Author: EM

Home / Articles posted by EM (Page 19)
PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

“Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” 1 Yohanes 4:10

Mungkin saat ini Saudara merasa sendiri karena tidak ada orang lain yang mempedulikan dan memperhatikan. Saat berada di situasi sulit justru teman-teman dekat mundur teratur dan beranjak menjauh. Hari-hari Saudara pun terasa hampa dan sepi. Jangan terus larut dalam kepedihan dan merasa sendiri. Tidak! Kita tidak pernah sendiri, ada Yesus yang akan selalu menyertai, menemani dan memeluk kita. “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5b).

Mari kita flashback sejenak. Di awal penciptaan manusia kita melihat suatu hubungan yang sangat karib terjalin antara Allah dengan manusia di taman Eden. Adam dan Hawa menikmati persahabatan begitu mesra dengan Allah. Tidak ada ritual agama, tidak ada upacara, yang ada hanyalah hubungan kasih yang begitu intim antara Allah dengan manusia yang diciptakan-Nya. Tidak ada jarak antara Allah dan manusia! Tetapi setelah manusia jatuh dalam dosa, hubungan yang karib itu lenyap dan terputus. “…yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:2). Namun Yesus mengubah segala sesuatunya ketika Dia membayar dosa-dosa kita di Kalvari. “…tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,” (Matius 27:51).

Tabir Bait Suci yang melambangkan pemisahan dari Allah telah robek dari atas ke bawah, artinya jalan masuk kepada Allah kembali tersedia. Kini setiap orang percaya bisa mendekati Allah dengan penuh keberanian. “Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya.” (Efesus 3:12). Persahabatan dengan Allah dimungkinkan hanya karena kasih karunia yang dinyatakan melalui Yesus Kristus. “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya…” (2 Korintus 5:18).

Inisiatif pemulihan hubungan itu datangnya dari Allah sendiri melalui pengorbanan Yesus, yang oleh-Nya kita beroleh persekutuan karib seperti sediakala.

Baca: 1 Yohanes 4:7-21

PERSAHABATAN SEJATI: Daud dan Yonatan

PERSAHABATAN SEJATI: Daud dan Yonatan

“Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri.” 1 Samuel 18:3

Di dalam Alkitab kita akan menemukan seorang persahabatan sejati yaitu persahabatan antara Daud dan Yonatan. Alkitab menyatakan, “Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri.” (1 Samuel 18:1). Kata berpadulah artinya terjalin begitu erat dan kuat, tak terpisahkan. Kasih yang terjalin di antara keduanya melebihi kasih saudara kandung. Inilah kasih seorang sahabat sejati yang “…menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17). Atas dasar kasih inilah Yonatan dan Daud mengikat perjanjian dan saling berkomitmen. Perjanjian adalah bukti adanya kesatuan dalam hati dan jiwa.

Kasih seorang sahabat tidak melihat rupa, tingkat pendidikan, status atau pun pangkat. Yonatan, yang adalah putera raja Saul, tidak pernah merasa malu telah menjadikan Daud sebagai sahabatnya meski profesi Daud hanyalah seorang gembala. Perbedaan status bak langit dan bumi bukan jadi penghalang bagi keduanya untuk membangun sebuah persahabatan. Ketika Daud hendak terjun ke medan peperangan, Yonatan pun rela “…menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya.” (1 Samuel 18:4), padahal jubah dan perlengkapan perang adalah lambang kehormatan dan kedudukan. Namun inilah bukti kasih dan kerendahan hati Yonatan. Bukan hanya itu, Yonatan juga rela mempertaruhkan nyawanya demi Daud (baca 1 Samuel 20:30-34). Sahabat sejati pasti mau dan rela berkorban demi sahabatnya.

Setelah menduduki tahta Israel Daud tidak begitu saja melupakan janji dan komitmennya dengan Yonatan. Meski Yonatan telah tiada kasih Daud tidak berubah, terbukti dari tindakan Daud yang bersedia merawat anak Yonatan yaitu Mefiboset. Kata Daud, “Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku.” (2 Samuel 9:7).

Persahabatan sejati: ada kasih, kesetiaan dan komitmen.

Baca: 1 Samuel 18:1-5

PERSAHABATAN: Kasih Yang Tulus

PERSAHABATAN: Kasih Yang Tulus

“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Amsal 17:17

Walter Winchell, seorang wartawan dan juga komentator radio kenamaan Amerika berpendapat tentang arti seorang sahabat: “Sahabat adalah seseorang yang menghampiri Anda, menemani Anda, di saat orang lain meninggalkan Anda.” Artinya seorang sahabat yang sejati itu bukan hadir di kala senang saja, melainkan juga saat susah. Alkitab lebih jelas menyatakan bahwa “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu,” Kualitas seorang sahabat akan teruji saat sahabatnya sedang berada di ‘bawah’ atau jatuh. Karena didasari oleh kasih yang tulus, seorang sahabat akan tetap berada di sisi sahabatnya di segala keadaan dan mau menerima keberadaannya secara utuh apa adanya.

Selain itu sahabat adalah orang yang tidak hanya sekedar menyenangkan hati sahabatnya semata, tetapi juga mau menegor dan ditegor, mau mengoreksi dan dikoreksi, yang kesemuanya itu demi kebaikan bersama. Tidak seperti Yudas, meski secara kasat mata mencium Yesus, namun sesungguhnya ia menikam dari belakang dan mengkhianati Dia. “Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” (Amsal 27:6). Sikap yang ditunjukkan Yudas adalah bentuk persahabatan yang palsu, penuh kepura-puraan karena ada motivasi yang terselubung. Kasih yang tulus itu “…tidak mencari keuntungan diri sendiri.” (1 Korintus 13:5). Sahabat yang sejati juga akan menjaga komitmennya untuk tidak membuka rahasia pribadi sahabatnya ke orang lain demi kepentingan diri sendiri. Kasih itu “…Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (1 Korintus 13:7).

Oleh karena itu “Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib.” (Amsal 17:9). Kasih yang tulus identik dengan kesetiaan! Tanpa kasih mustahil seseorang akan menunjukkan kesetiaan dengan sungguh. Itulah sebabnya “Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;” (Amsal 19:22).

Kasih seorang sahabat tak lekang oleh waktu, penuh komitmen dan teruji kesetiaannya, semua dilakukan bukan karena terpaksa, tapi penuh kerelaan.

Baca: Amsal 17:1-28

Latest posts:

DIPULIHKAN UNTUK HIDUP DALAM RENCANA DAN TUJUAN ALLAH

DIPULIHKAN UNTUK HIDUP DALAM RENCANA DAN TUJUAN ALLAH

PENDAHULUAN

Kita diciptakan untuk hidup dalam rencana dan tujuan Allah. “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.” (Efesus 1:4-5)

Untuk itu, gambar dan rupa Allah dalam diri kita (karakter Kristus) harus terlebih dulu dipulihkan dan masuk dalam rencanaNya. Mari belajar His Perspective, His Plan and His Purpose.

ISI

  1. His Perspective (Cara pandang Allah)

Cara pandang dunia dan cara pandang Allah sangat berbeda. Dunia menilai dan mengukur segala sesuatu dari apa yang terlihat dan bersifat sementara; cara pandang Allah adalah tentang kebenaran yang bersifat kekal. Orang percaya sudah diberi hati yang baru (Yeh. 36:26-27), jadi seharusnya dalam menghadapi apapun cara pandangnya bukan lagi seperti dunia (Roma 12:2; Efesus 4:22-24). Masalah, ujian iman, dan penderitaan kita lihat dari perspektif Allah. Cara pandang Allah mencakup 3 hal: kebenaran (firman Tuhan), iman yang bekerja dalam kasih (ketaatan melakukan firman) dan kekekalan.

Kalau tidak demikian, maka kita akan selalu mengalami pertentangan dalam batin, kebingungan dan ketakutan. Tapi jika kita mengenakan cara pandang kebenaran dan hidup oleh iman, maka proses pembaruan akal budi pasti terjadi. Cara berpikir, nilai, prioritas, gaya hidup, sifat/karakter serta tujuan hidup kita pun berubah. Tidak lagi berpikir pendek, sempit dan sembrono tapi memikirkan perkara-perkara kekal, di mana Kristus ada.

Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. (Kol. 3:1-3).

Semakin kita mengenal Dia, semakin kita mengerti hati dan kehendakNya. Roh Kuduslah yang mengerjakan pembaruan itu dalam manusia roh kita. Roh Kudus adalah Penolong yang memberi kekuatan untuk sabar dan bertekun, keteguhan hati untuk taat, dan keberanian untuk berjalan dalam rencana Bapa. karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. (Filipi 2:13).

  1. His Plan (Rencana Allah)

Manusia bisa saja berencana, tapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya. Pada kenyataannya, rencana kita (mimpi/target, ide, pilihan dan keputusan) sering gagal karena kita tidak berkuasa menentukan jalan dan langkah sendiri (Yer. 10:23). Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok; apabila seseorang dipanggil Tuhan, ia kembali jadi debu tanah dan lenyaplah semua rencananya (Maz. 146:4). Tidak demikian dengan TUHAN; IA adalah Alfa dan Omega, yang tahu dari awal sampai akhir hidup kita. Allah membawa kita  masuk dalam rencanaNya yang bersifat kekal, terbaik dan anti gagal.

Masuk dalam rencana Tuhan bukan berarti bersikap masa bodoh, tidak bergairah dan pasif/tidak mengerjakan apa-apa. Masuk dalam rencana Tuhan artinya kita rela dan taat mengikuti perintah dan kehendakNya. Roh Kudus akan membawa kita kepada seluruh kebenaran. Kita tidak lagi berambisi mewujudkan agenda pribadi, melainkan rela menyelaraskan diri hidup sesuai dengan rencanaNya. Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu (Ephesians 4:1)

Rencana Allah atas hidup kita itu besar, melebihi pemikiran dan kesanggupan kita. Sekalipun mengalami tantangan, itu tidak akan melebihi kekuatan kita. Allah, yang telah memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia (1 Korintus 1:9).

Mereka yang hidup dalam rencana dan tujuanNya berbuah banyak.

  1. His Purpose (Tujuan Allah)

Allah menjadikan kita ciptaan baru bukan untuk kehidupan yang tanpa rencana, tanpa tujuan dan serampangan. Roma 8:28 “..Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Ayat tersebut mengatakan bahwa Allah memiliki rencana dan panggilan bagi kita yang mengasihi DIA. Secara garis besar ada 3 tujuan Allah bagi setiap orang percaya :

– Hidup kudus dan bersekutu (unity dengan Tuhan dan sesama)

– Be fruitful and multiply – hidup yang berbuah, diberkati untuk menjadi berkat (Kejadian 1:28).

– Tinggal di dalam kasih (menjadi pelaku FirmanNya) sambil menantikan kedatangan Tuhan Yesus.  Menjadi saksi (terang dan garam dunia) supaya dunia percaya kepada Tuhan Yesus Kristus (Yohanes 17:21).

Untuk rencana dan tujuan inilah Allah menyelamatkan serta memulihkan kita. Kita diciptakan kembali untuk membawa kemuliaan bagi NamaNya, bukan untuk hidup bagi diri sendiri. Manusia lama kita telah mati dan hidup kita tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.

PENUTUP

Bila ada dari kita yang saat ini kasihnya mulai jadi dingin, tidak lagi bergairah dengan Tuhan, suam, perlahan-lahan kerajinan kendor, pikiran selalu negatif, hati mulai pahit, bersungut-sungut, menyalahkan, membanding-bandingkan – mari kita merendahkan hati, bertobat dan kembali kepada kemurnian iman yang semula kepada Tuhan. Bertumbuhlah dalam kasih karunia agar hati tidak menjadi picik, lupa bahwa dosa-dosa kita telah diampuni.

Allah sanggup memulihkan dan membuat segala sesuatu menjadi baru (Yesaya 43:19). Apapun yang terjadi dalam hidup kita, suka atau duka, kelemahan atau kesalahan yang kita lakukan – bisa dipakai Allah sebagai ‘bahan baku’ untuk membawa kita masuk dalam rencana dan tujuanNya.

Latest posts:

PERSAHABATAN: Adanya Keterbukaan

PERSAHABATAN: Adanya Keterbukaan

“Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” Amsal 27:6

Mungkin ada komentar, “Jaman sekarang ini adakah persahabatan sejati? Yang ada cuma kepentingan abadi saja!” Tidaklah gampang menemukan sahabat di jaman sekarang ini, di mana orang lebih cenderung mementingkan diri sendiri, mencintai dirinya sendiri dan “…kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.” (Matius 24:12), sehingga hubungan antarindividu lebih didasarkan pada sebuah kepentingan. Akibatnya banyak orang lebih memilih menarik diri, membangun tembok-tembok di sekeliling sebagai pembatas, menyendiri dan menjadi pribadi yang tertutup. Mereka merasa enggan membuka diri, apalagi melepaskan dan mengungkapkan perasaan terdalam kepada orang lain.

Sementara untuk membangun suatu persahabatan dibutuhkan tahap demi tahap dan tidak semua orang mau menempuhnya, padahal sahabat tidak dapat kita temukan secara instan. Tahapan itu dimulai dari perkenalan, saling membuka diri, lalu kesediaan untuk memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan di segala situasi baik itu suka maupun duka, serta mampu memberi nilai tambah yang positif bagi kita. Secara garis besar, seorang sahabat haruslah memenuhi kriteria yang konstruktif. Di samping itu adanya keterbukaan satu sama lain. Faktor inilah yang mempererat sebuah persahabatan. Sydney Jourard, seorang ahli jiwa, dalam bukunya yang berjudul The Transparent Self menyatakan bahwa secara alamiah kepribadian manusia itu memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan dirinya; dan apabila hal itu terhambat dan kita menutup diri terhadap orang lain, maka kita akan mengalami gangguan secara emosional.

Bagaimanapun juga suatu persahabatan dimulai karena adanya kepentingan, tapi bukan kepentingan secara sepihak atau ada motivasi terselubung, namun sebuah bentuk kerjasama yang saling terbuka, menguntungkan, memahami dan mengisi satu sama lain. Adalah gampang untuk membangun pertemanan karena bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, bahkan dalam waktu yang singkat sekalipun. Hal ini tidak berlaku untuk mencari sahabat!

Persahabatan dibangun melalui proses waktu yang diawali oleh keterbukaan satu sama lain, sebab sahabat bukanlah teman biasa!

Baca: Amsal 27:1-27

Latest posts:

MEMBANGUN PERSAHABATAN

MEMBANGUN PERSAHABATAN

“Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Amsal 27:17

Adakah di antara saudara yang merasa diri tidak membutuhkan orang lain dalam hidup ini? Atau mungkin ada yang berkata, “Ah…aku tidak butuh orang lain, karena aku bisa melakukan segala sesuatu sendiri dan punya segala-galanya.” Benarkah demikian? Sekecil apapun aktivitas keseharian kita akan selalu bersentuhan dengan orang lain, artinya selalu terjalin interaksi dengan orang lain, dengan hadirnya orang-orang di dekat kita. Di lingkungan tempat tinggal, kita mempunyai tetangga; di sekolah, kita menghabiskan banyak waktu dengan teman sekelas untuk belajar dan berdiskusi, di tempat pekerjaan ada rekan-rekan kerja yang bekerja sama, bahkan di gereja pun kita membangun persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman lainnya.

Ayat nas di atas menyatakan bahwa “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Artinya pembentukan atau pematangan pribadi seseorang itu sangat ditentukan oleh kerelaannya ‘digosok dan digesek’ oleh orang lain. Dengan persekutuan dengan sesamanya seseorang akan mengalami penajaman-penajaman sebagai proses. Jadi penajam-penajam kita itu bukanlah dari orang yang jauh, melainkan dari orang-orang yang berada di sekitar kita. Karena itu “Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” (Amsal 13:20). Dengan siapa kita bergaul dan orang-orang terdekat yang bagaimana itulah yang akan berpengaruh besar dalam perjalanan hidup kita. Rasul Paulus pun mengingatkan kita, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33). Sydney Smith mengatakan, “Hidup ini harus diisi dengan banyak persahabatan. Mengasihi dan dikasihi adalah kebahagiaan terbesar dalam kehidupan.” Kehadiran orang lain dalam hidup kita, entah itu teman atau sahabat adalah sangat penting

Jika kita rindu memiliki seseorang untuk kita jadikan sebagai sahabat, kita perlu ekstra hati-hati dan harus benar-benar selektif, sebab seorang sahabat bukanlah sekedar teman biasa. Perjumpaan dengan seorang sahabat bukanlah suatu hal yang secara kebetulan, namun merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan, dan hal itu membutuhkan waktu yang tidak singkat

Sahabat adalah orang spesial dalam hidup, jadi jangan asal dalam memilih.

Baca: Amsal 27:1-27

Latest posts:

MENJADI TAWANAN ROH KUDUS

MENJADI TAWANAN ROH KUDUS

“Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ.” Kisah 20:22

Dalam Galatia 5:24-25 tertulis: “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,” Artinya setiap orang yang memutuskan untuk menjadi mengikut Kristus “…wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.” (1 Yoh 2:6).

Kita tidak akan dapat hidup sama seperti Kristus telah hidup jika kita tidak mau membayar harga. Adapun harga itu adalah penyangkalan diri. Menyangkal diri berarti ‘mati’ terhadap kedagingan kita dan menjalani hidup seutuhnya sebagai manusia baru, dengan meninggalkan kehidupan lama; menaruh kehendak Tuhan di atas kehendak pribadi serta menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Tuhan serta mengakui Dia sebagai pemegang hak dan otoritas penuh untuk menentukan bagaimana kita harus hidup. Dengan kekuatan sendiri mustahil kita bisa menyangkal diri, tapi dengan pertolongan Roh Kudus kita beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk menyangkal diri. Hanya Roh Kudus yang mampu mematikan setiap keinginan daging kita karena Ia berperan memimpin orang percaya kepada segala kebenaran. Jadi segala sesuatu yang berkenaan dengan kebenaran, kekudusan atau hidup yang tak bercacat cela sepenuhnya ada dalam kontrol Roh Kudus dan menjadi arah ke mana kita akan dibawa-Nya. Hidup dalam pimpinan Roh Kudus inilah yang menjadi tanda bahwa kita ini adalah anak-anak Allah. “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” (Roma 8:14).

Rasul Paulus memberi sebuah keteladanan hidup yang sepenuhnya dipimpin oleh Roh Kudus, bahkan ia menyebut dirinya sebagai tawanan Roh. Arti kata tawanan adalah orang yang ditawan, ditangkap atau ditahan. Menjadi tawanan Roh berarti hidup Paulus sepenuhnya dikendalikan oleh Roh Kudus. Terbukti: Paulus rela meninggalkan segala-galanya demi Kristus (Filipi 3:7-8), rela menderita demi Injil dan menyerahkan seluruh hidupnya secara penuh untuk melayani Tuhan sampai garis akhir hidupnya.

“Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” Filipi 1:21-22

Baca: Kisah Para Rasul 20:17-38

Latest posts:

DORONGAN ROH KUDUS

DORONGAN ROH KUDUS

“Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya, katanya: “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” Kisah 16:9

Tidak dapat dipungkiri bahwa dosa selalu atraktif untuk semua orang karena dapat memuaskan nafsu fisik dan menjanjikan banyak sekali kesenangan. Itulah sebabnya banyak orang cenderung memilih berkompromi dengan dosa karena sangat menyenangkan daging. Sebaliknya, hidup menurut dorongan Roh Kudus adalah perkara yang sangat tidak enak, dibutuhkan pengorbanan besar karena sakit secara daging. Namun, suka atau tidak suka, mau tidak mau, hidup menurut kehendak Roh Kudus adalah hal yang mutlak bagi setiap orang percaya, “…hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.” (Galatia 5:16).

Sesungguhnya setiap saat Roh Kudus mendorong kita melakukan segala hal yang selaras dengan firman Tuhan, tapi acapkali kita tidak menyadarinya atau bahkan kita dengan sengaja mengeraskan hati dan tidak menghiraukan suara-Nya. Maka dibutuhkan komitmen dan keberanian untuk mematahkan segala keinginan hawa nafsu dan kedagingan kita, lalu tunduk mengikuti kemana pun Roh Kudus. Yang pasti Roh Kudus akan membimbing, mengarahkan dan membentuk kita menjadi pribadi-pribadi yang taat. “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi.

Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.” (Yohanes 3:8). Orang yang hidupnya dipimpin Roh Kudus akan merasakan tiupan angin yang adalah lambang Roh Kudus, dan angin itu akan mendorong kita melangkah kepada satu tujuan. Dorongan Roh Kudus bisa berupa visi, nubuatan, penglihatan dan kata hati. Paulus mendapatkan penglihatan bahwa ada seorang makedonia yang sedang berdiri di hadapannya dan berseru, “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” (ayat nas). Sebelum itu Roh Kudus mencegahnya memberitakan Injil di Asia dan tidak mengijinkan masuk ke daerah Bitinia.

Paulus pun peka akan Roh Kudus sehingga ia bergegas mencari kesempatan pergi ke Makedonia dan memberitakan Injil di situ. Dorongan Roh Kudus hanya dirasakan oleh orang yang punya kepekaan rohani!

Baca: Kisah Para Rasul 16:4-12

Latest posts:

TUHAN SANGGUP MENYEDIAKAN

TUHAN SANGGUP MENYEDIAKAN

“Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.” Matius 6:29

Saat bangun dari tidur seringkali pikiran kita langsung dipenuhi kekuatiran dan kecemasan tentang apa yang hendak kita makan, minum dan pakai. Selama kita terus kuatir berarti kita belum percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Belajarlah dari Ayub: “Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.” (Ayub 3:25-26).

Berhentilah untuk kuatir dan cemas! Tuhan memerintahkan kita untuk tidak kuatir dan cemas tentang kebutuhan hidup kita karena sesungguhnya Tuhan tahu persis apa yang kita butuhkan. Jika Tuhan begitu bermurah hati memelihara burung-burung di udara, “…yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung,” (Matius 6:26), serta mendandani bunga bakung di ladang, “…yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,” (Matius 6:28), bukankah keberadaan kita ini lebih berharga di mata Tuhan? Tuhan sendiri menegaskan, “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,” (Yesaya 43:4).

Salomo saja dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah dari salah satu bunga bakung. Padahal Salomo adalah seorang raja yang
sangat kaya raya, “Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat.” (1 Raja-Raja 10:23). Pernyataan “Ia akan terlebih lagi mendandani kamu,” (Matius 6:30) merupakan janji Tuhan kepada anak-anak-Nya yang hidup di zaman yang penuh dengan problema ini; Tuhan akan bertanggung jawab penuh atas kehidupan orangorang yang punya penyerahan diri penuh kepada-Nya.

Tuhan adalah Jehovah Jireh, penyedia bagi kita. Mengutamakan Tuhan berarti menjadi pelaku firman, memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar kerajaan Allah. Sebagai orang percaya, sesungguhnya kewargaan kita adalah dalam sorga (baca Filipi 3:20). Adalah wajar jika kita pun dituntut mengutamakan perkara-perkara yang di atas.

“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” 1 Korintus 2:9

Baca: Matius 6:25-34

Latest posts:

MEMPRIORITASKAN TUHAN

MEMPRIORITASKAN TUHAN

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Matius 6:33

Banyak orang Kristen bertanya-tanya dalam hati, “Kalau kita mengikut Tuhan, katanya hidup kita akan diberkati, apa saja dibuat-Nya berhasil, semua usaha akan lancar dan kita akan terbebas dari masalah. Namun mengapa tidak demikian?” Adalah benar bila hidup di dalam Tuhan itu selalu ada berkat, perlindungan dan juga jaminan pemeliharaan karena ada penyertaan Tuhan di setiap langkah hidup kita. Inilah janji Tuhan, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5b). Tapi adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita diperhadapkan dengan jalan yang berbatu, penuh cadas dan mendaki, ada masalah dan juga ujian. Namun yakinlah bahwa semuanya adalah bagian dari proses yang harus kita jalani. “Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.” (1 Korintus 10:13b). Tuhan selalu buka jalan saat tiada jalan, tangan-Nya selalu menopang kita saat jatuh sehingga kita tidak sampai tergeletak (baca Mazmur 37:24).

Agar janji berkat pertolongan, pemeliharaan dan pembelaan Tuhan benar-benar digenapi dalam hidup ini ada harga yang harus kita bayar,
yaitu “…carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (ayat nas). Kata mencari menunjuk kepada usaha yang dilakukan dengan sungguh dan secara terus-menerus sampai mendapatkan sesuatu. Artinya kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dalam hidup ini; mengejar perkara-perkara rohani lebih daripada perkara-perkara yang ada di dunia. Rasul Paulus pun menasihati, “…carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kolose 3:1-2). Melalui pertolongan Roh Kudus kita berusaha menaati perintah Tuhan. Jika kita melakukan apa yang diperintahkan Tuhan ini, tidak ada alasan bagi kita untuk merasa kuatir dan cemas akan kebutuhan kita sebab semuanya pasti akan disediakan Tuhan.

Sudahkah kita memperhatikan jam-jam doa, menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman-Nya, tekun beribadah serta melayani Dia sepenuh hati? Bila kita belum melakukan itu artinya kita belum memprioritaskan Tuhan.

Baca: Matius 6:25-34

Latest posts: