TITIK BALIK KEHIDUPAN RASUL PAULUS SETELAH BERJUMPA DENGAN TUHAN YESUS

Home / Weekly Message / TITIK BALIK KEHIDUPAN RASUL PAULUS SETELAH BERJUMPA DENGAN TUHAN YESUS
TITIK BALIK KEHIDUPAN RASUL PAULUS SETELAH BERJUMPA DENGAN TUHAN YESUS

“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Filipi 3:7-8)

Rasul Paulus dilahirkan di kota Tarsus, tanah Kilikia, Turki bagian selatan (KPR 9:11; 21:39; 22:3). Ia adalah seorang Yahudi dari suku Benyamin (Filipi 3:5) yang berbahasa Yunani dan memegang teguh tradisi dan hukum Taurat. Secara sah Paulus memiliki kewarganegaraan Romawi, dibesarkan di Yerusalem dan dididik dengan teliti dibawah pengawasan Gamaliel, seorang pemimpin agama Yahudi terkemuka yang sangat disegani.

Paulus merupakan salah satu tokoh muda golongan Farisi yang sangat berpotensi (Galatia 1:14). Ia tidak hanya setia terhadap hukum Taurat dan adat istiadat para leluhurnya, melainkan juga menjadi seorang Farisi garis keras. Dengan kemarahan yang meluap-luap, ia memburu dan menyiksa murid-murid Tuhan serta memaksa mereka menyangkal imannya demi kesetiaannya kepada hukum Taurat (KPR 26:11; Galatia 1:13-14). Ia menganggap Yesus telah meniadakan/merusak tradisi nenek moyang dan hukum Taurat, serta menganggap semua orang Kristen sebagai musuh yang harus dibinasakan.

Perjumpaan dengan Tuhan Yesus dalam perjalanan ke Damsyik telah menjadi titik balik (turning point) yang mentransformasi seorang Paulus dari hati yang murni. Dari hanya mengerti hukum Taurat menjadi percaya dengan iman akan kasih karunia Tuhan (KPR 9:1-31, 22:1-22, 26:9-24). Selama ini sebagai ahli Kitab Suci dan Taurat, Paulus cenderung menempatkan Allah sebagai ‘objek’ pemikirannya. Cara pandang manusiawi dan intelektualitasnya ia gunakan untuk memahami Allah. Memang Paulus sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Dia mengejar kebenaran bukan karena iman tetapi karena perbuatan yaitu dengan melakukan hukum Taurat.

Akan tetapi karena kasih karunia, Allah berkenan menyatakan AnakNya di dalam dia.

“Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia” (Galatia 1:15-16).

Paulus kemudian mengerti bahwa kebenaran Allah bukan didasarkan pada melakukan hukum Taurat, melainkan didasarkan pada penyataan Allah di dalam Kristus dan melalui iman kepada-Nya (Roma 3:21-23).

Bertolak dari pengalaman ini Paulus memiliki cara pandang yang baru, di mana ia memahami bahwa Allah (yang selama ini giat dia layani) mewujudkan diriNya dalam Kristus Yesus yang telah disalibkan, mati dan bangkit untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya kepadaNya.

Ada 3 perubahan paradigma yang mengubah Paulus setelah berjumpa dengan Tuhan Yesus :

1. Dari hidup di bawah hukum Taurat menjadi di bawah hukum kasih karunia.

Bahwa keselamatan merupakan kasih karunia/pemberian Allah yang diterima dengan iman, dan bukan hasil usaha manusia (Efesus 2:8-9). Segala usahanya untuk giat melakukan hukum Taurat dengan kekuatan sendiri adalah sia-sia karena tidak seorangpun dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat; tetapi orang benar akan hidup oleh iman, bukan oleh pikiran dan/atau perasaan (Galatia 3:11).

Orang yang sudah menjadi ciptaan baru dalam Kristus tidak akan dikuasai lagi oleh dosa karena tidak berada di bawah hukum Taurat tetapi di bawah kasih karunia (Roma 6:14). Oleh sebab itu, perintah dan kehendak Allah dilakukan bukan karena paksaan/seperti Taurat tetapi karena hak bebas digunakan untuk taat kepadaNya atas dasar kasih. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan seseorang dari hukum dosa dan hukum maut (Roma 8:2).

2. Menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus-menerus mengalami pembaruan dalam roh dan pikiran oleh firman Tuhan.

Paulus mengalami pembaruan akal budi melalui proses panjang sehingga ia semakin mengerti mana kehendak Allah : apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna (Roma 12:2). Hidup yang dipimpin Roh Kudus (oleh iman) akan rela menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru.

“Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging…jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat”(Galatia 5:16,18).

Orang yang hidup dipimpin oleh Roh otomatis tidak akan mau hidup dalam kedagingan karena keinginan Roh bertentangan dengan keinginan daging (tidak bisa berjalan bersama-sama).

3. Perubahan arah dan tujuan hidup yaitu berjalan dalam panggilan Allah.

Paulus melupakan apa yang telah di belakangnya (dosa, kedagingan, ambisi/visi pribadi, intelektual, semua pencapaiannya) dan mengarahkan diri kepada apa yang di depannya serta berlari-lari kepada tujuan yaitu panggilan surgawi (hidup dalam visi Kristus dan melakukan kehendak Allah pada jamannya).
Allah telah memilih dan memanggil dirinya untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa non Yahudi (Gal. 1:13-16) agar mereka juga dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepadaNya, yang disucikan oleh Roh Kudus (Roma 15:16).

Panggilan dan pelayanan Paulus 2000 tahun yang lalu telah memberi dampak sampai kepada kita yang hidup di akhir jaman ini. Lewat pewahyuan yang disingkapkan Roh Kudus kepada Paulus melalui surat-suratnya, bangsa-bangsa yang berjalan dalam kegelapan bisa melihat terang/mengenal Allah yang benar.

Perubahan paradigma karena Kristus telah menjadikan Paulus murid Kristus yang sejati. Sekalipun mengalami tantangan, aniaya dan kesulitan :

“Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa; dalam kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran, dan kemurahan hati; dalam Roh Kudus dan kasih yang tidak munafik; dalam pemberitaan kebenaran dan kekuasaan Allah; dengan menggunakan senjata-senjata keadilan untuk menyerang ataupun untuk membela, ketika dihormati dan ketika dihina; ketika diumpat atau ketika dipuji; ketika dianggap sebagai penipu, namun dipercayai, sebagai orang yang tidak dikenal, namun terkenal; sebagai orang yang nyaris mati, dan sungguh kami hidup; sebagai orang yang dihajar, namun tidak mati; sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu” (2 Korintus 6: 4-10).

Paulus terus berlari-lari (terus mengejar, bertekun, rela membayar harga) untuk memperoleh mahkota.

“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:13-14)

Demikian pula kita, di tahun Paradigma yang baru ini, Tuhan akan memurnikan, mendewasakan dan membawa kita agar dapat dipakai sebagai bejana (seperti Paulus) yang memasyhurkan namaNya.

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”(Filipi 4:13), AMEN !

image source: https://www.pinterest.com/pin/440789882264140773/