Devotional Blog

Home / Archive by category "Devotional Blog" (Page 3)
PERSAHABATAN SEJATI: Daud dan Yonatan

PERSAHABATAN SEJATI: Daud dan Yonatan

“Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri.” 1 Samuel 18:3

Di dalam Alkitab kita akan menemukan seorang persahabatan sejati yaitu persahabatan antara Daud dan Yonatan. Alkitab menyatakan, “Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri.” (1 Samuel 18:1). Kata berpadulah artinya terjalin begitu erat dan kuat, tak terpisahkan. Kasih yang terjalin di antara keduanya melebihi kasih saudara kandung. Inilah kasih seorang sahabat sejati yang “…menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17). Atas dasar kasih inilah Yonatan dan Daud mengikat perjanjian dan saling berkomitmen. Perjanjian adalah bukti adanya kesatuan dalam hati dan jiwa.

Kasih seorang sahabat tidak melihat rupa, tingkat pendidikan, status atau pun pangkat. Yonatan, yang adalah putera raja Saul, tidak pernah merasa malu telah menjadikan Daud sebagai sahabatnya meski profesi Daud hanyalah seorang gembala. Perbedaan status bak langit dan bumi bukan jadi penghalang bagi keduanya untuk membangun sebuah persahabatan. Ketika Daud hendak terjun ke medan peperangan, Yonatan pun rela “…menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya.” (1 Samuel 18:4), padahal jubah dan perlengkapan perang adalah lambang kehormatan dan kedudukan. Namun inilah bukti kasih dan kerendahan hati Yonatan. Bukan hanya itu, Yonatan juga rela mempertaruhkan nyawanya demi Daud (baca 1 Samuel 20:30-34). Sahabat sejati pasti mau dan rela berkorban demi sahabatnya.

Setelah menduduki tahta Israel Daud tidak begitu saja melupakan janji dan komitmennya dengan Yonatan. Meski Yonatan telah tiada kasih Daud tidak berubah, terbukti dari tindakan Daud yang bersedia merawat anak Yonatan yaitu Mefiboset. Kata Daud, “Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku.” (2 Samuel 9:7).

Persahabatan sejati: ada kasih, kesetiaan dan komitmen.

Baca: 1 Samuel 18:1-5

PERSAHABATAN: Kasih Yang Tulus

PERSAHABATAN: Kasih Yang Tulus

“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Amsal 17:17

Walter Winchell, seorang wartawan dan juga komentator radio kenamaan Amerika berpendapat tentang arti seorang sahabat: “Sahabat adalah seseorang yang menghampiri Anda, menemani Anda, di saat orang lain meninggalkan Anda.” Artinya seorang sahabat yang sejati itu bukan hadir di kala senang saja, melainkan juga saat susah. Alkitab lebih jelas menyatakan bahwa “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu,” Kualitas seorang sahabat akan teruji saat sahabatnya sedang berada di ‘bawah’ atau jatuh. Karena didasari oleh kasih yang tulus, seorang sahabat akan tetap berada di sisi sahabatnya di segala keadaan dan mau menerima keberadaannya secara utuh apa adanya.

Selain itu sahabat adalah orang yang tidak hanya sekedar menyenangkan hati sahabatnya semata, tetapi juga mau menegor dan ditegor, mau mengoreksi dan dikoreksi, yang kesemuanya itu demi kebaikan bersama. Tidak seperti Yudas, meski secara kasat mata mencium Yesus, namun sesungguhnya ia menikam dari belakang dan mengkhianati Dia. “Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” (Amsal 27:6). Sikap yang ditunjukkan Yudas adalah bentuk persahabatan yang palsu, penuh kepura-puraan karena ada motivasi yang terselubung. Kasih yang tulus itu “…tidak mencari keuntungan diri sendiri.” (1 Korintus 13:5). Sahabat yang sejati juga akan menjaga komitmennya untuk tidak membuka rahasia pribadi sahabatnya ke orang lain demi kepentingan diri sendiri. Kasih itu “…Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (1 Korintus 13:7).

Oleh karena itu “Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib.” (Amsal 17:9). Kasih yang tulus identik dengan kesetiaan! Tanpa kasih mustahil seseorang akan menunjukkan kesetiaan dengan sungguh. Itulah sebabnya “Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;” (Amsal 19:22).

Kasih seorang sahabat tak lekang oleh waktu, penuh komitmen dan teruji kesetiaannya, semua dilakukan bukan karena terpaksa, tapi penuh kerelaan.

Baca: Amsal 17:1-28

Latest posts:

PERSAHABATAN: Adanya Keterbukaan

PERSAHABATAN: Adanya Keterbukaan

“Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” Amsal 27:6

Mungkin ada komentar, “Jaman sekarang ini adakah persahabatan sejati? Yang ada cuma kepentingan abadi saja!” Tidaklah gampang menemukan sahabat di jaman sekarang ini, di mana orang lebih cenderung mementingkan diri sendiri, mencintai dirinya sendiri dan “…kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.” (Matius 24:12), sehingga hubungan antarindividu lebih didasarkan pada sebuah kepentingan. Akibatnya banyak orang lebih memilih menarik diri, membangun tembok-tembok di sekeliling sebagai pembatas, menyendiri dan menjadi pribadi yang tertutup. Mereka merasa enggan membuka diri, apalagi melepaskan dan mengungkapkan perasaan terdalam kepada orang lain.

Sementara untuk membangun suatu persahabatan dibutuhkan tahap demi tahap dan tidak semua orang mau menempuhnya, padahal sahabat tidak dapat kita temukan secara instan. Tahapan itu dimulai dari perkenalan, saling membuka diri, lalu kesediaan untuk memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan di segala situasi baik itu suka maupun duka, serta mampu memberi nilai tambah yang positif bagi kita. Secara garis besar, seorang sahabat haruslah memenuhi kriteria yang konstruktif. Di samping itu adanya keterbukaan satu sama lain. Faktor inilah yang mempererat sebuah persahabatan. Sydney Jourard, seorang ahli jiwa, dalam bukunya yang berjudul The Transparent Self menyatakan bahwa secara alamiah kepribadian manusia itu memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan dirinya; dan apabila hal itu terhambat dan kita menutup diri terhadap orang lain, maka kita akan mengalami gangguan secara emosional.

Bagaimanapun juga suatu persahabatan dimulai karena adanya kepentingan, tapi bukan kepentingan secara sepihak atau ada motivasi terselubung, namun sebuah bentuk kerjasama yang saling terbuka, menguntungkan, memahami dan mengisi satu sama lain. Adalah gampang untuk membangun pertemanan karena bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, bahkan dalam waktu yang singkat sekalipun. Hal ini tidak berlaku untuk mencari sahabat!

Persahabatan dibangun melalui proses waktu yang diawali oleh keterbukaan satu sama lain, sebab sahabat bukanlah teman biasa!

Baca: Amsal 27:1-27

Latest posts:

MEMBANGUN PERSAHABATAN

MEMBANGUN PERSAHABATAN

“Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Amsal 27:17

Adakah di antara saudara yang merasa diri tidak membutuhkan orang lain dalam hidup ini? Atau mungkin ada yang berkata, “Ah…aku tidak butuh orang lain, karena aku bisa melakukan segala sesuatu sendiri dan punya segala-galanya.” Benarkah demikian? Sekecil apapun aktivitas keseharian kita akan selalu bersentuhan dengan orang lain, artinya selalu terjalin interaksi dengan orang lain, dengan hadirnya orang-orang di dekat kita. Di lingkungan tempat tinggal, kita mempunyai tetangga; di sekolah, kita menghabiskan banyak waktu dengan teman sekelas untuk belajar dan berdiskusi, di tempat pekerjaan ada rekan-rekan kerja yang bekerja sama, bahkan di gereja pun kita membangun persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman lainnya.

Ayat nas di atas menyatakan bahwa “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Artinya pembentukan atau pematangan pribadi seseorang itu sangat ditentukan oleh kerelaannya ‘digosok dan digesek’ oleh orang lain. Dengan persekutuan dengan sesamanya seseorang akan mengalami penajaman-penajaman sebagai proses. Jadi penajam-penajam kita itu bukanlah dari orang yang jauh, melainkan dari orang-orang yang berada di sekitar kita. Karena itu “Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” (Amsal 13:20). Dengan siapa kita bergaul dan orang-orang terdekat yang bagaimana itulah yang akan berpengaruh besar dalam perjalanan hidup kita. Rasul Paulus pun mengingatkan kita, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33). Sydney Smith mengatakan, “Hidup ini harus diisi dengan banyak persahabatan. Mengasihi dan dikasihi adalah kebahagiaan terbesar dalam kehidupan.” Kehadiran orang lain dalam hidup kita, entah itu teman atau sahabat adalah sangat penting

Jika kita rindu memiliki seseorang untuk kita jadikan sebagai sahabat, kita perlu ekstra hati-hati dan harus benar-benar selektif, sebab seorang sahabat bukanlah sekedar teman biasa. Perjumpaan dengan seorang sahabat bukanlah suatu hal yang secara kebetulan, namun merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan, dan hal itu membutuhkan waktu yang tidak singkat

Sahabat adalah orang spesial dalam hidup, jadi jangan asal dalam memilih.

Baca: Amsal 27:1-27

Latest posts:

MENJADI TAWANAN ROH KUDUS

MENJADI TAWANAN ROH KUDUS

“Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ.” Kisah 20:22

Dalam Galatia 5:24-25 tertulis: “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,” Artinya setiap orang yang memutuskan untuk menjadi mengikut Kristus “…wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.” (1 Yoh 2:6).

Kita tidak akan dapat hidup sama seperti Kristus telah hidup jika kita tidak mau membayar harga. Adapun harga itu adalah penyangkalan diri. Menyangkal diri berarti ‘mati’ terhadap kedagingan kita dan menjalani hidup seutuhnya sebagai manusia baru, dengan meninggalkan kehidupan lama; menaruh kehendak Tuhan di atas kehendak pribadi serta menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Tuhan serta mengakui Dia sebagai pemegang hak dan otoritas penuh untuk menentukan bagaimana kita harus hidup. Dengan kekuatan sendiri mustahil kita bisa menyangkal diri, tapi dengan pertolongan Roh Kudus kita beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk menyangkal diri. Hanya Roh Kudus yang mampu mematikan setiap keinginan daging kita karena Ia berperan memimpin orang percaya kepada segala kebenaran. Jadi segala sesuatu yang berkenaan dengan kebenaran, kekudusan atau hidup yang tak bercacat cela sepenuhnya ada dalam kontrol Roh Kudus dan menjadi arah ke mana kita akan dibawa-Nya. Hidup dalam pimpinan Roh Kudus inilah yang menjadi tanda bahwa kita ini adalah anak-anak Allah. “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” (Roma 8:14).

Rasul Paulus memberi sebuah keteladanan hidup yang sepenuhnya dipimpin oleh Roh Kudus, bahkan ia menyebut dirinya sebagai tawanan Roh. Arti kata tawanan adalah orang yang ditawan, ditangkap atau ditahan. Menjadi tawanan Roh berarti hidup Paulus sepenuhnya dikendalikan oleh Roh Kudus. Terbukti: Paulus rela meninggalkan segala-galanya demi Kristus (Filipi 3:7-8), rela menderita demi Injil dan menyerahkan seluruh hidupnya secara penuh untuk melayani Tuhan sampai garis akhir hidupnya.

“Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” Filipi 1:21-22

Baca: Kisah Para Rasul 20:17-38

Latest posts:

DORONGAN ROH KUDUS

DORONGAN ROH KUDUS

“Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya, katanya: “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” Kisah 16:9

Tidak dapat dipungkiri bahwa dosa selalu atraktif untuk semua orang karena dapat memuaskan nafsu fisik dan menjanjikan banyak sekali kesenangan. Itulah sebabnya banyak orang cenderung memilih berkompromi dengan dosa karena sangat menyenangkan daging. Sebaliknya, hidup menurut dorongan Roh Kudus adalah perkara yang sangat tidak enak, dibutuhkan pengorbanan besar karena sakit secara daging. Namun, suka atau tidak suka, mau tidak mau, hidup menurut kehendak Roh Kudus adalah hal yang mutlak bagi setiap orang percaya, “…hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.” (Galatia 5:16).

Sesungguhnya setiap saat Roh Kudus mendorong kita melakukan segala hal yang selaras dengan firman Tuhan, tapi acapkali kita tidak menyadarinya atau bahkan kita dengan sengaja mengeraskan hati dan tidak menghiraukan suara-Nya. Maka dibutuhkan komitmen dan keberanian untuk mematahkan segala keinginan hawa nafsu dan kedagingan kita, lalu tunduk mengikuti kemana pun Roh Kudus. Yang pasti Roh Kudus akan membimbing, mengarahkan dan membentuk kita menjadi pribadi-pribadi yang taat. “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi.

Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.” (Yohanes 3:8). Orang yang hidupnya dipimpin Roh Kudus akan merasakan tiupan angin yang adalah lambang Roh Kudus, dan angin itu akan mendorong kita melangkah kepada satu tujuan. Dorongan Roh Kudus bisa berupa visi, nubuatan, penglihatan dan kata hati. Paulus mendapatkan penglihatan bahwa ada seorang makedonia yang sedang berdiri di hadapannya dan berseru, “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” (ayat nas). Sebelum itu Roh Kudus mencegahnya memberitakan Injil di Asia dan tidak mengijinkan masuk ke daerah Bitinia.

Paulus pun peka akan Roh Kudus sehingga ia bergegas mencari kesempatan pergi ke Makedonia dan memberitakan Injil di situ. Dorongan Roh Kudus hanya dirasakan oleh orang yang punya kepekaan rohani!

Baca: Kisah Para Rasul 16:4-12

Latest posts:

TUHAN SANGGUP MENYEDIAKAN

TUHAN SANGGUP MENYEDIAKAN

“Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.” Matius 6:29

Saat bangun dari tidur seringkali pikiran kita langsung dipenuhi kekuatiran dan kecemasan tentang apa yang hendak kita makan, minum dan pakai. Selama kita terus kuatir berarti kita belum percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Belajarlah dari Ayub: “Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.” (Ayub 3:25-26).

Berhentilah untuk kuatir dan cemas! Tuhan memerintahkan kita untuk tidak kuatir dan cemas tentang kebutuhan hidup kita karena sesungguhnya Tuhan tahu persis apa yang kita butuhkan. Jika Tuhan begitu bermurah hati memelihara burung-burung di udara, “…yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung,” (Matius 6:26), serta mendandani bunga bakung di ladang, “…yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,” (Matius 6:28), bukankah keberadaan kita ini lebih berharga di mata Tuhan? Tuhan sendiri menegaskan, “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,” (Yesaya 43:4).

Salomo saja dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah dari salah satu bunga bakung. Padahal Salomo adalah seorang raja yang
sangat kaya raya, “Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat.” (1 Raja-Raja 10:23). Pernyataan “Ia akan terlebih lagi mendandani kamu,” (Matius 6:30) merupakan janji Tuhan kepada anak-anak-Nya yang hidup di zaman yang penuh dengan problema ini; Tuhan akan bertanggung jawab penuh atas kehidupan orangorang yang punya penyerahan diri penuh kepada-Nya.

Tuhan adalah Jehovah Jireh, penyedia bagi kita. Mengutamakan Tuhan berarti menjadi pelaku firman, memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar kerajaan Allah. Sebagai orang percaya, sesungguhnya kewargaan kita adalah dalam sorga (baca Filipi 3:20). Adalah wajar jika kita pun dituntut mengutamakan perkara-perkara yang di atas.

“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” 1 Korintus 2:9

Baca: Matius 6:25-34

Latest posts:

MEMPRIORITASKAN TUHAN

MEMPRIORITASKAN TUHAN

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Matius 6:33

Banyak orang Kristen bertanya-tanya dalam hati, “Kalau kita mengikut Tuhan, katanya hidup kita akan diberkati, apa saja dibuat-Nya berhasil, semua usaha akan lancar dan kita akan terbebas dari masalah. Namun mengapa tidak demikian?” Adalah benar bila hidup di dalam Tuhan itu selalu ada berkat, perlindungan dan juga jaminan pemeliharaan karena ada penyertaan Tuhan di setiap langkah hidup kita. Inilah janji Tuhan, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5b). Tapi adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita diperhadapkan dengan jalan yang berbatu, penuh cadas dan mendaki, ada masalah dan juga ujian. Namun yakinlah bahwa semuanya adalah bagian dari proses yang harus kita jalani. “Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.” (1 Korintus 10:13b). Tuhan selalu buka jalan saat tiada jalan, tangan-Nya selalu menopang kita saat jatuh sehingga kita tidak sampai tergeletak (baca Mazmur 37:24).

Agar janji berkat pertolongan, pemeliharaan dan pembelaan Tuhan benar-benar digenapi dalam hidup ini ada harga yang harus kita bayar,
yaitu “…carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (ayat nas). Kata mencari menunjuk kepada usaha yang dilakukan dengan sungguh dan secara terus-menerus sampai mendapatkan sesuatu. Artinya kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dalam hidup ini; mengejar perkara-perkara rohani lebih daripada perkara-perkara yang ada di dunia. Rasul Paulus pun menasihati, “…carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kolose 3:1-2). Melalui pertolongan Roh Kudus kita berusaha menaati perintah Tuhan. Jika kita melakukan apa yang diperintahkan Tuhan ini, tidak ada alasan bagi kita untuk merasa kuatir dan cemas akan kebutuhan kita sebab semuanya pasti akan disediakan Tuhan.

Sudahkah kita memperhatikan jam-jam doa, menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman-Nya, tekun beribadah serta melayani Dia sepenuh hati? Bila kita belum melakukan itu artinya kita belum memprioritaskan Tuhan.

Baca: Matius 6:25-34

Latest posts:

PERSEMBAHAN YANG BERKENAN (2)

PERSEMBAHAN YANG BERKENAN (2)

“Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain.” Ibrani 11:4a

Selain melihat pribadi dari si pemberi persembahan, Tuhan juga sangat memperhatikan motivasi hati. Persembahan Kain ditolak oleh Tuhan karena persembahannya tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Alkitab mencatat bahwa Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanahnya, artinya ia memberi sekedarnya, tidak memberi yang terbaik dan tidak dengan sepenuh hati. Berbeda dengan Habel yang mempersembahkan ‘anak sulung’ dari kambing dombanya. Dalam hal ini Habel memberi yang terbaik dari yang dimilikinya; ia tidak memberi secara asal, melainkan mempersembahkan domba-domba yang terpilih yaitu yang sulung dan gemuk. Mempersembahkan yang sulung sebagai bukti bahwa ia sangat menghargai dan menghormati Tuhan.

Setelah persembahannya ditolak Tuhan Kain menjadi marah, panas hati dan mukanya menjadi muram. Reaksi kemarahan adalah tanda ketidakmurnian hati Kain saat memberi. Ia memberi dengan harapan beroleh suatu balasan, baik itu berupa pujian atau sanjungan dari orang lain; dan sikap hati yang salah inilah akhirnya mendorong Kain untuk melakukan perbuatan jahat yaitu tega membunuh Habel, yang adalah adik kandungnya sendiri; sementara, Habel memberikan persembahan kepada Tuhan dengan motivasi yang benar-benar tulus. Kerelaan hati dan kasihnya yang besar kepada Tuhan menjadi dasar baginya untuk memberikan yang terbaik. Inilah tindakan iman! Habel memberi bukan menurut kehendak sendiri, tapi memberi sesuai standar yang diinginkan Tuhan. “…tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:6).

Segala sesuatu yang kita kerjakan dan perbuat untuk Tuhan (ibadah, pelayanan dan memberi persembahan) haruslah dilandaskan kepada iman yang benar kepada Tuhan. “…iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.” (Yak 2:22). Persembahan harus dilandaskan pada motivasi yang benar dan dengan iman, yang olehnya kita akan selalu memberi yang terbaik bagi Tuhan!

Baca: Ibrani 11:4

Latest posts:

PERSEMBAHAN YANG BERKENAN (1)

PERSEMBAHAN YANG BERKENAN (1)

“Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,” Kejadian 4:4

Setiap kita pasti punya kerinduan yang sama yaitu apa pun yang kita kerjakan (ibadah, pelayanan) dan juga persembahan yang kita bawa
kepada Tuhan itu sesuai dengan kemauan Tuhan, diterima oleh-Nya. Kita pasti tidak berharap bahwa persembahan kita (waktu, tenaga, pikiran, bahkan materi) yang kita berikan kepada Tuhan menjadi sia-sia, ditolak dan diabaikan Tuhan. Kain dan Habel sama-sama memberikan korban persembahan kepada Tuhan. “…Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya,” (Kejadian 4:3-4).

Alkitab menyatakan bahwa Tuhan mengindahkan persembahan Habel, namun tidak persembahan Kain. Mengapa? Kalau kita teliti lebih dalam, Tuhan terlebih dahulu memperhatikan pribadi, setelah itu baru persembahannya. Dikatakan, “…TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya.” (Kejadian 4:4-5). Artinya, siapa yang memberikan persembahan itu menjadi perhatian utama Tuhan dan jauh lebih penting dari persembahan itu sendiri, “…sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya.” (1 Tawarikh 28:9). Dalam memberikan persembahan kepada Tuhan, kita harus terlebih dahulu dalam kondisi benar dan memiliki kehidupan yang layak di hadapan Tuhan. Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan bisa kita sogok atau suap dengan persembahan kita, sementara kita sendiri hidup dalam ketidaktaatan.

Jangan bangga dahulu jika kita merasa telah memberikan persembahan bagi pekerjaan Tuhan atau bahkan menjadi donatur gereja bila hal itu semata-mata untuk menutupi dosa-dosa kita. Ketaatan seseorang adalah hal utama yang akan menentukan apakah persembahan itu berkenan kepada Tuhan atau tidak!

Baca: Kejadian 4:1-16

Latest posts: