MEMILIKI IMAN SEPERTI SEORANG ANAK KECIL (bagian 2)

Review minggu lalu :

Sesuai tuntunan gembala bulan ini dalam Matius 18:3-5, kita mau belajar bagaimana mengikut Tuhan dengan memiliki iman seperti seorang anak kecil.

  1. Bertobat dan diangkat menjadi anak-anak Allah.
  2. Merendahkan hati. 

 

Sambungan minggu ini :

Walaupun mengalami tantangan, penderitaan, gesekan atau melihat keadaan yang belum sesuai harapan, janganlah lari dari proses. Tetaplah percaya (memiliki iman seperti anak kecil) dan ucapkan syukur dalam segala hal. Jangan overthinking, bersandar kepada pikiran sendiri, menaruh curiga, menjadi kecewa dan menolak Tuhan. Iman diperlukan bukan sekedar untuk mendapatkan sesuatu tapi untuk tetap berpegang kepada firman Tuhan meskipun harus mengalami tantangan dan konsekuensi. Tuhan mau kita hidup dalam tujuan/rencanaNya; dan IA telah menetapkan langkah-langkah kita. Semua yang diijinkan terjadi dalam hidup kita adalah bagian dari didikan dan rencanaNya yang ajaib demi kemuliaan NamaNya.

Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri (Amsal 3:5).

Untuk dapat berjalan dengan iman yang murni seperti anak kecil, kita harus mau merendahkan hati untuk dididik oleh Bapa. Allah mendidik kita melalui proses untuk mengusir kebodohan serta membawa kita berjalan dalam tujuan dan rencanaNya.   

Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya (Amsal 22:15).

Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak:

”Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” 

Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. 

Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (Ibrani 12:5-10).

3. Membuka pintu buat orang lain masuk ke dalam Kerajaan Allah. 

Pemuridan akan membuat hidup dan pelayanan kita efektif dalam membuka pintu Kerajaan Allah bagi orang lain. Pengenalan yang benar akan Allah dihasilkan dari pengalaman akan Dia dan firmanNya secara pribadi.  Tanpa proses didikan dan pengenalan yang benar akan Allah, kita bisa tersesat dan menyesatkan orang lain yang mau datang kepada Yesus. Keadaan ini seperti orang buta menuntun orang buta dan keduanya akan jatuh ke dalam lobang. 

Bagaimana kita bisa menjadi terang dan garam, menjadi saksi Kristus, kalau kita sendiri tidak memiliki iman seperti anak kecil dan hidup dalam kebenaran.

Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. (Matius 18:6-8)

Rasul Paulus mengingatkan anak rohaninya, Timotius, untuk mengawasi dirinya sendiri dalam pengikutannya akan Kristus, agar tidak menyesatkan jemaat yang dipimpinnya. Bukan berarti Timotius sudah sempurna dan tidak pernah melakukan kesalahan, tapi agar dia bertekun dalam iman yang murni, dalam ketaatan, kerendahan hati dan senantiasa hidup dalam pertobatan.

Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau. (1 Timotius 4:16).

 

PENUTUP

Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga? Untuk menjawab para murid yang sedang beragumen tentang posisi dan kuasa, Yesus justru menampilkan seorang anak kecil, kelompok usia yang biasanya tidak diperhitungkan, dan yang tidak memiliki ambisi akan posisi dan kuasa. 

Ternyata yang terbesar dalam Kerajaan Sorga bukanlah yang hebat menurut pandangan manusia (terkenal/kaya) punya karisma/style atau seseorang yang memiliki banyak pengikut dlsb. Yang terbesar dalam Kerajaan Sorga adalah mereka yang mau merendahkan diri, belajar mencari kehendak Tuhan dan memiliki iman seperti seorang anak kecil. Jangan menjadi seperti dunia tetapi di perbaharui cara pandangnya (paradigma) sehingga kita melakukan kehendak Tuhan dan hidup berkenan kepadaNya.

Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. (Ibrani 11:6)

Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. (Yakobus 4:6b)

MEMILIKI IMAN SEPERTI SEORANG ANAK KECIL (bagian 1)

MEMILIKI IMAN SEPERTI SEORANG ANAK KECIL (bagian 1)

PENDAHULUAN

“Siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” merupakan pertanyaan para murid yang diajukan kepada Yesus. Pertanyaan tersebut menunjukkan adanya motivasi yang keliru dalam mengikut Yesus. Sebab itu Tuhan menegur mereka supaya bertobat dan memiliki motivasi yang benar dalam mengikut DIA yaitu menjadi seperti seorang anak kecil.

ISI

Sesuai tuntunan gembala bulan ini dalam Matius 18:3-5, kita mau belajar bagaimana mengikut Tuhan dengan memiliki iman seperti seorang anak kecil.

”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

  1. Bertobat dan diangkat menjadi anak-anak Allah.

Pintu masuk ke dalam Kerajaan sorga adalah bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi. Kelahiran kembali menjadikan kita anak-anak Allah, yang percaya kepada Kristus seperti seorang anak kecil. Maksud perkataan Yesus tentang menjadi seperti anak kecil adalah memiliki sifat seperti anak kecil yang polos, percaya yang murni, tanpa keraguan, tanpa prasangka dan curiga, tulus, jujur apa adanya, tidak berbelat-belit, tidak manipulasi, tidak overthinking, tidak memiliki niat jahat dan punya hati yang mudah diajar.

Seorang anak kecil juga tidak kuatir dan takut akan kehidupannya karena ia tahu bapaknya pasti memelihara dan menyediakan segala yang ia butuhkan.  Anak kecil percaya bapaknya baik dan memberikan semua yang terbaik (the best) buat dirinya. Kalau bapak di dunia tahu memberikan yang baik bagi anak-anaknya, apalagi Bapa di sorga memberi rancangan terbaik bagi kita.

Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! (Lukas 11:11-13a).

Sifat lain dari anak kecil adalah suka berada di dekat orang tuanya dan sangat bergantung kepada mereka. Orang yang memiliki iman seperti anak kecil selalu ingin dekat kepada Bapa; hatinya melekat kepada DIA karena menyadari bahwa tanpa Tuhan dirinya lemah tak berdaya dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Orang yang memiliki sikap dan ketulusan seperti anak kecil adalah mereka yang akan memiliki Kerajaan Sorga. Menjadi seperti anak kecil bukan berarti bersifat kekanak-kanakan, manja, tidak bertanggung jawab, berperilaku impulsive (kecenderungan untuk bertindak secara cepat mengikuti keinginan hati, tetapi tanpa berpikir panjang), hanya mau comfort zone, suka mengeluh, ngambek, melempar kesalahan ke pihak lain atau self-pity.

Paulus berkata, “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.” (1 Korintus 13:11).

Iman seperti anak kecil bicara tentang kemurnian iman seseorang yang dewasa rohani,  tetap percaya walau belum melihat/mengerti, berani keluar dari comfort zone, mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawabnya, rela disalah mengerti, tidak mengeluh, berani menanggung resiko dan bayar harga. Ia percaya bahwa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh apapun, IA sumber segalanya, dan tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Segala perkara dapat dia tanggung dalam Kristus yang memberinya kekuatan.

Orang yang beriman seperti seorang anak kecil akan memiliki pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus.

  1. Merendahkan hati. 

Setelah masuk menjadi warga Kerajaan sorga, sebagai anak kita harus rela dididik/dimuridkan. Untuk itu diperlukan sikap kerendahan hati dan mengakui kedaulatan Allah dalam hidup kita.

Kalau tidak dimuridkan maka tidak akan mengalami transformasi hidup. Allah menghendaki kita berubah untuk berbuah.

Hidup orang percaya juga diumpamakan sebagai benih yang harus ditanam, mati/hancur dulu manusia lamanya; berakar dalam kasih, bertumbuh dalam segala hal ke arah Kristus yang adalah Kepala sehingga bisa berbuah banyak dan matang. Tidak ada kebangkitan roh tanpa kematian kedagingan.

Tanpa pemuridan kita akan kembali kepada manusia lama. Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk dan sesat,  memaksa ingin balik ke Mesir untuk kembali diperbudak! Tanpa sadar banyak orang yang setelah dalam Kristus tapi tetap membiarkan dirinya diperbudak oleh hikmat dunia, kebiasaan lama, hawa nafsu, dlsb.

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. (Amsal 22:6)

Ayat ini bukan hanya berlaku bagi next generation saja, tapi juga buat kita orang dewasa yang merupakan anak-anak Allah. Dengan iman yang murni, kita perlu dimuridkan supaya mencari dan mengerti kehendak Allah dan berjalan dalam hikmatNya.

Bersambung minggu depan…

MENJADI PENJALA MANUSIA (bagian 2)

MENJADI PENJALA MANUSIA (bagian 2)

Sekilas review :

Secara garis besar ada 3P (Purpose Plan Process) Allah bagi orang percaya.

  • Purpose : menjadi penjala manusia.
  • Plan : rencana keselamatan.

“Tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena IA tidak menghendaki supaya orang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan hidup.”  (2 Petrus 3:9b)

Sambungan minggu ini :

  1. Process

“Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.  Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.

Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:2-5)

Berbuah adalah ketetapan Tuhan bagi orang percaya, artinya kita diwajibkan untuk berbuah.

“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu” (Yohanes 15:16).

Kehidupan rohani orang percaya diibaratkan seperti sebuah pohon yang berbuah pada musimnya (Mazmur 1:2-3). Perhatikan proses sebuah pohon yang berawal dari benih: berakar, bertumbuh dan berbuah. Tuhanlah yang memberi pertumbuhan sesuai dengan DNA yang ada dalam setiap benih.

Dalam proses pertumbuhan rohani, benih ilahi yang ada dalam diri orang percaya (1 Petrus 1:23) harus mengalami transformasi  untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Potensi tersebut adalah karakter Kristus (buah-buah Roh), buah kebenaran (firman yang digenapi), buah pelayanan (melayani sesuai potensi dan karunia masing-masing) dan buah jiwa-jiwa (menjadi penjala manusia).

Benih ilahi ketika mengalami transformasi akan hancur di dalam tanah menjadi akar yang kuat, bertumbuh menjadi pohon yang kuat kemudian berbuah. Pohon tersebut mengalami pertumbuhan, menjadi dewasa dan memberi hasil yaitu berbuah banyak (kuantitas) dan perkembangan yaitu buah yang matang (kualitas). Menjadi murid adalah proses belajar seumur hidup yang memerlukan ketekunan agar berbuah banyak dan matang. Tanpa ketekunan, kita bisa mengalami kemunduran rohani yaitu kembali kepada cara hidup yang lama, berhenti bertumbuh dan mati secara rohani. Bertekun maksudnya walau mengalami tantangan, tetap berusaha melakukan firman.

Jangan menyerah, lakukan berulang-ulang agar dapat belajar dari kesalahan dan tidak mengulangnya lagi dan menjadi orang yang tahan uji (membangun ketangguhan).

Yang menjadi role model/patokan kita adalah Kristus. Di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah DIA, yang adalah Kepala. Kita akan bertumbuh dan berbuah banyak serta matang bila terus terhubung dengan Yesus sebagai pokok anggur. Ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur. Orang yang mau diproses akan menghasilkan hidup yang berbuah dan berjalan dalam panggilan Allah.

Yesus mengatakan bahwa kita adalah garam dan terang dunia. Hakikat garam adalah rasa asinnya yang akan memberi cita rasa nikmat pada makanan. Garam dunia berfungsi memberikan cita rasa dengan mengalirkan kasih Kristus pada dunia yang sudah dingin tanpa kasih.

Terang bicara tentang kebenaran. Orang percaya berfungsi menegakkan nilai-nilai kebenaran di tengah kegelapan/kesesatan dunia. Kasih Allah dan kebenaran harus berjalan bersama-sama; kasih tanpa kebenaran akan ngawur, kebenaran tanpa kasih akan menghakimi orang lain.

PENUTUP

Tanggalkan paradigma lama yang hanya sekedar jadi penjala ikan. ‘Jala’ yang kita miliki jangan hanya dipakai untuk sekedar bertahan hidup dan melakukan perkara-perkara dunia yang sementara; tapi gunakan ‘jala’ tersebut untuk menjala jiwa manusia untuk dibawa kepada Kristus. ‘Jala’ bisa bicara tentang pekerjaan, usaha, profesi, pengaruh, talenta, karunia, dsb.

Menjadi penjala manusia bukan hanya membawa manusia ke surga tapi membawa surga ke dunia, menghadirkan Kerajaan Allah di bumi : di keluarga, sekolah, pekerjaan, lingkungan sekitar, kota dan bangsa, sesuai dengan doa yang Tuhan Yesus ajarkan : Datanglah KerajaanMu dan jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga.

Bukan berarti kita semua harus berhenti bekerja lalu menjadi hamba Tuhan secara full-time; tapi apapun profesi atau pekerjaan kita, jadilah duta-duta Kerajaan Allah yang berfungsi menjadi garam dan terang di tengah kegelapan dunia agar bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terang Tuhan yang terbit atas kita.

MENJADI PENJALA MANUSIA (bagian 1)

MENJADI PENJALA MANUSIA (bagian 1)

Kata Yesus kepada Simon: ”Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” (Lukas 5:10b)

PENDAHULUAN

Yesus mengajak setiap kita mengikut DIA untuk dijadikan penjala manusia. Penjala manusia memiliki fungsi untuk menjadi garam dan terang di tengah kegelapan agar dunia dapat mengalami kasih Allah dan diselamatkan.

ISI

Secara garis besar ada 3P (Purpose Plan Proses) Allah bagi orang percaya :

1. Purpose : menjadi penjala manusia.

Allah menciptakan kita untuk tujuan mulia yaitu menjadi saksi Kristus, menjadi penjala manusia yang memancarkan terang dan menjadi garam dunia.

Kenyataannya sering kita sudah punya tujuan dan rencana sendiri. Motivasi kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat hanya supaya kalau mati masuk surga, tapi tujuan DIA menyelamatkan tidak kita pedulikan.

Kita dipanggil dari kegelapan bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga mengambil bagian dalam proyek keselamatan yaitu menjadi saksi akan kebesaran dan kedahsyatan perbuatan-Nya yang ajaib (1 Petrus 2:9). Allah mau kita terlibat dalam rencana keselamatan bagi seisi dunia.

Kita diselamatkan bukan untuk mengabdi kepada pekerjaan, usaha, serta keinginan/ambisi pribadi tapi untuk tujuan Allah : menjadi penjala manusia. Tuhan telah membeli kita dengan harga lunas oleh darahNya sendiri, oleh sebab itu IA memiliki hak sepenuhnya atas hidup kita. Dengan memahami hal ini, kita akan rela menyelaraskan diri hidup sesuai dengan tujuanNya.

2. Plan : rencana keselamatan

Dari kematian yang begitu ngeri Ia telah dan akan menyelamatkan kami: kepada-Nya kami menaruh pengharapan kami, bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi. (2 Korintus 1:10)

Waktu masih bayi rohani kita belum begitu memahami secara utuh rencana keselamatan Allah. Kita pikir keselamatan hanya soal hidup kekal di surga kelak. Lalu selama masih di dunia, kita tidak ada bedanya dengan orang dunia, masih mengenakan cara hidup yang lama. Apakah seperti itu? Tentu saja tidak!

Allah memanggil kita untuk menjadi penjala manusia. Sebelum itu kita harus menjadi murid lebih dulu. Untuk menjadi murid, kita harus bertumbuh dalam kasih karunia.

Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh. Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya. (2 Petrus 3:17b-18).

Bertumbuh dalam kasih karunia ini penting sekali supaya kita tidak terseret dalam kesesatan dunia dan kehilangan pegangan yang teguh (iman kepada Kristus) lalu kehilangan arah dan tujuan Tuhan atas hidup kita.

Hendaklah sebagai orang-orang yang telah dipanggil, hidup kita berpadanan dengan panggilan itu (Efesus 4:1). Kata berpadanan dalam Bahasa Yunani adalah ‘aksios’ artinya berkenan, sesuai, layak. Hidup yang berpadanan dengan Injil Kristus adalah saat kita memancarkan terang kebenaran melalui karakter, perkataan, pekerjaan/usaha, aktivitas, pergaulan, pelayanan, kepemimpinan, keluarga, dalam tindakan/keputusan, dsb.

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga. (Matius 5:14-16)

Tanpa pemuridan, kita akan tetap mengenakan paradigma penjala ikan. ‘Jala’ yang kita miliki hanya dipakai untuk sekedar bertahan hidup dan melakukan perkara-perkara dunia yang sementara. Pertumbuhan rohani melalui pemuridan mengubah paradigma kita; dari hidup hanya untuk bekerja mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan, membeli rumah, bayar tagihan, buka usaha, menyekolahkan anak, dsb; menjadi hidup yang orientasinya perkara-perkara yang di atas : menjala jiwa untuk dijadikan murid Kristus dan warga Kerajaan Allah.

Seorang murid harus punya komitmen dan disiplin yang tinggi, rela pikul salib, sangkal diri dan bayar harga agar tangguh dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan dan menjadi pemenang. Tanpa disiplin diri, kerajinan pasti menjadi kendor. Kerajinan yang kendor membuat kita terbiasa kompromi dengan keinginan daging, terlebih jika pikiran dan hati tidak tidak dijaga dengan segala kewaspadaan. Kita sudah menjadi serupa dengan dunia; sudah menjadi tawar dan tidak berfungsi, kasih sudah menjadi dingin. Akibatnya terang Tuhan dalam kita meredup dan hidup kita tidak memberi dampak Kerajaan Allah bagi dunia.

Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. (Matius 5:13)

Bersambung minggu depan..