Author: EM

Home / Articles posted by EM (Page 3)
KRISTEN SEBAGAI IDENTITAS DIRI

KRISTEN SEBAGAI IDENTITAS DIRI

“Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” Kisah 11:26b

Kata Kristen yang dalam bahasa Yunani christianos hanya ditulis tiga kali dalam Perjanjian Baru (Kisah 11:26, Kisah 26:28, dan 1 Petrus 4:16). Kata Kristen ini pada mulanya adalah sebutan khusus dan spesial bagi pengikut Kristus, yang telah menunjukkan kualitas hidup seperti Kristus. “Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.” (1 Yohanes 2:6).

Baca renungan harian minggu ini selengkapnya di sini

BERSERU DALAM IMAN

BERSERU DALAM IMAN

PENDAHULUAN

Selain berlaku jujur tentang semua yang kita pikir atau rasakan waktu mengalami pergumulan, kita perlu berseru kepada Tuhan dalam iman. Firman Tuhan mengatakan tanpa iman tidak mungkin kita berkenan kepada Allah. Barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa IA memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari-Nya (Ibrani 11:6).

ISI

Dalam doa saat menghadapi pergumulan, raja Daud mengungkapkan semua kesesakannya dengan ratap tangis. Ia tidak menyangkali perasaan-perasaan negatif yang dialaminya, bahkan  kesalahannya pun tidak dia sembunyikan dari Tuhan (Mazmur 32:5). Kejujurannya di hadapan Tuhan  membawa kepada pemulihan hati dan jiwa. Inilah yang membuat Daud kuat bertahan dan tidak tawar hati.  Iman dan harapannya kepada Tuhan kembali bangkit.

Walaupun pergumulannya masih tetap ada, tetapi respon Daud terhadap pergumulannya jadi berubah. Melalui doa, Daud diingatkan akan semua kebaikan yang telah dinikmatinya sejak masa muda sampai saat itu: waktu Tuhan  memampukan dia mengalahkan singa dan beruang yang datang menerkam kawanan dombanya; waktu ia diangkat sebagai raja menggantikan Saul,  menang atas Goliat, diluputkan dari usaha pembunuhan yang dilakukan Saul dan para musuhnya, diberikan orang-orang hebat dan loyal dalam pemerintahannya, menang atas perang-perang besar, menaklukkan kerajaan-kerajaan,  dan masih banyak lagi.

Tuhan menerangi mata hatinya sehingga dia bisa tetap melihat kehadiran/penyertaan Tuhan di dalam lembah kekelamannya; bahwa Allah tidak pernah meninggalkan atau menyembunyikan wajah-Nya dari orang yang sungguh-sungguh berseru kepada-Nya. Daud menambatkan imannya  kepada kekuatan kasih setia Allah yang jauh lebih besar dari pada hidupnya. Iman seperti ini mengubah keluh kesahnya menjadi doa yang penuh kuasa.

Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau (Mazmur 63: 4).

Tunjukkanlah kasih setia-Mu yang ajaib, ya Engkau, yang menyelamatkan orang-orang yang berlindung pada tangan kanan-Mu terhadap pemberontak. Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu, terhadap orang-orang fasik yang menggagahi aku, terhadap musuh nyawaku yang mengepung aku” (Mazmur 17:7-9).

Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita harus berdoa dengan tidak jemu-jemu (Lukas 18:1). Doa yang berkuasa adalah doa yang dilakukan dengan iman secara intens, gigih, bersungguh-sungguh, dan bergairah (fervent prayer).  Selain itu doa  yang berkuasa adalah doa yang sesuai dengan firman/kehendak Allah, yang didoakan dalam pimpinan Roh Kudus. Doa yang berkuasa adalah saat kita berserah penuh (bukan masa bodoh), di mana kita melepaskan kendali atas situasi dan menyerahkan semuanya kepada kedaulatan Allah. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak(Mazmur 37:5). Menyerahkan hidup kita seutuhnya merupakan tindakan iman, bukan hasil dari perhitungan yang matang ataupun pemikiran yang panjang serta pertimbangan duniawi semata.

Doa bukan hanya soal mengajukan sederet permohonan dan mendapatkan jawaban, tetapi soal mempercayai karakter Tuhan sepenuhnya.

Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu (Mazmur 13:6a). Keputusan untuk percaya kepada kasih setia Tuhan merupakan titik balik yang membangkitkan iman kita kepada Allah; ini adalah iman yang penuh kemurnian dan ketulusan.

Jangan berfokus pada diri sendiri, orang lain serta fakta/keadaan yang ada. Arahkan mata kepada Kristus yang penuh dengan kasih karunia. Belajar untuk menambatkan iman bukan pada keadaan, pikiran/pengertian, perasaan ataupun kehendak sendiri, tetapi pada Firman Tuhan dan karakter Nya.“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” (Yeremia 17:7). Berkat datang bukan dari kekuatan akal/logika, melainkan dari kepercayaan penuh kepada Tuhan.

Berdoa bukan hanya soal memohon perubahan situasi di luar diri kita. Lebih dari itu, doa mengubah cara pandang kita dan merupakan “bahan bakar rohani” yang memampukan kita untuk tetap kuat, bertahan, dan melangkah maju di tengah kesesakan hidup (Matius 11:28).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada diri kita melalui doa : terang Tuhan membuat kita bisa melihat area yang gelap dalam hati dan jiwa; kita bertobat dari dosa/pelanggaran; cara pandang diri sendiri diubah menjadi cara pandang Tuhan; hati yang keras dilembutkan; batin yang luka dipenuhi oleh kasih Bapa (dipulihkan); keluhan berubah menjadi permohonan; beban berat menjadi kelegaan; keraguan menjadi percaya; dukacita menjadi sukacita (sukacita  bukan berasal dari perasaan tapi dari kebenaran firman), dan putus asa berubah menjadi harapan.

Proyek ketaatan :

Waktu ada kesempatan untuk berdoa/deklarasi bersama-sama: setiap kita berdoa dengan suara nyaring agar Tuhan “menerangi mata hati” di area hidup kita yang terasa gelap.

PENUTUP

Tidak salah bila kita mengungkapkan perasaan dengan menangis di hadapan Allah, namun waspadai jangan sampai kita jadi mengasihani diri sendiri (self-pity) atau mengenakan mental korban (victim mentality). Perlu dipahami bahwa yang menggerakkan Allah berkarya atas keadaan kita bukanlah tangisan, melainkan iman.

Di dalam keadaan apapun terutama saat menghadapi pergumulan atau kesesakan,  berlakulah jujur dan tulus di hadapan Tuhan, berserulah dengan iman yang ditambatkan kepada karakter dan kehendak-Nya. Berdoalah dengan tak jemu-jemu, lakukan dengan sungguh-sungguh, gigih, dan tekun.

MEMPERTAHANKAN GENGSI DAN REPUTASI DIRI

MEMPERTAHANKAN GENGSI DAN REPUTASI DIRI

“‘Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?’ Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati.” 2 Raja-Raja 5:12

Harta, jabatan, kehebatan, kepintaran, popularitas adalah hal-hal yang sangat berharga di mata dunia. Semua orang memimpikan dan berusaha meraihnya, sebab dengan memiliki semuanya orang akan dipandang ‘besar dan berarti’. Contohnya adalah Naaman, seorang panglima raja Aram yang memiliki reputasi sangat baik bukan hanya di mata raja, tetapi juga di seluruh negeri, yang olehnya Tuhan memberikan kemenangan kepada orang Aram.

Baca renungan harian minggu ini selengkapnya di sini.

MEMILIH UNTUK TETAP PERCAYA SAAT TUHAN DIAM ATAU TERASA JAUH

MEMILIH UNTUK TETAP PERCAYA SAAT TUHAN DIAM ATAU TERASA JAUH

PENDAHULUAN

Setiap kita pernah atau sedang mengalami pergumulan dan merasa Tuhan seolah diam dan terasa jauh padahal kita sudah mengucap syukur, memuji menyembah Tuhan, berdoa, deklarasi iman, dsb. Pendeknya kita ada dalam titik iman terendah, terlemah karena merasa Allah sengaja meninggalkan kita. Lalu bagaimana seharusnya respon yang benar supaya kita tetap kuat bertahan dan tidak menjadi tawar hati?

ISI

Mari belajar dari seseorang yang memiliki keintiman dengan Tuhan; yang kesukaannya merenungkan firman serta memuji menyembah DIA, yaitu raja Daud. Alkitab mencatat bahwa raja Daud memiliki kehidupan yang sarat dengan masalah dan pergumulan baik dalam kehidupan pribadi, keluarga dan pemerintahannya. Sebagai manusia biasa, ia juga merasa begitu tertekan dalam menghadapi badai persoalan yang datang silih berganti. Namun demikian keintimannya dengan Tuhan membuat dia berani berperkara dengan Allah dengan cara mencurahkan seluruh isi hatinya seperti yang ditulis dalam Mazmur 13.

Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku  terus-menerus ? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku,  dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? (Mazmur 13:2-3).

Mazmur 13 merupakan doa berupa ungkapan kesesakan hati yang jujur dari raja Daud atas pergumulan hidupnya. Dalam ketidakmengertiannya, Daud merasa Tuhan sengaja menyembunyikan diri justru di saat ia sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Belajar dari raja Daud, kita pun bisa mengungkapkan semua pikiran, perasaan/emosi yang bergejolak dan kerinduan hati terdalam dengan jujur kepada Tuhan. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat mengalami tekanan, kita bisa dilanda beragam emosi negatif seperti kecemasan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, frustasi, kelelahan mental, merasa ditinggalkan, hingga perasaan putus asa.

Pengalaman raja Daud ini mengajar bahwa mengungkapkan kesedihan dan frustrasi kepada Tuhan adalah tindakan yang alkitabiah. Reaksi emosional yang kurang sehat dan perlu dihindari adalah tidak berlaku jujur terhadap apa yang dirasakan/menyangkali perasaan kita. Ini menyebabkan perasaan semakin tertekan, dan sebagai pelampiasannya kita akan berusaha mengatasi perasaan yang tertekan itu dengan mencari hal-hal  yang duniawi guna membalut luka hati, menutupi rasa bersalah, atau untuk mengisi kekosongan jiwa dan perasaan kesepian.

Pertanyaan Diskusi :

Pernahkah Anda merasa sepertinya Tuhan jauh atau melupakan kita? Mengapa penting membawa emosi kita kepada-Nya?

Manfaat dari mengakui/ mengungkapkan semua pikiran, perasaan dan isi hati yang terdalam kepada Tuhan :

  • beban emosional kita terlepas,
  • pikiran yang gelap diterangi oleh firman Tuhan sehingga kita jadi memahami diri sendiri, keadaan yang terjadi, dan orang lain,
  • kita bisa melihat kasih setia Tuhan yang jauh melebihi pergumulan kita, serta mengerti kehendak-Nya melalui semua yang terjadi – mengerti bahwa justru dalam kelemahan kita, kasih karunia Allah menjadi sempurna.
  • cara pandang kita diubah menjadi cara pandang Tuhan dalam melihat segala sesuatu,
  • terjadi transformasi hati karena mengalami pemulihan,
  • iman percaya kita dibangun dan didewasakan, karakter kita diubahkan semakin menyerupai Kristus.

Proyek ketaatan :

Tulislah journal/surat doa pribadi kepada Tuhan yang mengungkapkan perasaanmu yang sebenarnya. Jujurlah seperti Daud di kitab Mazmur 13.

Sebelum raja Daud percaya kepada firman/janji Allah, ia terlebih dulu mengenal sifat karakter Allah yang baik dan berlimpah kasih setia. Demikian pula kita, mari belajar mengenal karakter Tuhan agar dapat memercayai janji firman-Nya. Memilih untuk tetap percaya saat Tuhan seolah diam/tidak menolong dan meninggalkan kita.

Orang benar harus hidup karena percaya, bukan karena melihat (2 Kor. 5:7); bukan pula dipimpin oleh pikiran dan perasaan. Pikiran dan logika menuntut bukti yang terlihat, perasaan menuntut untuk dipuaskan. Kita punya kecenderungan ingin memahami segalanya atau melihat bukti terlebih dahulu baru percaya; tetapi Tuhan mau supaya kita untuk percaya lebih dulu, mengalami, baru mengerti. Iman yang sejati berjalan dalam kepercayaan, bukan dalam bukti atau pemahaman yang sempurna. “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3:5-6)

“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55:8-9). Ayat ini mengajar kita bahwa  pikiran Tuhan jauh lebih tinggi dari pikiran kita. Percaya berarti tunduk kepada kebijaksanaan ilahi yang melebihi logika manusia.

PENUTUP

Saat berada dalam pergumulan dengan titik iman terendah dan emosi yang bergejolak, respon yang paling bijak adalah mengungkapkan seluruh pikiran, perasaan dan kerinduan hati yang terdalam di hadapan Tuhan dengan jujur. Menyangkali perasaan justru membuat kita semakin tertekan dan berusaha mencari pelampiasan dengan hal/cara yang keliru. Dengan berlaku jujur, Tuhan akan memulihkan hati dan jiwa kita. Sekalipun masih berada di tengah pergumulan, tapi hati dan jiwa yang dipulihkan menjadikan kita kuat bertahan sebab hidup karena percaya akan janji Tuhan, bukan karena melihat.

Baca janji Tuhan dalam Ulangan 31:6, Yosua 1:5 dan Ibrani 13:5.

MENGUBAH RATAPAN MENJADI PUJIAN

MENGUBAH RATAPAN MENJADI PUJIAN

PENDAHULUAN

Setiap orang pasti pernah mengalami penderitaan. Bagi orang percaya, penderitaan menuntut respon yang tepat agar dapat berhasil dalam menyelesaikan maksud dan rencana Tuhan. Respon yang tepat terhadap penderitaan membawa kita mengalami kuasa Tuhan  dan menikmati kemenangan.

ISI

Penderitaan membawa kita kepada penyembahan yang lebih dalam karena keyakinan penuh bahwa Tuhan itu ada. “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”  (Mazmur 34:19).

Berikut beberapa hal yang perlu kita ketahui supaya dapat meresponi penderitaan dengan benar:

  1. Tuhan tidak membuang rasa sakit/penderitaan melainkan mengijinkan kita melewatinya.

Penyembahan yang paling tulus dan murni justru dihasilkan saat kita berada dalam lembah kekelaman dan penderitaan. Pujian sejati bukan lahir dari kenyamanan atau keadaan sedang baik-baik saja, tapi dari ‘trust’/kepercayaan yang dalam kepada-Nya saat kita menghadapi pergumulan atau hati yang terluka. Tidak perlu menyangkali penderitaan yang sedang dialami; kita boleh saja mengungkapkan isi hati serta perasaan dengan jujur kepada Tuhan disertai rasa hormat dan ucapan syukur. Ucapan syukur membangkitkan iman dan pengharapan kepada Allah.

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,  tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4:6).

Memuji menyembah saat menghadapi pergumulan merupakan tanda kerendahan hati yang mengakui kedaulatan Tuhan atas hidup kita. Inti dari pujian dan penyembahan kita bukanlah pergumulan yang kita alami, keadaan diri kita atau apa yang Tuhan bisa buat. Esensi dari pujian dan penyembahan kita adalah Pribadi Tuhan sendiri: IA layak dipuji dan disembah oleh seluruh ciptaan-Nya.

Kepada TUHAN,  hai suku-suku bangsa,  kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!  Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya!  Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan,  gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi! (Mazmur 96:7-9).

Refleksi:
Mari kita belajar/melatih diri untuk memuji  dan menyembah Tuhan bukan karena keadaan sedang baik-baik saja, tetapi karena mengenal siapa Dia.

  1. Pujian bisa mengubah keadaan tapi terlebih dahulu mengubah perspektif kita.

Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan,  kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,  namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN ,  beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.  (Habakuk 3:17–19).

Pujian merupakan keputusan iman yang dewasa, bukan reaksi emosi. Nabi Habakuk memilih untuk memuji Tuhan di tengah kekosongan dan kekeringan, karena sukacitanya berakar pada Tuhan, bukan pada situasi atau apa yang dia miliki. Pergumulan yang jujur dengan Allah menghasilkan transformasi hati yang mendalam. Saat memuji menyembah, kita bisa melihat segala sesuatu dengan mata rohani dan bukan sekadar realita dunia. Pujian dan penyembahan membawa kita berjalan dalam dimensi roh dan melihat dengan perspektif/cara pandang Tuhan.

Rasul Paulus menghadapi banyak kesulitan, tetapi ia percaya bahwa apa yang tidak kelihatanlah yang bertahan sampai kepada kekekalan. Ia mengatakan bahwa penderitaan ringan yang sekarang ini akan menghasilkan “kemuliaan kekal”. Oleh karena itu, ia tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang “tak kelihatan adalah kekal” (2 Korintus 4:17-18).

Beberapa contoh Deklarasi Iman:

Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku (Mazmur 13:5-6).

Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku,  takkan kekurangan aku (Mazmur 23:1).

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN,  tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!  “TUHAN adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya (Ratapan 3:22-24).

  1. Pujian mengundang hadirat dan kuasa Allah.

“Namun Engkau adalah Yang Kudus, yang bersemayam di atas puji-pujian Israel.” (Mazmur 22:4)

Memuji Tuhan saat keadaan baik-baik saja tentu mudah; tetapi jika sedang dalam penderitaan atau hati terluka, pujian  penyembahan kita menjadi sesuatu yang mahal dan berbau harum di hadapan-Nya karena lahir dari iman yang tulus, murni, dewasa dan berakar dalam kasih. Saat memilih untuk merendahkan hati dengan memuji-muji Tuhan di tengah pergumulan dan rasa sakit, kita sedang membangun takhta bagi DIA untuk berkarya atas situasi kita.

Mari belajar meresponi penderitaan dari raja Yosafat saat menghadapi musuh dalam 2 Tawarikh 20: 3a : Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan…

Saat memutuskan untuk mencari Tuhan dan memuji-muji  Dia, kita sedang menyerahkan segala pergumulan kita kepada Tuhan dan Dia yang akan berperang ganti kita.

“Ketika mereka mulai bersorak-sorai dan menyanyikan nyanyian pujian, dibuat Tuhanlah penghadangan terhadap bani Amon dan Moab, dan orang-orang dari pegunungan Seir, yang hendak menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah. Lalu bani Amon dan Moab berdiri menentang penduduk pegunungan Seir hendak menumpas dan memunahkan mereka. Segera sesudah mereka membinasakan penduduk Seir, mereka saling bunuh-membunuh (2 Tawarikh 20:22-23).

Yosafat mengajarkan kita strategi dalam menanggapi kabar buruk. Ada empat hal yang dia lakukan yaitu : berseru dalam doa, berpuasa, meminta strategi perang dari Tuhan dan menaikkan puji-pujian bagi Allah di tengah gempuran musuh.

Pujian adalah senjata rohani yang mengubah atmosfer dan membuka pintu surga untuk mengintervensi keadaan kita. Pujian mengarahkan mata kita kepada Tuhan yang besar, hebat, ajaib/pembuat mukjizat, berdaulat atas segala sesuatu; Allah yang tidak bisa dibatasi oleh apapun/siapapun, setia, penuh kasih, serta mampu melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan. Dengan memuji-muji Tuhan, iman kita semakin dibangun/diteguhkan.

Saat dalam pergumulan, tekanan, hati terluka dan merasa seolah Tuhan tidak bertindak, beresponlah dengan benar. Jangan mengasihani diri sendiri, menyalahkan dan patah semangat. Berhati-hatilah dengan perkataan kita, jangan bersungut-sungut seperti yang dilakukan bangsa Israel saat di padang gurun. Allah sangat tidak menyukai perilaku yang bersungut-sungut dan tidak tahu bersyukur.

Jangan pula mencoba mencari solusi dengan kekuatan dan pengertian sendiri, tapi ambil keputusan untuk mencari hadirat Tuhan dan tuntunan-Nya.  Berobatlah jika ada hal yang Roh Kudus ingatkan untuk kita bertobat dan lakukan pemberesan.

Pembaruan akal budi dengan firman Tuhan membawa kita bisa melihat penderitaan dari perspektif ilahi. Ada maksud dan tujuan Tuhan di dalam setiap musim hidup kita. Setiap penderitaan atau luka hati memiliki peluang untuk membuat kita semakin dewasa, semakin mengenal keterbatasan dan kelemahan diri sendiri, semakin mengenal Allah, sifat-sifat-Nya dan makin mengandalkan DIA.

Penderitaan/pergumulan membawa kita hidup dalam rencana Allah, sementara zona nyaman membuat kita  sibuk dengan agenda/keinginan pribadi, sarat dengan hawa nafsu kedagingan, menjadi suam dan melupakan Tuhan. Iman yang tidak bertumbuh membuat kita menjadi buta dan picik, lupa bahwa kita diselamatkan untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. IA mau, supaya kita hidup di dalamnya (Efesus 2:10).

PENUTUP

Rasa sakit dan tekanan bukan menjadi penghalang untuk kita memuji Tuhan – justru itulah jalan menuju penyembahan yang sejati. Dari salib menuju kebangkitan, Yesus menunjukkan bahwa pujian tetap naik di tengah penderitaan, dan kemenangan akan datang setelahnya.

Berserulah kepada Tuhan dengan iman  yang tulus dan murni melalui doa, pujian, penyembahan serta deklarasi iman. Ubah ratapan menjadi pujian supaya hadirat Tuhan masuk ke dalam badai hidup kita.  Hadirat Tuhan pasti disertai dengan karya-karya-Nya yang ajaib dan tak terduga (1 Korintus 2:9).

TEGURAN YANG MENDATANGKAN KEBAIKAN

TEGURAN YANG MENDATANGKAN KEBAIKAN

“jikalau orang yang berpengertian ditegur, ia menjadi insaf.” Amsal 19:25

Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran, sebab nobody perfect. Akibatnya tentu kita tak luput dari teguran: ditegur orangtua, guru atau dosen, ditegur pimpinan di tempat kerja, ditegur oleh pemimpin rohani atau hamba Tuhan di gereja, bahkan ditegur sendiri oleh Tuhan. Adapun respons tiap-tiap orang ketika menerima teguran itu berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, tapi tidak sedikit yang mengeraskan hati, tersinggung, marah dan bersikeras tidak mau mengakui kesalahan.

Baca renungan harian minggu ini selengkapnya di sini.

MENGUBAH RATAPAN MENJADI PUJIAN (bagian 2)

MENGUBAH RATAPAN MENJADI PUJIAN (bagian 2)

Sekilas review minggu lalu:

Penderitaan menuntut respon yang tepat agar dapat berhasil dalam menyelesaikan maksud/ rencana Tuhan serta membawa kita mengalami kuasa-Nya  dan menikmati kemenangan yang telah disediakan.

Beberapa hal yang perlu kita ketahui supaya dapat meresponi penderitaan dengan benar:

  1. Tuhan tidak membuang rasa sakit/penderitaan melainkan mengijinkan kita melewatinya.
  2. Pujian bisa mengubah keadaan, tapi terlebih dahulu mengubah perspektif kita.

Sambungan minggu ini:

  1. Pujian mengundang hadirat dan kuasa Allah.

“Namun Engkau adalah Yang Kudus, yang bersemayam di atas puji-pujian Israel.” (Mazmur 22:4)

Memuji Tuhan saat keadaan baik-baik saja tentu mudah; tetapi jika sedang dalam penderitaan atau hati terluka, pujian  penyembahan kita menjadi sesuatu yang mahal dan berbau harum di hadapan-Nya karena lahir dari iman yang tulus, murni, dewasa dan berakar dalam kasih. Saat memilih untuk merendahkan hati dengan memuji-muji Tuhan di tengah pergumulan dan rasa sakit, kita sedang membangun takhta bagi DIA untuk berkarya atas situasi kita.

Mari belajar meresponi penderitaan dari raja Yosafat saat menghadapi musuh dalam 2 Tawarikh 20: 3a : Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan…

Saat memutuskan untuk mencari Tuhan dan memuji-muji  Dia, kita sedang menyerahkan segala pergumulan kita kepada Tuhan dan Dia yang akan berperang ganti kita.

“Ketika mereka mulai bersorak-sorai dan menyanyikan nyanyian pujian, dibuat Tuhanlah penghadangan terhadap bani Amon dan Moab, dan orang-orang dari pegunungan Seir, yang hendak menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah. Lalu bani Amon dan Moab berdiri menentang penduduk pegunungan Seir hendak menumpas dan memunahkan mereka. Segera sesudah mereka membinasakan penduduk Seir, mereka saling bunuh-membunuh (2 Tawarikh 20:22-23).

Yosafat mengajarkan kita strategi dalam menanggapi kabar buruk. Ada empat hal yang dia lakukan yaitu : berseru dalam doa, berpuasa, meminta strategi perang dari Tuhan dan menaikkan puji-pujian bagi Allah di tengah gempuran musuh.

Pujian adalah senjata rohani yang mengubah atmosfer dan membuka pintu surga untuk mengintervensi keadaan kita. Pujian mengarahkan mata kita kepada Tuhan yang besar, hebat, ajaib/pembuat mukjizat, berdaulat atas segala sesuatu; Allah yang tidak bisa dibatasi oleh apapun/siapapun, setia, penuh kasih, serta mampu melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan. Dengan memuji-muji Tuhan, iman kita semakin dibangun/diteguhkan.

Saat dalam pergumulan, tekanan, hati terluka dan merasa seolah Tuhan tidak bertindak, beresponlah dengan benar. Jangan mengasihani diri sendiri, menyalahkan dan patah semangat. Berhati-hatilah dengan perkataan kita, jangan bersungut-sungut seperti yang dilakukan bangsa Israel saat di padang gurun. Allah sangat tidak menyukai perilaku yang bersungut-sungut dan tidak tahu bersyukur.

Jangan pula mencoba mencari solusi dengan kekuatan dan pengertian sendiri, tapi ambil keputusan untuk mencari hadirat Tuhan dan tuntunan-Nya.  Berobatlah jika ada hal yang Roh Kudus ingatkan untuk kita bertobat dan lakukan pemberesan.

Pembaruan akal budi dengan firman Tuhan membawa kita bisa melihat penderitaan dari perspektif ilahi. Ada maksud dan tujuan Tuhan di dalam setiap musim hidup kita. Setiap penderitaan atau luka hati memiliki peluang untuk membuat kita semakin dewasa, semakin mengenal keterbatasan dan kelemahan diri sendiri, semakin mengenal Allah, sifat-sifat-Nya dan makin mengandalkan DIA.

Penderitaan/pergumulan membawa kita hidup dalam rencana Allah, sementara zona nyaman membuat kita  sibuk dengan agenda/keinginan pribadi, sarat dengan hawa nafsu kedagingan, menjadi suam dan melupakan Tuhan. Iman yang tidak bertumbuh membuat kita menjadi buta dan picik, lupa bahwa kita diselamatkan untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. IA mau, supaya kita hidup di dalamnya (Efesus 2:10).

PENUTUP

Rasa sakit dan tekanan bukan menjadi penghalang untuk kita memuji Tuhan – justru itulah jalan menuju penyembahan yang sejati. Dari salib menuju kebangkitan, Yesus menunjukkan bahwa pujian tetap naik di tengah penderitaan, dan kemenangan akan datang setelahnya.

Berserulah kepada Tuhan dengan iman  yang tulus dan murni melalui doa, pujian, penyembahan serta deklarasi iman. Ubah ratapan menjadi pujian supaya hadirat Tuhan masuk ke dalam badai hidup kita.  Hadirat Tuhan pasti disertai dengan karya-karya-Nya yang ajaib dan tak terduga (1 Korintus 2:9).

JEMAAT SMIRNA: Miskin Tapi Kaya

JEMAAT SMIRNA: Miskin Tapi Kaya

“Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.” Wahyu 2:10b

Kota Smirna, dekat Turki, di utara kota Efesus, adalah kota yang indah, kota perdagangan yang sangat kaya dan maju di zamannya. Di kota itu banyak dibangun kuil-kuil megah untuk penyembahan kepada sang kaisar. Kuil-kuil tersebut adalah lambang kemajuan dan perkembangan kota Smirna yang juga merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis. Sebagai kota perdagangan yang maju Smirna sangat terkenal sebagai pengekspor minyak wangi. Nama Smirna berasal dari kata mur yaitu bahan pembuat minyak wangi, sedangkan kata mur sendiri berarti pahit rasanya. Ini sangat cocok dengan keadaan jemaat Smirna yang kala itu mengalami hal-hal pahit karena penderitaan yang dialami, suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kota yang kaya dan berkelimpahan. Keadaan jemaat Smirna sangat memrihatinkan karena mereka hidup dalam kekurangan; bukan karena mereka malas bekerja, tetapi karena mendapat tekanan dari pemerintah setempat sebab mereka tidak mau menyembah kaisar.

Meski berada dalam …

Baca renungan harian minggu ini selengkapnya di link ini.

 

MENGUBAH RATAPAN MENJADI PUJIAN (bagian 1)

MENGUBAH RATAPAN MENJADI PUJIAN (bagian 1)

PENDAHULUAN

Setiap orang pasti pernah mengalami penderitaan. Bagi orang percaya, penderitaan menuntut respon yang tepat agar dapat berhasil dalam menyelesaikan maksud dan rencana Tuhan. Respon yang tepat terhadap penderitaan membawa kita mengalami kuasa Tuhan  dan menikmati kemenangan.

ISI

Penderitaan membawa kita kepada penyembahan yang lebih dalam karena keyakinan penuh bahwa Tuhan itu ada. “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”  (Mazmur 34:19).

Berikut beberapa hal yang perlu kita ketahui supaya dapat meresponi penderitaan dengan benar:

  1. Tuhan tidak membuang rasa sakit/penderitaan melainkan mengijinkan kita melewatinya.

Penyembahan yang paling tulus dan murni justru dihasilkan saat kita berada dalam lembah kekelaman dan penderitaan. Pujian sejati bukan lahir dari kenyamanan atau keadaan sedang baik-baik saja, tapi dari ‘trust’/kepercayaan yang dalam kepada-Nya saat kita menghadapi pergumulan atau hati yang terluka. Tidak perlu menyangkali penderitaan yang sedang dialami; kita boleh saja mengungkapkan isi hati serta perasaan dengan jujur kepada Tuhan disertai rasa hormat dan ucapan syukur. Ucapan syukur membangkitkan iman dan pengharapan kepada Allah.

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,  tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4:6).

Memuji menyembah saat menghadapi pergumulan merupakan tanda kerendahan hati yang mengakui kedaulatan Tuhan atas hidup kita. Inti dari pujian dan penyembahan kita bukanlah pergumulan yang kita alami, keadaan diri kita atau apa yang Tuhan bisa buat. Esensi dari pujian dan penyembahan kita adalah Pribadi Tuhan sendiri: IA layak dipuji dan disembah oleh seluruh ciptaan-Nya.

Kepada TUHAN,  hai suku-suku bangsa,  kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!  Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya!  Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan,  gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi! (Mazmur 96:7-9).

Refleksi:
Mari kita belajar/melatih diri untuk memuji  dan menyembah Tuhan bukan karena keadaan sedang baik-baik saja, tetapi karena mengenal siapa Dia.

  1. Pujian bisa mengubah keadaan tapi terlebih dahulu mengubah perspektif kita.

Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan,  kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,  namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN ,  beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.  (Habakuk 3:17–19).

Pujian merupakan keputusan iman yang dewasa, bukan reaksi emosi. Nabi Habakuk memilih untuk memuji Tuhan di tengah kekosongan dan kekeringan, karena sukacitanya berakar pada Tuhan, bukan pada situasi atau apa yang dia miliki. Pergumulan yang jujur dengan Allah menghasilkan transformasi hati yang mendalam. Saat memuji menyembah, kita bisa melihat segala sesuatu dengan mata rohani dan bukan sekadar realita dunia. Pujian dan penyembahan membawa kita berjalan dalam dimensi roh dan melihat dengan perspektif/cara pandang Tuhan.

Rasul Paulus menghadapi banyak kesulitan, tetapi ia percaya bahwa apa yang tidak kelihatanlah yang bertahan sampai kepada kekekalan. Ia mengatakan bahwa penderitaan ringan yang sekarang ini akan menghasilkan “kemuliaan kekal”. Oleh karena itu, ia tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang “tak kelihatan adalah kekal” (2 Korintus 4:17-18).

Beberapa contoh Deklarasi Iman:

Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku (Mazmur 13:5-6).

Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku,  takkan kekurangan aku (Mazmur 23:1).

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN,  tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!  “TUHAN adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya (Ratapan 3:22-24).

Bersambung minggu depan…

WALAU SERIBU REBAH DISISIKU (2)

WALAU SERIBU REBAH DISISIKU (2)

“sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.” Mazmur 91:11

Badai kehidupan biarlah membuat kita semakin terdorong meningkatkan kualitas kerohanian kita: semakin giat beribadah dan melayani Tuhan, sebab kita yang setia dan tetap berpegang teguh kepada firman-Nya akan mampu melewati semuanya. “malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu;” (ayat 10).

Baca renungan harian minggu ini selengkapnya di sini.