Author: FJ

Home / Articles posted by FJ (Page 7)
KASIH SETIA TUHAN KEKAL SELAMANYA

KASIH SETIA TUHAN KEKAL SELAMANYA

Saat ini kita dihadapkan kepada situasi dunia yang penuh guncangan, perang, krisis, dampak global pandemik dan sebagainya karena kita sedang berada di hari-hari penggenapan Matius 24. Meski demikian, Tuhan mengingatkan kita bahwa Dia adalah Allah yang setia. Kesetiaan Allah tidak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi dari luar atau hanya bersifat musiman. Kasih setia Allah tidak pernah berubah dahulu, sekarang dan selamanya.

Setia adalah karakter Allah, Dia tidak dapat menyangkal DiriNya sendiri dengan berlaku tidak setia. Kasih setia (Ibrani : Hesed) adalah gagasan Allah yang menyatakan kasih yang setia dalam tindakan; suatu kasih yang kuat dan kokoh dalam hubungan dengan Covenant-Nya. Kasih setia Tuhan menunjukkan kelembutan, kebaikan dan kemurahan yang gigih, persisten serta tak bersyarat.

Dari sejarah dan pengalaman hidup, kita bisa melihat bahwa Tuhan itu setia. Bukan hanya setia memelihara dan melindungi tapi juga menggenapi janji-janjiNya. Allah yang tidak terbatas itu mau membuat DiriNya jadi seolah-olah terbatas demi menunjukkan kasih setia dan menggenapi perkataanNya. Jika kita semakin dalam mengerti tentang kasih setia Tuhan, maka kita menjadi percaya dan mengandalkan Tuhan sepenuhnya dalam damai sejahtera.

Manusia cenderung berlaku tidak setia. Di mata Tuhan, kesetiaan manusia mudah hilang seperti kabut pagi dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar (Hosea 6:4). Mungkin banyak orang menyebut dirinya baik hati, tetapi orang setia tidak banyak ditemukan. Memang untuk belajar menjadi orang yang setia, kita akan diuji melalui bermacam perkara.

Kebanyakan orang di jaman akhir ini sudah menurunkan nilai-nilai dalam sebuah hubungan. Mereka lebih suka berinteraksi dengan barang, teknologi, gadgets (small electronic devices), hobby, social media, dan lain sebagainya daripada membangun hubungan dengan Tuhan dan dengan sesama.

Banyak orang sudah kehilangan hubungan yang berkualitas dengan orang lain dengan alasan tidak mau terikat, tidak mau peduli, menghindari tanggung jawab dan tidak mau belajar setia. Bagi orang percaya, pengenalan akan Tuhan akan mengajar kita untuk berlaku setia karena salah satu karakter Tuhan adalah menyukai kasih setia (Yeremia 29:23-24).

Ada 3 hal yang mau kita pelajari dari karakter Tuhan tentang kesetiaan yang harus dibangun dalam hidup kita :

1. KEPERCAYAAN (TRUST)

Dalam sebuah hubungan, perlu dibangun rasa percaya satu sama lain. Jika tidak, maka hubungan dalam keluarga, dalam pertemanan atau kerjasama dalam tim akan terganggu, tidak sehat serta tidak menjadi berkat. Untuk mencegah hal itu terjadi, maka bagian setiap kita adalah melatih diri dalam ketekunan agar menjadi orang yang dapat dipercaya.

Saat lahir baru, kita hidup oleh iman percaya dan menaruh harapan sepenuhnya kepada Yesus Kristus. Jika harapan kita bertumpu kepada manusia, pasti akan kecewa karena firman Tuhan dalam Yeremia 17:5-6 telah mengingatkan bahwa terkutuklah orang yang mengandalkan manusia dan kekuatannya sendiri.

Meski banyak orang berlaku tidak setia dan mengecewakan, bukan berarti Tuhan juga ikut berubah menjadi tidak setia. Hanya Tuhanlah satu-satunya yang benar, setia serta dapat dipercaya karena Dia tidak dapat menyangkal sifatNya sendiri.

“Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong” (Roma 3:3-4).

Oleh sebab itu, kalaupun seseorang sudah mengecewakan, tidak seharusnya kita kehilangan kemampuan untuk dapat percaya kepada orang lain apalagi kepada Tuhan. Tidak perlu kepahitan ketika orang lain tidak bisa dipercaya dan mengecewakan kita. Dengan terus bertumbuh dalam kasih, maka Roh Kudus akan menolong kita agar tidak hidup dalam kekecewaan serta menjadi pribadi yang dapat dipercaya dan setia.

Harta, uang, kekuasaan, jabatan, karunia, kehidupan yang nyaman, tidak dihargai orang lain, aniaya dan krisis merupakan hal-hal yang dipakai Tuhan untuk menguji kesetiaan kita. Dalam kasih, Allah melatih kita untuk belajar menjadi orang yang setia melalui proses asal kita hidup dalam pertobatan. Kesetiaan adalah salah satu karakter yang diperlukan dalam mengelola hubungan khususnya dalam membangun tubuh Kristus.

2. SALING MENGHORMATI, MENGHARGAI (RESPECT)

Hubungan juga tidak akan terbangun jika tidak ada sikap saling menghormati dan menghargai. Mengapa seseorang bisa kehilangan respek terhadap orang lain? Kebanyakan karena pengalaman dikecewakan, direndahkan, dipermalukan, disia-siakan, atau hal lain yang tidak menyenangkan.

Sebagai orang percaya yang mau tinggal dalam kasih Tuhan, kita tidak boleh memandang rendah orang yang bersalah dan mengecewakan kita karena Tuhan juga mengasihi orang tersebut. Jangan pula memandang rendah orang karena mereka tidak mampu melakukan seperti apa yang kita lakukan. Untuk dapat saling menghargai dan menghormati, firman Tuhan memerintahkan kita untuk merendahkan diri seorang kepada yang lain.

“dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” (Efesus 5:21)

Dikatakan ‘seorang kepada yang lain’, berarti adalah kewajiban semua pihak untuk merendahkan hati, bukan hanya 1 orang saja.

3. SALING PEDULI SATU DENGAN YANG LAIN (CARE)

Perintah untuk saling mengasihi dan saling melayani diterapkan dengan tindakan nyata di dalam keluarga, komunitas orang percaya/gereja, dalam lingkungan pekerjaan, masyarakat, dsb. Yang kuat wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat. Jangan mencari kesenangan diri sendiri, tetapi juga kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya.

“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2)

Tetaplah setia melakukan panggilan Tuhan melalui gereja lokal (Matius 28:19-20). Karunia dan talenta yang Tuhan berikan harus dikobarkan dan bukan disia-siakan ataupun untuk melakukan agenda pribadi. Itu diberikan untuk memperlengkapi kita melakukan panggilan Tuhan.

“Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.” (1 Petrus 4:10)

Kasih setia Allah menopang setiap jemaat untuk berakar dan bertumbuh dalam kasih dan menjadi pribadi yang kuat manusia batiniahnya. Bagi kita yang memilih untuk mengasihi Tuhan, maka Ia akan memegang perjanjian dan kasih setiaNya sampai kepada anak cucu kita.

“Sebab itu haruslah kauketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan,” (Ulangan 7:9).

Kasih setia Allah yang kita alami akan memampukan kita menjadi orang yang dapat dipercaya, saling menghormati/menghargai dan saling peduli satu dengan yang lain guna membangun keluarga dan gereja yang kuat, untuk menghubungkan satu dengan yang lain demi kesatuan tubuh Kristus.

Pesan Tuhan bulan ini menjadi kekuatan bagi kita untuk tidak perlu takut karena melihat situasi yang semakin suram akhir-akhir ini. Kesetiaan Tuhan menopang kita untuk cakap menanggung segala perkara. Orang yang percaya kepada Kristus memiliki iman yang mengalahkan dunia. Jiwa kita akan tetap kuat di tengah guncangan dan krisis global karena pengharapan kita hanya di dalam Tuhan Yesus Kristus.

Kadang Tuhan ijinkan kita mengalami lembah kekelaman, situasi yang sulit dan mustahil dan penuh dengan gejolak, tapi justru di situlah kesempatan bagi Dia untuk menunjukkan kasih setia dan menyatakan kemuliaanNya. Orang yang sudah menerima Kristus telah diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Tuhan telah memerdekakan kita dari dosa, kutuk dan roh ketakutan agar kita berkemenangan dalam segala perkara.

“Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.” (1 Korintus 1:9)

Kita tidak akan dibiarkan berjalan sendiri menghadapi segala tantangan. Allah akan melindungi, memelihara dan melepaskan kita dari yang jahat. Tuhan adalah tempat perlindungan dan kubu pertahanan kita.

“Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok.” (Mazmur 91:4)

Dia berjanji menyertai gerejaNya sampai kepada akhir jaman karena kasih setia Tuhan kekal selamanya, Amen!

image source: https://www.marilynandsarah.org/2019/09/24/1-corinthians-19/

MEMAHAMI KEBERADAAN HATI NURANI

MEMAHAMI KEBERADAAN HATI NURANI

Dalam banyak kesempatan, anak-anak Tuhan suka makan daging yang lezat di tempat makan yang pemiliknya bukan anak Tuhan. Kalau pemiliknya bukan anak Tuhan, sangat mungkin daging yang lezat tersebut dilibatkan dalam ritual kepercayaan dari si pemilik rumah makan. Apakah anak Tuhan berdosa memakan daging yang lezat tersebut? Sebagian akan berkata, “Jangan makan, bisa saja daging tersebut dipersembahkan kepada berhala.” Tapi sebagian lagi berkata, “Tidak masalah memakannya, apa sih berhala itu, bukankah ada Tuhan yang berdaulat di atas berhala?” Inilah kira-kira situasi yang terjadi dengan umat Tuhan di kota Korintus dua ribu tahun yang lalu dalam 1 Korintus 8.
Situasi seperti ini dapat saja terjadi dalam berbagai bentuk di masa kini. Aktivitas ‘makan daging lezat’ dapat saja mengambil bentuk lain, seperti ‘berada di gedung bioskop’ dan yang lainnya. Perbedaan sikap yang terjadi dalam kasus seperti ini sering menjadi perdebatan dalam gereja; atau daripada berdebat, lebih baik dianggap tidak ada, ‘tahu sama tahu’. Apa yang sesungguhnya terjadi dalam kasus ini? Inilah perbedaan hati nurani yang dimiliki oleh setiap orang.
Mengapa kita perlu memahami keberadaan hati nurani? Di era penuaiaan yang terbesar dan yang terakhir ini gereja sangat membutuhkan kesatuan di tengah keberagaman. Pemahaman akan keberadaan hati nurani dan kesadaran akan adanya perbedaan hati nurani akan lebih memperkuat kesatuan gereja. Secara pribadi, pemahaman akan fungsi hati nurani juga akan memampukan seseorang menjadi orang yang berintegritas, yaitu orang yang melakukan apa yang dia yakini dan katakan. Karena itu, mari kita menyelidiki ‘hati nurani’ dalam terang Firman.
Apa yang Dimaksud dengan ‘Hati Nurani’?
Kata ‘hati nurani’ dalam bahasa Yunani, yaitu ‘suneidesis’, memiliki arti harfiah ‘persepsi bersama’ (co-perception). Ini adalah persepsi seseorang bersama dengan dirinya sendiri.
Kata ‘suneidesis’ dalam berbagai bentuk muncul sebanyak 30x dalam Perjanjian Baru.1 Ini berarti, Alkitab banyak berbicara mengenai hati nurani. Sebagian orang mungkin tidak menyadarinya, tapi kita ingin menjadi orang-orang yang menyadari keberadaan hati nurani ini sesuai yang Alkitab katakan.
Karena hati nurani adalah sebuah kesadaran (awareness) maka hati nurani akan mengimbau kita untuk melakukan apa yang kita percayai benar dan menahan kita dari perbuatan yang kita percayai salah.
Hati nurani berbeda dengan suara Tuhan atau hukum Tuhan. Ini adalah kemampuan alami manusia yang menilai dan menghakimi tindakan dan pikiran sesuai dengan standar tertinggi yang diketahuinya.2 Sebagai orang percaya, tentunya standar tertinggi kita dalam hal moral adalah Alkitab.
Martin Luther pernah berkata, “Hati nuraniku ditawan oleh Firman Allah.”
FIRMAN TUHAN TENTANG HATI NURANI
Karena itu, mari kita menyelidiki apa yang Alkitab katakan tentang hati nurani.
1. Setiap Orang Memiliki Persepsi yang Berbeda
Ada orang yang hati nuraninya lemah, yaitu orang yang melihat daging yang lezat itu sebagai persembahan berhala sehingga tidak memakannya (1 Korintus 8:7). Dalam istilah lain dikatakan, “orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja.” (Roma 14:2). Namun, di ayat yang sama, ada orang yang ‘kuat’ imannya yaitu mereka yang yakin bahwa ia boleh makan segala jenis makanan.
Perbedaan antara ‘lemah’ dan ‘kuat’ tidaklah menunjukkan perbedaan kualitas kerohanian seseorang; ini adalah perbedaan persepsi. Yang terpenting adalah sikap antar seorang terhadap yang lain, yaitu:
“Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu.” (Roma 14:3)
Makan atau tidak makan daging bukanlah masalah dosa atau tidak, karena:
“Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.”(Roma 14:17)
Tentang perbedaan hari nurani ini, John MacArthur menjelaskan:
“… Hati nurani yang lemah biasanya sangat sensitif dan aktif berlebihan akan hal-hal yang bukan dosa. Ironisnya, hati nurani yang lemah lebih mungkin menuduh daripada hati nurani yang kuat. Alkitab menyebutnya sebagai hati nurani yang lemah karena terlalu mudah terluka. Orang dengan hati nurani yang lemah cenderung kuatir akan hal-hal yang seharusnya tidak memprovokasi rasa bersalah bagi Kristen dewasa yang mengetahui kebenaran Allah.”
2. Setiap Orang Menaati Hati Nuraninya
Alkitab mengajarkan dalam Roma 14 dan 1 Korintus 8 bahwa melawan hati nurani, ketika kita tahu ia sedang memberikan peringatan yang tepat, adalah perbuatan dosa. Alkitab katakan:
“Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.” (Roma 14:23)
Dari ayat ini kita simpulkan bahwa tindakan yang dilakukan bukanlah dosa; itu menjadi dosa ketika dilakukan melawan hati nuraninya.
Paulus memperingatkan Timotius akan bahaya yang menimpa orang yang menolak kesaksian hati nuraninya. Ia meminta Timotius untuk “memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni.” Selanjutnya dikatakan,
“Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka.” (1 Timotius 1:18-19)
Harap diperhatikan bahwa ‘ketaatan’ kepada hati nurani ada batasannya. Hati nurani dapat menjadi tidak sensitif akan hal yang buruk (1 Timotius 4:2) dan menjadi jahat (Ibrani 10:22). Karena itu, ketika Allah menunjukkan lewat Firman-Nya bahwa hati nurani seseorang memberikan penilaian moral yang salah, maka hati nuraninya harus tunduk kepada Allah dan kemudian mengkalibrasi ulang hati nuraninya sehingga lebih seturut dengan Firman-Nya.
Inilah yang terjadi dengan Petrus dalam Kisah Para Rasul 10:9-16. Hati nurani Petrus melarangnya untuk menyantap makanan yang haram dan juga melarangnya untuk menerima orang yang tidak bersunat (gentiles) ke rumahnya. Bila Petrus melawan hati nuraninya untuk menerima orang bersunat ke rumahnya, sesungguhnya ia sudah berdosa. Akan tetapi, lewat sebuah penglihatan Allah berfirman,
“Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!”;
“Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.” (Kisah Para Rasul 10:13,15)
Lewat perintah Tuhan ini, hati nurani Petrus dikalibrasi ulang sehingga lebih sesuai dengan kehendak Allah. Inilah salah satu bentuk paradigma yang baru, yaitu ketika TUHAN memberikan pola yang baru dan kita diberikan cara melihat yang baru. Haleluya!
PRINSIP HATI NURANI
Tahun Paradigma yang Baru ini adalah momen yang sangat tepat untuk kita menghidupi prinsip-prinsip Firman Tuhan tentang hati nurani. Kita dapat mempraktikkan hal-hal sebagai berikut:
1. Didiklah hati nurani dengan membaca Firman Tuhan setiap hari menggunakan Bible Reading Plan (rencana membaca Alkitab) yang tersedia di aplikasi Alkitab digital. Dengan menggunakan rencana membaca yang tepat, kita dilatih untuk melihat gambaran Alkitab secara keseluruhan, terutama kaitan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru.
2. Diskusikan isi hati nurani kita dalam COOL, terutama ketika hendak mengambil sebuah keputusan moral. Sadari bahwa hati nurani setiap orang berbeda. Dalam kehidupan komunitas kudus, tuntunan Roh Kudus dan Firman Tuhan dinyatakan. (Kisah Para Rasul 15:1-21)
Bacalah buku-buku yang menjelaskan prinsip Alkitab tentang hati nurani dan etika Kristen. Bukan kebetulan kalau ada beberapa buku penting tentang hati nurani yang terbit beberapa tahun terakhir ini. Semuanya seolah-olah hendak mempersiapkan kita untuk memasuki Tahun Paradigma yang Baru. Martin Luther berkata,
“It is neither safe nor prudent to do anything against conscience.”
“Tidaklah aman atau bijaksana melakukan sesuatu melawan hati nurani”

image source: https://wiirocku.tumblr.com/post/184019906739/romans-1417-nkjv-for-the-kingdom-of-god-is

MEMAHAMI DAN MENGHIDUPI PARADIGMA YANG BARU

MEMAHAMI DAN MENGHIDUPI PARADIGMA YANG BARU

Tahun 2022 adalah Tahun Paradigma yang Baru (The Year of A New Paradigm) dan Tuhan memberikan ayat emas untuk tema ini yaitu Yesaya 43:18-21 dan Filipi 3:13-14.
Yesaya 43:18-19 berkata,
“firman-Nya: “Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.”

Tuhan berkata, janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala. Sekarang Tuhan membuat sesuatu dengan cara membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara, bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Inilah yang disebut dengan ‘paradigma yang baru’.

Tuhan berbicara kepada kita semua bahwa memasuki tahun 2022, Tuhan akan menolong dan membebaskan kita dari masalah-masalah yang terjadi dalam seluruh aspek kehidupan kita, apakah itu sakit penyakit, keluarga, pelayanan, bisnis, sekolah, masa depan dan lain-lain dengan cara yang baru atau paradigma yang baru.

Kita akan mengalami seperti yang terdapat dalam 1 Korintus 2:9,
Tetapi seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”

PARADIGMA YANG BARU
Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam memasuki tahun paradigma yang baru ini:
1. Paradigma adalah inisiatif dari Tuhan sendiri yang perlu diresponi oleh umat-Nya. Ada bagian yang Tuhan perbuat dan ada bagian yang harus dilakukan oleh umat-Nya.
2. Bagian Tuhan yaitu membuat sesuatu yang baru.
3. Bagian umat Tuhan yaitu melihat, mengetahui dan menerima apa yang Tuhan buat.

Caranya supaya kita mempunyai pola pikir paradigma yang baru yaitu melalui firman Tuhan dan Roh Kudus. Bukan kebetulan tema ‘Tahun 2021 adalah Tahun Integritas’ jadi hanya orang yang berintegritas atau yang menjadi serupa dengan gambar Yesus yang akan bisa mengerti dan meresponi dengan benar paradigma yang baru ini. Kita harus melakukan seperti yang tertulis dalam 1 Yohanes 2:6, bahwa kita yang percaya kepada Tuhan Yesus harus hidup sama seperti Kristus telah hidup. Karena kita telah hidup sama seperti Kristus telah hidup, maka kita akan menjadi serupa dengan gambar-Nya.

Rasul Paulus mengingatkan kita melalui Filipi 3:13-14,
“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”

Orang yang berjumpa dengan Tuhan Yesus pasti mengalami perubahan paradigma; artinya memiliki paradigma yang baru. Setelah Rasul Paulus mengenal Tuhan Yesus, maka dia melupakan apa yang telah di belakangnya; artinya melupakan apa yang pernah dilakukan dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapannya, dan “berlari-lari kepada tujuan” artinya “mengejar sekalipun menderita untuk memperoleh hadiah yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Yesus Kristus”

Dalam Filipi 3:15 Rasul Paulus mengajak supaya kita semua “berlari-lari kepada tujuan” – artinya “mengejar sekalipun menderita” untuk memperoleh hadiah berupa mahkota. Jadi kita juga harus berpikir kita tidak hanya sekedar bisa masuk sorga saja, tetapi masuk sorga dengan hadiah berupa mahkota.

PERHATIKAN KEADAAN DIRIMU
Perikop Nabi Hagai 1-2:1a, itu adalah ajakan untuk membangun Bait Suci. Tuhan berfirman melalui Nabi Hagai kepada Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda dan Yosua bin Yozadak imam besar untuk mengajak bangsa Israel membangun Bait Suci. Tuhan menegur bangsa Israel, karena mereka hanya sibuk membangun rumahnya sendiri tetapi rumah Tuhan tidak dibangun dan tetap menjadi reruntuhan.
Tuhan berkata kepada bangsa Israel:
“Karena itu lihatlah keadaan dirimu,
Kamu menabur banyak tetapi membawa pulang hasil sedikit
Kamu makan tetapi tidak sampai kenyang
Kamu minum tetapi tidak sampai puas
Kamu mendapat upah tetapi tidak pernah cukup karena seperti ditaruh dalam pundi-pundi yang berlubang, yang artinya kemungkinan banyak pengeluaran yang tidak terduga seperti sakit, dicuri, ditipu, dirampok dan lain-lain.”

Teguran yang sama sekarang Tuhan berikan juga kepada kita, karena hari-hari ini banyak di antara kita yang sibuk memenuhi keperluan-keperluan kita secara jasmani, sedangkan manusia rohani kita tidak dibangun, tidak diperhatikan. Pertanyaannya: bagaimana dengan keadaan Saudara? Apakah sama dengan bangsa Israel pada waktu itu?

Tuhan berkata kepada bangsa Israel; bahwa kalau mereka membangun rumah Tuhan, maka mereka akan diberkati baik secara jasmani maupun rohani. Demikian juga Tuhan berbicara kepada kita kalau kita membangun manusia rohani kita sehingga akan menjadi serupa dengan gambar Yesus, maka Tuhan akan mencurahkan berkat secara jasmani dan rohani.

Tuhan mengingatkan kita bahwa paradigma yang lama yaitu pola pikir duniawi yang berdampak kepada kehidupan duniawi akan berujung kepada kebinasaan. Karena itu miliki dan hidupi paradigma yang baru sehingga kita akan menjadi serupa dengan gambar Yesus. Kita akan menjadi orang yang berintegritas. Kita akan menjadi orang yang mencari dan memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sehingga pada saat Tuhan Yesus menjemput kita gereja-Nya, kita akan ikut dalam pengangkatan dan masuk sorga dan akan bersama-sama dengan Tuhan Yesus selama-lamanya.

Kembali kepada ayat emas yang Tuhan berikan kepada kita dalam Yesaya 43:21 yang berkata,
“Umat yang telah kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku.”

Tuhan akan menolong kita dalam seluruh aspek kehidupan kita untuk memasuki tahun 2022 dengan paradigma yang baru karena kita adalah umat Tuhan dan kita diminta untuk memberitakan kemasyhuran Tuhan. Kita harus menyelesaikan Amanat Agung dalam Era Pentakosta Ketiga ini. Yang mau katakan: “Amin!”

1 Petrus 2:9 berkata:
“Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:”

Ingat tugas utama kita adalah memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia. Tugas kita untuk menyelesaikan atau menuntaskan Amanat Agung.

IMAMAT YANG RAJANI
Arti “Imamat yang Rajani” adalah
1.Imam Kepunyaan Raja atau Imam yang Melayani Raja
Jadi kita melalui Tuhan Yesus Kristus sudah menjadi imam di hadapan Allah yang artinya kita melayani Dia – Raja di atas segala Raja, untuk taat kepada segala perintah-Nya dan untuk menyenangkan hati-Nya.
2.Status Kita sebagai Imam dan Raja
Sesuai dengan Wahyu 5:10 yang berkata: “Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.”

Semua ini terjadi karena sesuai dengan Wahyu 5:9, bahwa kita sudah dibeli dengan darah Yesus. Pertanyaannya dibeli dari siapa? Sesuai dengan Kisah Para Rasul 26:18 bahwa sebelum kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita berada di bawah kuasa Iblis. Jadi kita dibeli dengan darah Yesus dari tangan Iblis. Ingat kita adalah milik Tuhan Yesus, kita sudah dibeli dengan harga yang mahal yaitu darah Tuhan Yesus. Setelah itu Tuhan Yesus membuat kita menjadi suatu kerajaan dan kita menjadi imam bagi Allah kita dan memerintah sebagai raja di bumi.

MEMERINTAH SEBAGAI RAJA DI BUMI
Memerintah sebagai raja di bumi itu artinya:
1.Menyatakan kuasa Roh Allah seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus
Yaitu dengan mengusir setan, melenyapkan penyakit, menghardik badai. Jadi kita diberikan kuasa untuk melakukan hal-hal itu.
2.Menyatakan kehendak Allah dengan memberitakan keselamatan dan pengampunan dosa.
Matius 16:19 berkata: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
3.Memerintah sebagai raja di bumi bersama Kristus dalam kerajaan seribu tahun.
Wahyu 20:6 berkata:
“Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya.”
Haleluyah!

Mungkin ada di antara kita yang tidak sadar betapa dahsyat kuasa yang Tuhan berikan kepada kita. Mungkin ada di antara kita yang hidupnya selalu dalam kekalahan. Mungkin dalam masa pandemi ini terlalu banyak masalah-masalah yang kita hadapi sehingga ada yang tawar hati. Dan Tuhan ingatkan kepada kita dalam Amsal 24:10 yang berkata: “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.”

Bangkitlah dan ingatlah bahwa kita adalah imamat yang Rajani yang artinya kita adalah imam-imam bagi Allah kita dan kita memerintah sebagai raja di bumi ini. Kita harus senantiasa hidup dalam kemenangan.

PERSEMBAHAN SULUNG
Memasuki tahun 2022, Saya katakan bahwa Persembahan Sulung adalah paradigma yang baru untuk memberkati umat-Nya yaitu Saudara dan saya. Kalau Saudara percaya, katakan: “Amin!”

Amsal 3:9-10 berkata:
“Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, limpah dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.”

Persembahan Sulung untuk tahun 2022 adalah seluruh penghasilan yang kita peroleh pada bulan Januari 2022 dan diberikan pada bulan Februari tahun 2022 ini sudah kita lakukan lebih dari 10 tahun. Persembahan Sulung adalah hasil pertama yang merupakan hasil terbaik secara kualitas dan kuantitas. Hasil pertama dari gaji kita, bukan sisa-sisa. Ini merupakan referensi dari catatan kaki ayat Amsal 3:9-10 dari The Apologetics Study Bible dan catatan Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan seri Life Application Study Bible versi Injili.

Dalam Alkitab Tuhan Yesus sendiri yang menyinggung tentang memberikan persembahan dari seluruh penghasilan dari seorang janda miskin dalam Markus 12:41-44 di sini Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”

Di sini Tuhan Yesus tidak melihat besarnya jumlah persembahan, tetapi melihat berapa persen dari penghasilan yang di persembahkannya. Janda miskin ini telah memberikan seluruh penghasilannya. Persembahan ini adalah persembahan yang terbaik. Tuhan Yesus memberikan yang terbaik kepada kita, yaitu nyawa-Nya. Karena itu kita harus memberikan persembahan yang terbaik buat Tuhan Yesus. Memang Persembahan Sulung ini bukan suatu paksaan, tetapi merupakan ekspresi ucapan syukur atas kasih, berkat, penyertaan dan pertolongan Tuhan.

Akhirnya uraian ini saya tutup dengan Amsal 11:24-25 yang berkata:
“Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya,
ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.
Siapa banyak memberi berkat, akan diberi kelimpahan,
siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.”

Ringkasan Kotbah Bapak Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo

image source: https://open.life.church/resources/2916-1-peter-2-9

KASIH ALLAH KEKAL SELAMANYA

KASIH ALLAH KEKAL SELAMANYA

Waktu kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, kita telah menerima hidup yang kekal. Kasih Allah yang dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh KudusNya (Roma 5:5b) membuat kita percaya bahwa kita memiliki hidup yang kekal.

Roh Kudus bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah (Roma 8:16). Dengan itu kita dapat percaya bahwa kita juga telah menerima kasih yang kekal. Kasih Allah yang kekal yang telah dicurahkan ke dalam hati akan memampukan kita untuk meresponi kasih Allah yaitu mengasihi Allah dan mengasihi orang lain.

Dengan kekuatannya sendiri manusia tidak akan mampu melakukan Perintah Agung Tuhan dalam Matius 22: 37 dan 39 untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi serta mengasihi sesama seperti diri sendiri.

Kasih manusia itu bersyarat, berdasarkan apa yang dilihat, rasa dan emosi. Dunia dan manusia duniawi sesungguhnya tidak mengenal kasih Allah. Kasih model dunia bersifat self-centered yang sarat dengan keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (1 Yohanes 2:16).

Apa yang dunia sebut dengan kasih sebenarnya adalah hanya berupa hawa nafsu, hasrat atau keinginan terhadap sesuatu objek atau situasi demi memenuhi kebutuhan emosi/self. Tidak heran jika objek atau situasi tersebut sudah tidak lagi menarik, maka hasrat atau keinginan manusia terhadap sesuatu itu akan pudar/hilang (tidak bersifat kekal).

Demikian pula jika kita mengasihi orang lain dengan kasih model dunia, kita akan cenderung menghakimi orang lain jika apa yang kita inginkan atau harapkan dari orang tersebut tidak tercapai. Kalau orang tersebut tidak lagi menyenangkan atau menguntungkan, maka kita cenderung merendahkan, menghindarinya bahkan membencinya.

A. KASIH ALLAH

1. Bersifat kekal dan tidak bersyarat karena Dialah Kasih itu sendiri.

Kasih Allah sangat berbeda dengan cara pandang dunia. Kasih Allah tidak berdasarkan emosi/mood, tidak melihat rupa, untung rugi atau penilaian menurut ukuran manusia. Kasih Allah dalam Kristus Yesus selalu sejalan dengan kebenaran (Yohanes 1:14). Kasih Allah kekal tidak berkesudahan.

“Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.” (1 Korintus 13:8)

2. Membuat kita hidup dalam kasih dan kekekalanNya.

Waktu kita masih berdosa, Allah telah mengasihi kita. Setelah lahir baru, kita meresponi kasih Allah tersebut dengan iman. Selanjutnya Roh Kudus akan mengajar dan membawa kita untuk berakar, bertumbuh dan berjalan dalam kasihNya. Artinya iman kita bekerja oleh kasih. Iman tanpa perbuatan atau demonstrasi kasih tidak memiliki validitas. Perbuatan tanpa motivasi kasih sama sekali sia-sia atau tidak berguna karena tidak memiliki nilai kekekalan (1 Korintus 13: 1-3).

3. Sempurna dan tidak pernah gagal atas hidup kita.

Kasih Allah bekerja dengan sempurna dalam kita, artinya memampukan kita melakukan kehendakNya. Walau banyak tantangan dan masalah, kita tidak perlu diintimidasi oleh roh ketakutan yang membuat kita gagal. Jika kita tinggal dalam kasihNya yang sempurna, kita akan selalu berkemenangan.

“Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.” (1 Yohanes 4:17-18).

B. MENGASIHI ALLAH

Kita diselamatkan bukan untuk mengasihi dunia ini dan memuaskan ‘self’, melainkan agar dapat mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan kekuatan dengan kasih yang kekal (Matius 22:37-39) dalam ketulusan/kemurnian. Secara singkat, ada 4 jenis kasih yang ada dalam diri manusia:

– Agape :
Kasih sejati yang didemonstrasikan oleh Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib/the ultimate sacrifice (Yohanes 3:16). Orang yang sudah menerima Kristus Yesus dapat mengimpartasikan kasih sejati ini kepada sesamanya. Agape adalah kasih karena apa yang dilakukannya, bukan karena bagaimana perasaannya. Bukan sekadar sebuah gerakan hati yang lahir dari perasaan tetapi merupakan kehendak/pilihan yang sengaja dilakukan dengan tindakan : yang sejalan dengan kebenaran dan rela berkorban.

– Philia :
Kasih yang mendasari hubungan teman ini juga sifatnya tidak langgeng, karena sifat manusia cenderung mengasihani dirinya sendiri dan menilai sesuatu dari faktor untung rugi.

– Storge :
Storge adalah kasih persaudaraan karena ikatan darah, misalnya antara orang tua dan anak, dengan saudara kandung atau perasaan sayang terhadap orang lain melebihi sekedar pertemanan.

– Eros :
Kasih eros adalah daya tarik/perasaan suka pada orang lain karena hawa nafsu dari panca indera yang terangsang. Orang yang dikuasai eros cenderung dikuasai hawa nafsu sexual. Hanya dengan penundukan diri pada Tuhan dan penguasaan diri, setiap orang bisa mengendalikan kasih eros dalam dirinya tertuju hanya pada istri/suaminya.

Mengasihi Tuhan adalah komitmen setiap hari, bukan hanya waktu kita lahir baru atau jika keadaan serba menyenangkan dan diberkati. Mengapa demikian? Karena Tuhan Yesus, yang telah menyerahkan nyawaNya bagi kita memang layak untuk dikasihi.

“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13)

Pada kenyataannya banyak sekali gangguan yang membuat kita cenderung melupakan hal terpenting dalam hidup ini : membangun hubungan kasih dengan Allah. Tanpa sadar Tuhan Yesus hanya ditempatkan sebagai objek agamawi yang cukup dibicarakan sekali seminggu di gereja.

Seseorang tidak bisa mengasihi dunia sekaligus mengasihi Allah. Tidak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Keduanya bertolak belakang sehingga akan terjadi konflik dalam batin. Kalau seseorang mengasihi dunia, maka kasih akan Allah tidak ada padanya (1 Yohanes 2: 15-16). Dengan mengikat persahabatan dengan dunia berarti menjadikan diri kita sebagai musuh Allah (Yakobus 4:4).

Orang yang tinggal dalam Kristus juga akan tinggal dalam kasihNya. Seberapa dalam kita intim dengan Roh Kudus, sebegitu pula kasih Allah menguasai hati kita, sehingga kita dimampukan untuk mengasihi Dia yaitu menaati perintahNya (Yohanes 14:15).

C. MENGASIHI SESAMA MANUSIA

Dunia ini mengajarkan bagaimana meraih keuntungan sebanyak mungkin demi memuaskan diri sendiri, sementara kasih Allah yang kekal mengajarkan untuk rela berkorban bagi orang lain (1 Yohanes 3:16).

Allah menempatkan kita dalam komunitas keluarga, gereja, orang percaya serta masyarakat supaya kita bisa belajar hidup dalam kasih dan mendemonstrasikan kasihNya. Kasih yang sejati diwujudkan dalam tindakan iman yang sesuai dengan kebenaran (bukan berdasarkan ukuran manusia, perasaan atau apa yang dilihat).

Kasih Philia, Storge dan Eros harus ditundukkan kepada Allah melalui kasih Agape yang sejalan dengan firman kebenaran. Kasih Allah yang kekal/tidak berkesudahan (Agape) didemonstrasikan kepada sesama manusia sesuai dengan 1 Korintus 13: 4-8

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.”

Perlu ketekunan untuk menjaga kasih yang semula dan tinggal dalam kasih Kristus. Jangan ijinkan semua gangguan (masalah, tantangan, hawa nafsu keinginan, asumsi dan emosi yang negative) membuat kasih kita menjadi dingin. Ketakutan, menjadi kecewa, pahit, bersungut-sungut dan mundur adalah tanda bahwa kita sudah kehilangan kasih Allah.

Bangun dan pertahankan keintiman dengan Roh Kudus, jagalah hati dengan segala kewaspadaan. Jangan biarkan kasih yang semula menjadi dingin. Tanpa kasih semua yang kita lakukan akan sia-sia. Kasih Allah memampukan kita mengasihi Allah (taat kepadaNya), mengasihi orang lain terutama yang sukar dikasihi, untuk saling melayani dan berkorban. Kasih Allah memberikan kekuatan di tengah lembah kekelaman, memampukan kita untuk berkemenangan dan bertahan sampai garis akhir.

Ijinkan Roh Kudus membawa kita semakin berakar dan bertumbuh dewasa untuk memiliki paradigma yang benar akan kasih Allah. Panggilan termulia kita adalah mengasihi Allah dan sesama dengan kasih Agape, kasih yang kekal dan tidak binasa sampai Maranatha!

image source: https://www.redbubble.com/i/art-board-print/John-15-13-christian-bible-verse-by-imjenn/51689181.TR477

LIMA ALASAN KITA MEMUJI DAN MENYEMBAH TUHAN

LIMA ALASAN KITA MEMUJI DAN MENYEMBAH TUHAN

Dalam gereja pujian dan penyembahan adalah nadi utama dalam ibadah. Pujian dan penyembahan dipandang bukan hanya sebagai bagian dari liturgi saja, tetapi menjadi momen perjumpaan antara Tuhan dengan jemaat. Lawatan dan kuasa Roh Kudus terjadi begitu kuat dalam sesi pujian dan penyembahan sehingga jemaat juga merasakan secara nyata hadirat Tuhan di gereja.
Penekanan pujian dan penyembahan tidak hanya diperuntukkan untuk pelayan, pemuji dan penyembah saja, tetapi setiap orang percaya diajak untuk mengalami dan hidup akrab dengan hadirat Tuhan setiap harinya.

Bagi kita yang sudah cukup lama berada di gereja ini mungkin sudah paham tentang penyembahan, tetapi generasi baru, atau orang baru bertobat, mungkin bertanya: “Kenapa sih kita harus menyembah Tuhan?” atau “Kenapa gereja kita selalu bicara mengenai pujian dan penyembahan?” Setidaknya ada 5 alasan mengapa kita menyembah Tuhan.

LIMA ALASAN MENGAPA KITA MENYEMBAH TUHAN:
Kita Diciptakan untuk Memuliakan Dia 
Di dalam ayat Yesaya 43:6-7 dikatakan bahwa: 
“Aku akan berkata kepada utara: Berikanlah! dan kepada selatan: Janganlah tahan-tahan! Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung bumi, 
semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!” Ayat ini mengajarkan bahwa hidup kita seharusnya membawa kemuliaan bagi Tuhan. Ada banyak cara untuk kita membawa kemuliaan bagi Tuhan, salah satunya adalah dengan menyembah Tuhan lewat suara kita, tepuk tangan atau tarian.
Bayangkan, betapa spesialnya manusia: diciptakan dengan pita suara dan kemampuan artikulasi nada. Bahkan telinga kita bisa membeda-bedakan melodi. Kita diciptakan dengan tangan dan kaki untuk bergerak dan berjalan. Nah, sekarang kita menggunakan semua pemberian Tuhan tersebut: baik suara, telinga, tangan, dan kaki untuk memuliakan Tuhan lewat pujian dan penyembahan.
Karena Karya-Nya yang Luar Biasa dalam Hidup Kita
Kita telah ditebus dengan darah-Nya, dan menjadi umat kepunyaan-Nya, seperti yang tertulis di dalam 1 Petrus 2:9, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, 
bangsa yang kudus umat kepunyaan Allah sendiri,
supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia,
yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:”Kalau kita baca bahasa Inggrisnya dari terjemahan NIV, dikatakan:
“that you may declare the praises of Him who called you out of darkness…”.
Kita dipanggil dan dipilih untuk mendeklarasikan puji-pujian tentang Allah yang begitu besar dan luar biasa. Bagaimana kita mendeklarasikan puji-pujian tentang Allah? Yaitu dengan memuji dan menyembah Dia dengan segenap kekuatan kita. 
Tuhan Yesus menebus kita di atas kayu salib supaya kita dipindahkan dari kerajaan gelap kepada terang-Nya yang ajaib. Bukankah sebuah kehormatan jika kita bisa menggunakan hidup ini untuk mendeklarasikan puji-pujian kepada-Nya? Keselamatan itu mahal harganya, dan kita tidak mampu membayar itu– karena kasih karunia dan melalui imanlah kita diselamatkan. Respon orang percaya yang sudah diselamatkan adalah mengisi hidupnya dengan pujian dan penyembahan kepada Tuhan.
Karena itu Perintah Tuhan Sendiri
Jikalau kita membaca di dalam kitab Mazmur 150, ada banyak sekali kata-kata ‘Pujilah!’ Bahkan ada lebih dari 10 kali kata pujilah digunakan dalam Mazmur 150 di antaranya adalah:
“Pujilah Tuhan dengan tiupan sangkakala” (ay. 3)
“Pujilah Tuhan dengan ceracap yang berdenting” (ay. 5)
“Pujilah Tuhan dengan rebana dan tari-tarian” (ay. 4).
Kalau bahasa Indonesia menggunakan kata akhir “-lah” artinya itu adalah perintah. Bukankah kita perlu melakukan perintah Tuhan, Saudara? Mazmur 103:1 juga berkata, “Pujilah TUHAN, hai jiwaku Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!“
Bukan hanya dengan alat musik dan tari-tarian, tetapi kita juga memuji Tuhan dengan segenap jiwa dan batinku. Itulah mengapa gereja kita menekankan pujian dan penyembahan. Kapan terakhir kali kita menyembah Tuhan dengan segenap hati dan jiwa?
Mungkin sebagian kita berkata: “Ah, suaraku tidak bagus” atau “Ah, aku tidak suka nyanyi”. Apa pun alasan kita, suka atau tidak suka, perintah Tuhan tetap sama: Pujilah Dia! Memuji dan menyembah Tuhan bisa dikatakan sebagai sebuah ketaatan kepada kebenaran Firman. Dan kita tahu ketaatan kepada perintah-Nya membawa berkat tersendiri.
Karena Dia Senang Melihat Anak-anak-Nya Menyembah dan Memuji Dia
Di dalam Mazmur 147:1 dikatakan, 
“Sungguh bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah” 
Mari kita tarik perspektif kita ke dalam paradigma yang baru. Selama ini kita mungkin melihat penyembahan dari sisi manusianya: kita yang membawa persembahan ke mezbah Tuhan, kita yang bekerja dan mengusahakan agar terlihat baik. 
Tetapi pernahkah kita merenungkan penyembahan dari sisinya Tuhan? Bahwa Allah melihat penyembahan dari anak-anak-Nya itu baik dan indah; sebuah dupa yang harum di depan takhta-Nya. Allah tidak memusingkan suara kita bagus apa tidak, tetapi Allah lebih melihat hati setiap kita. 
Firman Tuhan di dalam 1 Samuel 16:7 jelas mengatakan bahwa manusia melihat apa yang di depan matanya, tetapi Allah melihat hati. Sebagai orangtua jasmani, tentu kita senang kalau anak-anak kita mengucapkan hal-hal yang baik tentang kita bukan? Terlebih lagi Bapa kita yang baik, Dia melihat penyembahan dari hati yang murni itu indah adanya.
Karena di Sorga Kelak akan Ada Puji-pujian untuk Selama-lamanya
Wahyu 5:13 berkata:
“Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!”
Kita menyembah Tuhan karena kita sedang mempersiapkan untuk kekekalan nanti. Kalau di dunia ini kita tidak suka dan tidak mau menyembah Tuhan, bagaimana nanti kita di sorga? Justru dunia adalah tempat latihan, persiapan untuk kita memasuki kekekalan, untuk memuji dan menyembah Tuhan selama-lamanya. Penekanan kepada kata ‘Anak Domba’ kembali menjelaskan karya keselamatan dari Yesus yang sempurna menebus dosa umat manusia di atas kayu salib. Dan setiap orang yang percaya adalah ‘imamat yang Rajani’ yang diberikan akses 24/7 untuk mempersembahkan korban syukur dan puji-pujian kepada Tuhan.
Sebagai rangkuman, ada 5 alasan kenapa kita menyembah Tuhan:
Karena kita diciptakan untuk kemulian nama-Nya
Karena kita telah ditebus lunas dengan darah-Nya
Karena Tuhan memberikan perintah untuk memuji Dia
Karena Allah senang mendengar umat-Nya memuji dan menyembah Dia
Karena kita akan menyembah Tuhan dalam kekekalan untuk selama-lamanya
Semoga dalam memasuki Tahun Paradigma yang Baru, kita diberikan Roh hikmat dan wahyu yang lebih lagi untuk bisa mengenal Dia dengan benar. Pengenalan akan Allah akan selalu membawa manusia tersungkur di kaki-Nya dan menyembah Dia. Halleluya, Amen!

image source: https://www.scripture-images.com/bible-verse/web/isaiah-43-7-web.php

PARADIGMA YANG BARU TERJADI MELALUI PROSES DI PADANG GURUN

PARADIGMA YANG BARU TERJADI MELALUI PROSES DI PADANG GURUN

firman-Nya: “Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara. Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung unta, sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara, untuk memberi minum umat pilihan-Ku; umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku.” (Yesaya 43:18-21)

Kalau dulu Allah membebaskan bangsa Israel dari kejaran Firaun dan pasukannya yang mati di laut merah, maka sekarang Israel dibebaskan dari perbudakan Babel dengan cara yang baru : mereka dibawa melewati keadaan padang gurun dan padang belantara. Ini adalah paradigma yang baru. Tuhan berkata :

“Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya?” (Yesaya 43: 18-19a)

Bagian Tuhan adalah memberikan paradigma atau sesuatu yang baru, yaitu membuat jalan di padang gurun dan membuat sungai di padang belantara karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.
Tujuan Allah menyelamatkan Israel dari perbudakan Babel yaitu karena mereka adalah umat pilihan Tuhan, yang dibentuk dan ditetapkan untuk memberitakan kemasyuran namaNya.

Padang gurun adalah suatu tempat yang dipenuhi dengan pasir, berbatu-batu, tidak ada pohon, gersang/tidak ada air, sangat panas pada siang hari dan sebaliknya sangat dingin pada malam hari, banyak binatang liar dan berbahaya. Padang gurun adalah tempat yang tidak nyaman untuk dijadikan sebagai tempat tinggal.

Padang gurun kehidupan berbicara tentang pemrosesan Tuhan dalam hidup kita. Terkadang Tuhan mengijinkan kita melewati masa yang sukar seperti keadaan di padang gurun, di mana kita harus menghadapi tantangan, ujian iman, pandemi yang menimbulkan krisis secara global, berada di antara manusia dunia yang semakin jahat (seperti domba di tengah serigala), berada dalam sistem pemerintahan dunia yang menghimpit dan menyeret orang-orang percaya, keadaan yang serba tidak pasti, dan lain sebagainya.

Tuhan punya cara yang unik untuk mendidik dan mendewasakan bangsa pilihanNya yaitu dengan menyerahkan mereka kepada kepemimpinan raja Babel, seperti yang tertulis dalam Yeremia 42:10-17 :

10) Jika kamu tinggal tetap di negeri ini, maka Aku akan membangun dan tidak akan meruntuhkan kamu, akan membuat kamu tumbuh dan tidak akan mencabut kamu; sebab Aku menyesal telah mendatangkan malapetaka kepadamu. 11) Janganlah takut kepada raja Babel yang kamu takuti itu. Janganlah takut kepadanya, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku menyertai kamu untuk menyelamatkan kamu dan untuk melepaskan kamu dari tangannya. 12) Aku akan membuat kamu mendapat belas kasihan, sehingga ia merasa belas kasihan kepadamu dan membiarkan kamu tinggal di tanahmu. 13) Tetapi jika kamu tidak mau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dengan mengatakan: Kami tidak mau tinggal di negeri ini!, 14) sebab pikirmu: Tidak! Kami mau pergi ke negeri Mesir, di mana kami tidak akan mengalami pertempuran, tidak akan mendengar bunyi sangkakala dan tidak akan menderita kelaparan; di sanalah kami akan tinggal!, 15) maka dengarkanlah sekarang firman Allah, hai sisa Yehuda: Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Jika kamu sungguh-sungguh berniat hendak pergi ke Mesir, dan memang kamu pergi dan tinggal sebagai orang asing di sana, 16) maka pedang yang kamu takuti itu akan menimpa kamu di negeri Mesir, dan kelaparan yang kamu gentarkan itu tidak putus-putusnya mengejar-ngejar kamu di Mesir, sampai kamu mati di sana.
17) Semua orang, yang berniat hendak pergi ke Mesir untuk tinggal sebagai orang asing di sana, akan mati karena pedang, kelaparan dan penyakit sampar; seorangpun dari mereka tidak ada yang terlepas atau terluput dari malapetaka yang Kudatangkan atas mereka.”

Bagi yang mau merendahkan hati untuk diproses, maka kasih karunia Tuhan akan menyertai dan memelihara kehidupan mereka (ayat 11-12). Tetapi buat yang tidak mau diproses atau memilih untuk nyaman dan keluar dari kehendak Tuhan, maka apa yang ditakutkan justru itu yang akan menimpa mereka (ayat 13-17).

“Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara” (Yesaya 43:19b)

Secara alami, kita tidak akan menjumpai jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara. Jika ada jalan di padang gurun dan sungai di padang belantara, maka itu adalah perkara yang supernatural/mukjizat.
Allah sanggup membuat hal-hal baru meskipun kita ada dalam masa yang sukar seperti di padang gurun sehingga :
“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1 Korintus 2:9)

Pemrosesan Tuhan atas kita melalui padang gurun kehidupan akan menghasilkan sesuatu yang ilahi dan mulia. Seperti seorang bapak yang sayang kepada anaknya, Allah yang mendidik dan mendisiplinkan, Dia juga yang menyertai serta membawa kita pada jalan kemenangan. Kasih setiaNya tidak pernah berubah kepada orang-orang yang mengasihi Dia.

Padang gurun akan membawa kita hidup dalam paradigma yang baru :

1. Proses Tuhan membuat akal budi terus-menerus diperbarui sehingga kita akan belajar untuk hidup dalam kebenaran dan dalam pertobatan. Zona nyaman membuat kita tidak belajar dan tidak berubah. Justru tantangan dan ujian membawa kita semakin mengenal Pribadi Allah dan melihat kemuliaanNya dinyatakan. Pembaruan akal budi membuat kita semakin mengasihi Tuhan dan tidak menjadi sama dengan dunia ( mengasihi dunia).

“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” (1 Yohanes 2: 15-17).

2. Tantangan dan ujian iman akan menghasilkan buah yang matang dalam ketekunan, menjadi utuh dan sempurna serta tidak kekurangan suatu apapun.

“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.” (Yakobus 1:2-4).

3. Padang gurun menjadikan kita semakin rendah hati dan bergantung penuh pada Tuhan.

“jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan, dan yang memimpin engkau melalui padang gurun yang besar dan dahsyat itu, dengan ular-ular yang ganas serta kalajengkingnya dan tanahnya yang gersang, yang tidak ada air. Dia yang membuat air keluar bagimu dari gunung batu yang keras, dan yang di padang gurun memberi engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkan-Nya hatimu dan dicobai-Nya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya.” (Ulangan 8:14-16).

4. Padang gurun membawa kita semakin mengerti dan melakukan kehendak/panggilan Allah.

“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,
Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:10,13-14).

“Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung unta, sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara, untuk memberi minum umat pilihan-Ku” (Yesaya 43:20)

Penghuni padang gurun melambangkan sifat orang-orang dunia yang tidak mengenal Allah (yang berperilaku seperti binatang hutan, serigala dan burung unta). Mereka akan melihat penyertaan, pemeliharaan, perlindungan serta mukjizat Tuhan atas orang percaya sehingga mereka memuliakan Tuhan. Tuhan akan membuat perbedaan antara orang benar dan orang fasik (Maleaki 3:16-18).

“umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku” (Yesaya 43:21)

Melalui padang gurun Tuhan membentuk kita sebagai bejana yang dapat dipakai untuk memberitakan kemasyhuranNya. Ia mengijinkan kita mengalami padang gurun bukan untuk mencelakakan atau menghancurkan tapi untuk membentuk kita dan memberikan hari depan yang penuh harapan. Tuhan mendidik Israel melalui perbudakan Babel untuk membentuk dan menjadikan mereka bangsa pilihan yang berkualitas unggul, mulia dan memiliki masa depan yang penuh harapan.

“Sebab beginilah firman TUHAN: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini. Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:10-11).

Oleh sebab itu, apapun ujian dan tantangan yang kita hadapi masa ini, percayalah kepada Tuhan dengan segenap hati dan jangan bersandar pada pengertian kita sendiri.

Lewat padang gurun, kita memiliki paradigma yang baru. Padang gurun perlu untuk mendewasakan iman, mengusir kebodohan, menjadikan kita tangguh, untuk belajar apa yang benar, hidup dalam pertobatan dan berbuah. Di padang gurun, kemuliaan Tuhan dinyatakan sehingga hidup kita menjadi jalan dan sungai-sungai (artinya menjadi berkat) bagi banyak orang.

Kasih karunia Allah melimpah atas mereka yang mau merendahkan hati untuk diproses. Penyertaan, perlindungan, damai sejahtera, jalan keluar dan kekuatan Dia berikan.
Allah akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaanNya. Segala perkara dapat kita tanggung dalam Kristus yang memberi kekuatan.

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
“Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:13,19)

image source: https://www.findshepherd.com/james-1-2-4-testing-of-your-faith.html

NEW PARADIGM

NEW PARADIGM

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,

tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,

sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:

apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Roma 12:2

Ketika melihat suatu peristiwa atau suatu hal, biasanya orang-orang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Misalnya ketika Musa mengutus 12 pengintai ke Tanah Perjanjian untuk menyelidiki, mereka melihat tanah yang sama, daerah yang sama, orang Kanaan yang sama, namun menyampaikan dua macam laporan yang berbeda. Sebagian mengatakan bahwa mereka tidak dapat masuk tanah itu, karena banyak raksasa dan beberapa berpendapat bahwa mereka dapat menaklukkan musuh karena Tuhan akan menolong menghadapi raksasa-raksasa tersebut. Mereka memiliki pandangan yang berbeda mengenai raksasa dan mengenai Tuhan. Cara orang memandang inilah yang secara umum dimaksud dengan paradigma.

PARADIGMA LAMA YANG DUNIAWI

Setelah kejatuhan Adam dan Hawa, tanpa sadar manusia dibentuk dan dipengaruhi oleh dosa sehingga menjadi serupa dengan dunia. Yang menjadi tujuan hidup adalah nilai-nilai atau konsep hidup yang dosa tawarkan sebagaimana yang rasul Yohanes tuliskan:

“Sebab semua yang ada di dalam dunia,

yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup,

bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.”

1 Yohanes 2:16

Dengan memegang konsep hidup yang seperti itu, maka cara berpikir, cara memandang dan pengambilan keputusan hanya berdasarkan kesenangan diri sendiri dan pemuasan hawa nafsu. Apa yang dikejar manusia adalah keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup. Semua yang diciptakan manusia diarahkan untuk mencapai keinginan tersebut. Manusia tidak menyadari keberadaan Tuhan dan tujuan Tuhan menciptakan manusia.

Pola pikir, sudut pandang atau paradigma lama, akan menghambat manusia untuk mengenal dan memahami jalan-jalan Tuhan. Orang akan hidup secara manusiawi semata-mata. Hidupnya sudah dicetak atau mengikuti pola dunia. Yang dilakukan bukan

kehendak Tuhan, namun kehendaknya sendiri yang sudah tercemar oleh dosa. Tujuannya adalah menjadi yang terbesar dan terhebat, agar mendapatkan kenikmatan dan penghargaan dari dunia ini. Namun itu melenceng dari tujuan Tuhan. Manusia perlu ditolong agar tidak menjadi serupa dengan dunia, namun menjadi serupa dengan Kristus.

PARADIGMA BARU

Cara pandang atau sudut pandang seseorang ternyata sangat penting. Cara pandang akan menentukan pengambilan keputusan dan tindakan orang tersebut yang pada akhirnya berpengaruh pada masa dengannya. Rasul Paulus menasihatkan jemaat:

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,

tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,

sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:

apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna…”

Roma 12:2

Proses kelahiran baru yang dialami orang percaya menghasilkan perubahan yang besar dalam hidupnya. Perjalanan menuju kematian kekal yang dipimpin oleh dosa, berbalik menjadi perjalanan menuju kehidupan kekal bersama Tuhan Yesus. Seiring dengan perubahan tersebut, cara pandangnya pun mengalami perubahan. Ada paradigma baru yang terbentuk oleh peristiwa keselamatan tersebut.

Puncak kehidupan seseorang terjadi ketika orang tersebut dapat menemukan dan menjalani kehendak Allah yang baik, berkenan dan sempurna dalam hidupnya. Hidup kita akan sungguh-sungguh memuliakan Tuhan dan berdampak bagi orang lain, karena melakukan kehendak-Nya tersebut.

Untuk mengetahui seluruh kehendak Allah, harus dimulai dari akal budi atau pikiran yang telah dibaharui. Tanpa memiliki paradigma yang baru, orang tidak mungkin dapat mengerti kehendak Tuhan. Tentu saja orang dapat meng-copy kegiatan baik yang dilakukan orang lain, namun itu belum tentu merupakan kehendak Tuhan atas dirinya. Orang percaya yang mau mengerti dan melakukan kehendak Allah harus mengalami perubahan akal budi atau perubahan paradigma.

JALAN KE ARAH PARADIGMA BARU

Rasul Paulus adalah contoh yang sangat baik bagaimana seseorang mengalami perubahan hidup dan perubahan paradigma. Nama sebelumnya adalah Saulus, seorang ahli Taurat yang sangat taat dan teguh menegakkan hukum. Sebagai anggota mahkamah agama di Israel yang sangat berkuasa atas kehidupan sosial dan keagamaan bangsa Israel, Saulus rela menjadi pelindung orang-orang yang menghukum mati Stefanus. Saulus juga mengambil bagian penting dalam upaya mengembalikan kepercayaan orang Yahudi yang percaya kepada Tuhan Yesus agar kembali kepada Yudaisme dengan

berbagai cara; termasuk menganiaya. Tujuan besarnya adalah membinasakan iman Kristen.

Dalam perjalanan ke Damsyik, Saulus mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus. Seketika hidupnya berubah, paradigmanya pun berubah. Saulus memiliki tujuan hidup yang baru yang sesuai dengan kehendak Allah yaitu mengabarkan Injil Keselamatan bagi semua orang.

Setelah lahir baru, kita ingin mengerti kehendak Allah dan melakukannya. Dari mana kita mulai? Kita dapat memiliki paradigma yang baru dengan mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh Firman dan Roh Kudus.

Rasul Paulus setelah berjumpa dengan Yesus, mengambil keputusan untuk mengikut Yesus dan memberitakan Injil sesuai dengan Firman Allah yang didengarnya. Firman Tuhan yang kita baca dan pelajari akan merubah paradigma kita, dari cara pandang duniawi menjadi cara pandang sorgawi. Roh Kudus yang ada dalam diri orang percaya akan menuntun dan mengajar orang percaya yang mau membuka hati, bergaul karib dan dengar-dengaran kepada-Nya. Kemudian kita mengambil keputusan untuk melakukan kehendak Allah.

Dengan paradigma baru, orang percaya melakukan kehendak Allah dengan kasih dan sukacita, mengetahui bahwa Tuhan menuntun pada kehidupan yang penuh berkat dan hidup kekal, bukan karena takut dan terpaksa. Orang yang melakukan hal baik dan benar dengan paradigma lama akan melakukannya hanya karena takut neraka dan takut susah. Tuhan mau kita mengetahui kehendak-Nya yang sempurna, termasuk motif dalam melakukannya. Orang yang mengasihi Tuhan akan menuruti segala perintah Tuhan.

DAMPAK PARADIGMA BARU

Memiliki paradigma yang baru dalam mengikut Tuhan adalah sebuah KEHARUSAN. Firman Tuhan menunjukkan dengan jelas bahwa kita harus meninggalkan cara hidup yang lama ketika kita berbalik untuk mengikut Tuhan. Cara hidup yang lama ini termasuk: pola pikir, tutur kata, tingkah laku dan perbuatan kita sehari-hari, di mana harus mengalami perubahan. Tidak boleh sama seperti dulu, ketika belum mengenal Tuhan. Ada pola, standar, peraturan yang baru, yang harus kita lakukan sekarang, yang seringkali bertolak belakang dengan apa yang kita percaya atau pegang selama ini.

Perubahan paradigma ini akan menghasilkan perubahan besar dalam hidup orang yang mengalaminya dan juga berdampak bagi orang-orang di sekitarnya.

Salah satu cerita yang terkenal di Alkitab adalah wanita di kota Sikhar yang berjumpa dengan Yesus di tepi sebuah sumur. Wanita itu mengisi hidupnya dengan kesenangan daging. Dia pasti tahu bahwa itu keliru, namun tidak berdaya. Ketika berjumpa dan bercakap-cakap dengan Yesus, hidupnya diubahkan dan tentu saja pola pikirnya mengalami perubahan. Tidak diragukan, keluarganya pun mengalami pemulihan. Lebih jauh, wanita yang sebelumnya dikenal sebagai pezinah, membawa orang-orang di

kotanya untuk percaya kepada Yesus. Dampak yang luar biasa, wanita itu membawa kebangunan rohani yang besar di kotanya.

Zakheus adalah seorang kepala pemungut cukai yang kaya raya tinggal di kota Yerikho. Pada zaman itu memungut cukai adalah profesi yang dipandang hina karena dianggap memeras bangsa Israel sendiri untuk kepentingan Romawi. Zakheus mendengar berita-berita mengenai Yesus dan penasaran ingin berjumpa dengan-Nya. Yesus menyapa Zakheus yang ada di atas pohon dan akhirnya makan di rumahnya. Ketika berjumpa dengan Yesus, hidup Zakheus berubah dan dia mengambil keputusan untuk memberikan setengah dari hartanya kepada orang miskin. Tidak diragukan, paradigmanya berubah terhadap uang. Dampak ekonomi dan sosial yang luar biasa terjadi di kota Yerikho saat itu. Banyak keluarga yang ditolong secara ekonomi akibat pertobatan dan perubahan paradigma Zakheus.

Tuhan menghendaki kita meninggalkan paradigma lama yaitu pola pikir duniawi yang menuntun pada kehidupan duniawi yang berujung pada kebinasaan kekal dan beralih kepada kehidupan baru dengan pola pikir atau paradigma baru, yang menuju hidup kekal. Hidup baru adalah hidup dalam kebenaran, selalu dituntun oleh Firman dan Roh-Nya yang akan selalu mengubah paradigma kita.

Dengan paradigma baru kita akan mengetahui kehendak Allah dan menurutinya. Dampaknya adalah hidup, keluarga, pelayanan, cara berbisnis dan bekerja pun akan berubah.

image source: https://abreezycreation.com/products/romans-12-2-rustic-scripture-art

TITIK BALIK KEHIDUPAN RASUL PAULUS SETELAH BERJUMPA DENGAN TUHAN YESUS

TITIK BALIK KEHIDUPAN RASUL PAULUS SETELAH BERJUMPA DENGAN TUHAN YESUS

“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Filipi 3:7-8)

Rasul Paulus dilahirkan di kota Tarsus, tanah Kilikia, Turki bagian selatan (KPR 9:11; 21:39; 22:3). Ia adalah seorang Yahudi dari suku Benyamin (Filipi 3:5) yang berbahasa Yunani dan memegang teguh tradisi dan hukum Taurat. Secara sah Paulus memiliki kewarganegaraan Romawi, dibesarkan di Yerusalem dan dididik dengan teliti dibawah pengawasan Gamaliel, seorang pemimpin agama Yahudi terkemuka yang sangat disegani.

Paulus merupakan salah satu tokoh muda golongan Farisi yang sangat berpotensi (Galatia 1:14). Ia tidak hanya setia terhadap hukum Taurat dan adat istiadat para leluhurnya, melainkan juga menjadi seorang Farisi garis keras. Dengan kemarahan yang meluap-luap, ia memburu dan menyiksa murid-murid Tuhan serta memaksa mereka menyangkal imannya demi kesetiaannya kepada hukum Taurat (KPR 26:11; Galatia 1:13-14). Ia menganggap Yesus telah meniadakan/merusak tradisi nenek moyang dan hukum Taurat, serta menganggap semua orang Kristen sebagai musuh yang harus dibinasakan.

Perjumpaan dengan Tuhan Yesus dalam perjalanan ke Damsyik telah menjadi titik balik (turning point) yang mentransformasi seorang Paulus dari hati yang murni. Dari hanya mengerti hukum Taurat menjadi percaya dengan iman akan kasih karunia Tuhan (KPR 9:1-31, 22:1-22, 26:9-24). Selama ini sebagai ahli Kitab Suci dan Taurat, Paulus cenderung menempatkan Allah sebagai ‘objek’ pemikirannya. Cara pandang manusiawi dan intelektualitasnya ia gunakan untuk memahami Allah. Memang Paulus sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Dia mengejar kebenaran bukan karena iman tetapi karena perbuatan yaitu dengan melakukan hukum Taurat.

Akan tetapi karena kasih karunia, Allah berkenan menyatakan AnakNya di dalam dia.

“Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia” (Galatia 1:15-16).

Paulus kemudian mengerti bahwa kebenaran Allah bukan didasarkan pada melakukan hukum Taurat, melainkan didasarkan pada penyataan Allah di dalam Kristus dan melalui iman kepada-Nya (Roma 3:21-23).

Bertolak dari pengalaman ini Paulus memiliki cara pandang yang baru, di mana ia memahami bahwa Allah (yang selama ini giat dia layani) mewujudkan diriNya dalam Kristus Yesus yang telah disalibkan, mati dan bangkit untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya kepadaNya.

Ada 3 perubahan paradigma yang mengubah Paulus setelah berjumpa dengan Tuhan Yesus :

1. Dari hidup di bawah hukum Taurat menjadi di bawah hukum kasih karunia.

Bahwa keselamatan merupakan kasih karunia/pemberian Allah yang diterima dengan iman, dan bukan hasil usaha manusia (Efesus 2:8-9). Segala usahanya untuk giat melakukan hukum Taurat dengan kekuatan sendiri adalah sia-sia karena tidak seorangpun dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat; tetapi orang benar akan hidup oleh iman, bukan oleh pikiran dan/atau perasaan (Galatia 3:11).

Orang yang sudah menjadi ciptaan baru dalam Kristus tidak akan dikuasai lagi oleh dosa karena tidak berada di bawah hukum Taurat tetapi di bawah kasih karunia (Roma 6:14). Oleh sebab itu, perintah dan kehendak Allah dilakukan bukan karena paksaan/seperti Taurat tetapi karena hak bebas digunakan untuk taat kepadaNya atas dasar kasih. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan seseorang dari hukum dosa dan hukum maut (Roma 8:2).

2. Menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus-menerus mengalami pembaruan dalam roh dan pikiran oleh firman Tuhan.

Paulus mengalami pembaruan akal budi melalui proses panjang sehingga ia semakin mengerti mana kehendak Allah : apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna (Roma 12:2). Hidup yang dipimpin Roh Kudus (oleh iman) akan rela menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru.

“Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging…jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat”(Galatia 5:16,18).

Orang yang hidup dipimpin oleh Roh otomatis tidak akan mau hidup dalam kedagingan karena keinginan Roh bertentangan dengan keinginan daging (tidak bisa berjalan bersama-sama).

3. Perubahan arah dan tujuan hidup yaitu berjalan dalam panggilan Allah.

Paulus melupakan apa yang telah di belakangnya (dosa, kedagingan, ambisi/visi pribadi, intelektual, semua pencapaiannya) dan mengarahkan diri kepada apa yang di depannya serta berlari-lari kepada tujuan yaitu panggilan surgawi (hidup dalam visi Kristus dan melakukan kehendak Allah pada jamannya).
Allah telah memilih dan memanggil dirinya untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa non Yahudi (Gal. 1:13-16) agar mereka juga dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepadaNya, yang disucikan oleh Roh Kudus (Roma 15:16).

Panggilan dan pelayanan Paulus 2000 tahun yang lalu telah memberi dampak sampai kepada kita yang hidup di akhir jaman ini. Lewat pewahyuan yang disingkapkan Roh Kudus kepada Paulus melalui surat-suratnya, bangsa-bangsa yang berjalan dalam kegelapan bisa melihat terang/mengenal Allah yang benar.

Perubahan paradigma karena Kristus telah menjadikan Paulus murid Kristus yang sejati. Sekalipun mengalami tantangan, aniaya dan kesulitan :

“Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa; dalam kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran, dan kemurahan hati; dalam Roh Kudus dan kasih yang tidak munafik; dalam pemberitaan kebenaran dan kekuasaan Allah; dengan menggunakan senjata-senjata keadilan untuk menyerang ataupun untuk membela, ketika dihormati dan ketika dihina; ketika diumpat atau ketika dipuji; ketika dianggap sebagai penipu, namun dipercayai, sebagai orang yang tidak dikenal, namun terkenal; sebagai orang yang nyaris mati, dan sungguh kami hidup; sebagai orang yang dihajar, namun tidak mati; sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu” (2 Korintus 6: 4-10).

Paulus terus berlari-lari (terus mengejar, bertekun, rela membayar harga) untuk memperoleh mahkota.

“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:13-14)

Demikian pula kita, di tahun Paradigma yang baru ini, Tuhan akan memurnikan, mendewasakan dan membawa kita agar dapat dipakai sebagai bejana (seperti Paulus) yang memasyhurkan namaNya.

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”(Filipi 4:13), AMEN !

image source: https://www.pinterest.com/pin/440789882264140773/

PARADIGMA BARU DI DALAM TUJUH GUNUNG

PARADIGMA BARU DI DALAM TUJUH GUNUNG

“Firman-Nya: “Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu,
dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala!
Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh,
belumkah kamu mengetahuinya?
Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.
Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung unta,
sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun
dan sungai-sungai di padang belantara,
untuk memberi minum umat pilihan-Ku;
umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku.”
Yesaya 43:18-21

Gembala Pembina kita, Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo telah mendeklarasikan bahwa tahun 2022 adalah “Tahun Paradigma yang Baru” atau “The Year of a New Paradigm.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘paradigma’ berarti suatu ‘model/contoh’ dan juga berarti ‘kerangka berpikir’.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya untuk kita adalah: Paradigma baru di dalam hal apa sajakah yang harus terjadi di dalam kehidupan kita sebagai orang percaya yang masih hidup di bumi ini?

Dalam 2 Samuel 5 dan 6, kita mendapatkan kisah Daud membawa Tabut Perjanjian, yang adalah lambang kehadiran Allah; ke Yerusalem.
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan berkomentar bahwa ketika Daud mengangkut Tabut Perjanjian ke Yerusalem, ia mengubah kota tersebut menjadi pusat penyembahan dan ibu kota Israel. Ia menetapkan ibadah kepada Tuhan sebagai prioritas tertinggi Israel. Ia merestorasi bentuk penyembahan yang lama dengan bentuk yang baru. Perubahan paradigma di dalam penyembahan kepada Tuhan ini dapat menjadi suatu acuan bahwa perubahan paradigma pun dapat terjadi di segala aspek kehidupan orang percaya.

Mari kita tarik mundur pengertian kita tentang paradigma yang baru kepada kisah awal penciptaan. Philip Graham Ryken Ph. D, seorang teolog dari Amerika Serikat dan rektor dari Wheaton College; sebuah universitas Kristen, di dalam bukunya “What is The Christian Worldview?” menuliskan bahwa sejak awal penciptaan, Tuhan menciptakan manusia segambar dan serupa dengan Allah dengan tujuan agar manusia menguasai dan mengelola segala ciptaanNya dan tinggal ditaman Eden sambil menikmati hubungan yang intim dengan Allah.
Semua hal diciptakan Tuhan baik adanya, dan manusia diperintahkan untuk mengembangkan segala sumber daya yang ada secara maksimal agar manusia dapat menyatakan siapa Allah sebenarnya dan memenuhi bumi dengan kemuliaan-Nya. (Kejadian 2:15)

Tapi karena tertipu, Adam dan Hawa jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Sehingga manusia sibuk mencari kepentingan diri sendiri dan melupakan sang Pencipta.
Dengan adanya pengorbanan Yesus disalib maka manusia dipulihkan, status dan identitasnya.

Jadi manusia; secara khusus orang percaya, diperintahkan untuk memuliakan Tuhan melalui bidang-bidang kehidupan dengan mengelola dan mengembangkan talenta dan karunia dalam segala aspek kehidupan di dunia ini.
Dr. Bill Bright, pendiri dari gerakan Campus Crusade for Christ, dan Loren Cunningham, pendiri dari gerakan Youth With A Mission, pada saat yang hampir bersamaan menerima sebuah pewahyuan dari Tuhan mengenai bidang-bidang di mana orang percaya harus memberikan dampak, yang dikenal dengan sebutan The Seven Mountains of Influence/Ketujuh Gunung Pengaruh. Dalam perkembangan selanjutnya, ‘Tujuh Gunung’ ini dikenal dengan istilah ABCDEFG, yaitu:
1. Arts and Entertainment – Seni dan Hiburan
2. Business – Bisnis
3. Church – Gereja
4. Development of the Poor – Pelayanan kepada orang-orang miskin
5. Education – Pendidikan
6. Family – Keluarga
7. Government – Pemerintahan

Lalu apakah kaitan antara Daud membawa Tabut Perjanjian Allah ke Yerusalem dengan ketujuh gunung pengaruh tersebut? Untuk diketahui, Yerusalem yang sebelumnya adalah kota ‘sekuler’ milik orang Yebus dan secara geografis, di antara 7 gunung, Dipulihkan menjadi kota Allah, yang sering disebut sebagai Sion. Oleh sebab itu, hadirat Tuhan memenuhi seluruh bidang kehidupan di kota Yerusalem, bukan hanya di Tabut saja, namun ada dalam atmosfer ilahi. Saat Raja Daud masuk ke kota Yerusalem, ia bukan saja sedang merestorasi bentuk penyembahan kepada Tuhan. Melainkan, ia juga sedang merestorasi bidang-bidang kehidupan lain yang dapat ditafsirkan sebagai ketujuh gunung (A,B,C,D,E,F,G) yang disebutkan di atas.

Dalam Yesaya 43:18, Tuhan berfirman agar umat-Nya tidak lagi mengingat hal-hal yang dulu, artinya, bahkan kesuksesan yang pernah terjadi sebelumnya. Mengapa? Karena Tuhan akan memberikan hal-hal yang baru bagi umat-Nya, yaitu suatu kerangka berpikir baru agar umat-Nya dapat memberikan dampak di dalam bidang-bidang kehidupan di bumi ini.
Bagaimana caranya agar kerangka berpikir baru ini dapat memberikan dampak atau pengaruh bagi 7 gunung ini? Mari kita perhatikan kisah mengenai Stefanus, salah satu dari 7 orang yang dipilih oleh para rasul untuk melayani orang miskin, seorang yang penuh Roh dan hikmat. (Kisah Para Rasul 6:1-7)

Kelihatan pada awalnya sepertinya tugas yang diberikan kepada Stefanus ini sama sekali tidak bersifat spiritual. Namun, Stefanus dipilih karena ia penuh dengan Roh dan hikmat. Stefanus tidak dipilih untuk mengajar Firman atau untuk suatu tugas misi memberitakan Injil, tetapi Tuhan memakai Stefanus secara luar biasa di antara orang-orang yang dia layani. Dapat dikatakan bahwa Stefanus menemukan panggilan ilahi di tengah-tengah pekerjaan sehari-harinya. Karena penuh dengan Roh, bahkan Stefanus mengadakan banyak mukjizat dan tanda di antara orang banyak. (Kisah Para Rasul 6:8)
Di tengah-keadaan ini, mujizat terjadi-namun tetap saja ada orang-orang yang menentang Stefanus. Alkitab mencatat bahwa “mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”. (Kisah Para Rasul 6:10)
Stefanus berjalan dalam kuasa Roh dan ia membuat dampak yang besar bagi orang-orang di sekitarnya. Ia percaya bahwa ia dipanggil untuk membuat perubahan di di mana ia ditempatkan.

Dari kisah Stefanus kita dapati bahwa kita dapat membuat suatu restorasi di bidang apa saja di mana kita ditempatkan, saat kita berjalan di dalam kuasa Roh Kudus. Dengan kuasa tersebut, sama seperti Daud, kita dipakai ‘membawa’ hadirat Allah ke setiap bidang kehidupan di bumi, yang diwakili oleh ketujuh bidang kehidupan di atas. Membawa hadirat Allah dapat berarti menghadirkan doa, pujian penyembahan, mengimpartasikan nilai-nilai ilahi dari Kerajaan Allah, atau membawa otoritas yang disertai hikmat ilahi di marketplace.

Saat ini kita percaya bahwa Roh Kudus sedang dicurahkan secara luar biasa bagi anak-anak Tuhan menjelang kedatangan Kristus yang kedua kali ke dunia. Oleh sebab itu, kita percaya bahwa pemberdayaan ilahi ini bukan saja akan mempengaruhi gereja Tuhan secara khusus, tetapi juga akan membawa pengaruh bagi dunia secara umum, sebagaimana kita sebagai orang percaya, diutus Tuhan “seperti domba ke tengah-tengah serigala.” (Matius 10:16)

Tuhan Yesus dalam Amanat Agung-Nya, memanggil setiap orang percaya untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya. Kita pun dipanggil untuk membawa hadirat Tuhan dan membawa perubahan/pengaruh di dalam pekerjaan, keluarga, tempat pendidikan, media, tempat seni dan hiburan, pelayanan kepada kaum marginal, bahkan di pemeritahan kita.
Kita harus yakin bahwa melalui pemberdayaan Roh Kudus, kita dilengkapi dan dimampukan untuk membawa perubahan, pengaruh dan dampak di ketujuh aspek tersebut. Dengan demikian, terjadilah suatu perubahan paradigma yang akan membawa setiap jiwa-jiwa untuk semakin mengenal pribadi Kristus. Kita percaya bahwa inilah kerinduan Tuhan, yaitu saat Kerajaan-Nya menjadi nyata di dunia ini. Pertanyaannya, sudah siapkah anda menjadi agen perubahan paradigma baru?

image source: https://twitter.com/newsboys/status/1010885258139451393

Tahun 2022 adalah Tahun Paradigma Yang Baru

Tahun 2022 adalah Tahun Paradigma Yang Baru

TAHUN 2022 THE YEAR OF NEW PARADIGM

Sama seperti Rasul Paulus, kita juga harus berpikir, tidak hanya masuk sorga saja tapi masuk sorga dengan hadiah berupa mahkota. Karena itu mari kita responi, ajakan rasul Paulus untuk memiliki dan menghidupi paradigma yang baru.
Memiliki paradigma yang baru dalam mengikut Tuhan adalah suatu keharusan. Sekali lagi, suatu keharusan. Firman Tuhan berkata, kita harus meninggalkan cara hidup yang lama ketika kita berbalik untuk mengikut Tuhan.
Cara hidup yang lama atau paradigma yang lama termasuk pola pikir, tutur kata, tingkah laku, dan perbuatan kita sehari-hari harus mengalami perubahan. Jadi orang Kristen yang sudah lahir baru tetapi masih memakai paradigma yang lama, perlu bertobat, perlu bertobat!
Apa yang Alkitab katakan tentang paradigma yang baru? Roma 12:2 berkata: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Dalam Bahasa Yunani, kata yang dipakai untuk “budi” adalah “nous”, yang artinya pikiran, akal budi, pola pikir atau mindset, yang sama juga artinya dengan paradigma. Disini Tuhan menghendaki agar kita memiliki pikiran atau paradigma yang baru supaya kita tidak sama lagi dengan dunia ini dan mengerti kehendak Allah.
Sebelum bertobat, pola pikir dan cara hidup kita pasti sama dengan dunia ini. Tinggalkan itu, tinggalkan itu! Masuk ke dalam paradigma yang baru! Ingat, Paradigma yang lama akan menghambat kita untuk mengerti kehendak Allah. Ada pesan Tuhan yang kuat hari-hari ini yaitu agar kita mengerti dan melakukan kehendak Allah pada zaman ini.
Bagaimana supaya kita memiliki pola pikir atau paradigma yang baru? Yaitu melalui Firman Allah dan Roh Kudus. Karena itu baca Alkitab setiap hari. Renungkan, lakukan dan saksikan, dan selalu berkata “Penuhi kami dengan RohMu, ya Tuhan! Biarlah kami dituntun dengan Firman dan RohMu.”
Pada akhirnya diingatkan bahwa paradigma yang lama, yaitu pola pikir duniawi yang berdampak pada kehidupan duniawi akan berujung kepada kebinasaan akan kehilangan keselamatan. Karena itu, miliki dan hidupi paradigma yang baru. Kita akan menjadi serupa dengan gambar Yesus. Kita akan menjadi orang yang berintegritas, kita akan mencari dan memikirkan perkara-perkara yang diatas, bukan yang di bumi sehingga pada saat Tuhan Yesus datang menjemput kita, gerejaNya di awan-awan, kita akan diangkat dan masuk sorga dan akan Bersama-sama dengan Tuhan Yesus selama-lamanya.
Song: Hosana, Hosana di tempat yang tinggi, Hosana, Hosana di hati yang suci…
Jadi saudara-saudara, memasuki tahun 2022 yang Tuhan berikan tema Tahun Paradigma Yang Baru (The Year of a New Paradigm) maka ada 6 hal yang harus diperhatikan:
1. Tuhan sedang membuat paradigma yang baru dan kita harus menerimanya sebagai pola pikir dan cara pandang yang baru.
2. Tuhan akan menolong dan membebaskan kita dari masalah-masalah yang terjadi dalam seluruh aspek kehidupan kita dengan paradigma yang baru dan kita harus mengerti dan menerimanya.
1 Korintus 2:9 akan kita alami, yaitu: ”Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati…” akan kita alami karena kita mengsihi Tuhan Yesus.
3. Tuhan mengingatkan kita, sebagai orang Kristen yang sudah lahir baru, agar kita meninggalkan kehidupan duniawi yang disebut dengan paradigma yang lama untuk masuk ke dalam paradigma yang baru yaitu kehidupan sorgawi.
4. Untuk itu, kita harus melupakan apa yang ada di belakang kita yaitu kehidupan duniawi dan mengarahkan diri kita kepada apa yang ada di hadapan kita yaitu kehidupan sorgawi dan berlari-lari kepada tujuan yang artinya mengejar sekalipun menderita untuk memperoleh hadiah berupa mahkota, Kita harus berpikir tidak hanya masuk sorga saja, tetapi masuk sorga dengan mendapatkan mahkota. Katakan : “Amin!”
5. Kita harus meminta kepada Tuhan agar dipimpin dengan Firman dan RohNya, supaya kita bisa memahami dan menghidupi paradigma yang baru.
6. Dengan adanya paradigma yang baru ini apa yang Tuhan minta untuk kita lakukan, yaitu supaya kita memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia yang telah menyelamatkan kita. Supaya dalam era Pentakosta yang ke 3 ini kita menyelesaikan Amanat Agung dan setelah itu Tuhan Yesus datang kembali.
Song: Ku mau slalu bersyukur, slalu bersyukur, Kau Tuhan yang setia yang slalu menopang, Ku mau slalu bersyukur, slalu bersyukur, Kau Bapaku yang setia…
Mari bersyukur, meninggalkan tahun 2021. Apapun yang kita alami, enak maupun tidak enak, mari selalu bersyukur kepada Tuhan. Dan memasuki tahun 2022 kita juga bersyukur. Bapa urapi kami semua, supaya kita semua bisa memahami dan mengidupi paradigma yang baru.

Ringkasan Kotbah Pdt.Dr.Ir.Niko Njotorahardjo

image source: https://www.kcisradio.com/2016/06/18/romans-122-daily-verse/