PENDAHULUAN
Setiap orang pasti pernah mengalami penderitaan. Bagi orang percaya, penderitaan menuntut respon yang tepat agar dapat berhasil dalam menyelesaikan maksud dan rencana Tuhan. Respon yang tepat terhadap penderitaan membawa kita mengalami kuasa Tuhan dan menikmati kemenangan.
ISI
Penderitaan membawa kita kepada penyembahan yang lebih dalam karena keyakinan penuh bahwa Tuhan itu ada. “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mazmur 34:19).
Berikut beberapa hal yang perlu kita ketahui supaya dapat meresponi penderitaan dengan benar:
- Tuhan tidak membuang rasa sakit/penderitaan melainkan mengijinkan kita melewatinya.
Penyembahan yang paling tulus dan murni justru dihasilkan saat kita berada dalam lembah kekelaman dan penderitaan. Pujian sejati bukan lahir dari kenyamanan atau keadaan sedang baik-baik saja, tapi dari ‘trust’/kepercayaan yang dalam kepada-Nya saat kita menghadapi pergumulan atau hati yang terluka. Tidak perlu menyangkali penderitaan yang sedang dialami; kita boleh saja mengungkapkan isi hati serta perasaan dengan jujur kepada Tuhan disertai rasa hormat dan ucapan syukur. Ucapan syukur membangkitkan iman dan pengharapan kepada Allah.
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4:6).
Memuji menyembah saat menghadapi pergumulan merupakan tanda kerendahan hati yang mengakui kedaulatan Tuhan atas hidup kita. Inti dari pujian dan penyembahan kita bukanlah pergumulan yang kita alami, keadaan diri kita atau apa yang Tuhan bisa buat. Esensi dari pujian dan penyembahan kita adalah Pribadi Tuhan sendiri: IA layak dipuji dan disembah oleh seluruh ciptaan-Nya.
Kepada TUHAN, hai suku-suku bangsa, kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan! Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya! Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi! (Mazmur 96:7-9).
Refleksi:
Mari kita belajar/melatih diri untuk memuji dan menyembah Tuhan bukan karena keadaan sedang baik-baik saja, tetapi karena mengenal siapa Dia.
- Pujian bisa mengubah keadaan tapi terlebih dahulu mengubah perspektif kita.
Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN , beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. (Habakuk 3:17–19).
Pujian merupakan keputusan iman yang dewasa, bukan reaksi emosi. Nabi Habakuk memilih untuk memuji Tuhan di tengah kekosongan dan kekeringan, karena sukacitanya berakar pada Tuhan, bukan pada situasi atau apa yang dia miliki. Pergumulan yang jujur dengan Allah menghasilkan transformasi hati yang mendalam. Saat memuji menyembah, kita bisa melihat segala sesuatu dengan mata rohani dan bukan sekadar realita dunia. Pujian dan penyembahan membawa kita berjalan dalam dimensi roh dan melihat dengan perspektif/cara pandang Tuhan.
Rasul Paulus menghadapi banyak kesulitan, tetapi ia percaya bahwa apa yang tidak kelihatanlah yang bertahan sampai kepada kekekalan. Ia mengatakan bahwa penderitaan ringan yang sekarang ini akan menghasilkan “kemuliaan kekal”. Oleh karena itu, ia tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang “tak kelihatan adalah kekal” (2 Korintus 4:17-18).
Beberapa contoh Deklarasi Iman:
Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku (Mazmur 13:5-6).
Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku (Mazmur 23:1).
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! “TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya (Ratapan 3:22-24).
Bersambung minggu depan…