Perjalanan mengikut Tuhan bukan berarti selalu mulus tanpa tantangan. Saat ini mungkin kita sedang bergumul dengan masalah yang datang silih berganti, atau menderita aniaya karena melakukan kebenaran. Menghadapi itu kadang kita jadi galau, lelah dan mulai tawar hati. Kita mulai tergoda untuk berpikir apakah ini semua layak untuk diperjuangkan? Bagaimana kalau ternyata yang terjadi tidak sesuai dengan harapan kita? Mengapa seolah-olah Tuhan membiarkan dan tidak melakukan sesuatu? Berbagai pertanyaan bisa muncul di benak kita. Kita perlu belajar bagaimana memegang teguh janji Tuhan walaupun fakta yang nampak dan rasakan jauh dari yang kita anggap ‘kebaikan Tuhan’ serta ‘rencana-Nya yang indah.’
MENANAM BENIH DAN MENANTI HASIL PANEN SEPERTI IMAN SEORANG PETANI
Jika ingin menuai janji Tuhan, tentu bagian yang harus kita lakukan adalah menanam benih iman. Seperti seorang petani mengharapkan hasil panen dari benih yang ditanamnya, kitapun harus menunjukkan kesungguhan untuk menjadikan pengharapan kita suatu milik yang pasti yaitu mengalami janji Tuhan.
Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah (Ibrani 6:11-12).
Firman Tuhan mengajarkan sebuah prinsip yang sangat penting untuk kita lakukan agar dapat melihat janji Tuhan digenapi, yaitu iman dan kesabaran. Belajar dari iman seorang petani di mana setelah menanam benih, ia sangat yakin bahwa segala jerih lelahnya pasti menghasilkan panen pada waktunya.
Iman dan kesabaran adalah kombinasi yang pasti membawa penggenapan janji Tuhan.
‘agar kamu jangan menjadi lamban…’ Menjadi lamban dalam iman maksudnya menurunnya ketekunan, gairah dan semangat dalam mengikut Tuhan. Tumpul dalam pendengaran akan firman Tuhan/kurangnya ketajaman dan pemahaman akan hal-hal yang rohani. Kehilangan semangat untuk melakukan yang benar sesuai firman Tuhan; malas berdoa, baca firman atau malas melayani; kehilangan pengharapan; dlsb. Firman Tuhan mengingatkan agar jangan kita menjadi lamban, tetapi supaya meneladani mereka yang telah menerima janji Tuhan melalui iman dan kesabaran.
A. IMAN
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani11:1).
Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17).
Secara sederhana kalau kita gabungkan kedua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat adalah firman Kristus yang kita ‘dengar’ lewat telinga rohani. Artinya, iman kita timbul dari pewahyuan akan firman Kristus yang dihidupkan oleh Roh Kudus. Ini yang menyebabkan kita dapat memegang teguh janji Tuhan sekalipun tidak didukung oleh keadaan yang terlihat. Kenapa kita bisa begitu yakin? Karena janji itu adalah ide/inisiatif Tuhan sendiri, maka IA pula yang menjamin bahwa perkataan-Nya pasti digenapi. Jadi Allah bertindak demi diri-Nya sendiri dengan membela firman-Nya. Ayat selanjutnya memberi contoh nyata lewat pengalaman Abraham :
karakter/sifat Allah yaitu kebaikan hati, kesetiaan dan kuasa-Nya yang tidak terbatas. ‘Trust’ adalah kepercayaan yang menaruh keyakinan pada sifat-sifat Allah ini. Inilah menyebabkan kita dapat memercayai Tuhan sepenuhnya sekalipun belum melihat, belum mengerti, fakta tidak mendukung, banyak tantangan dan penderitaan, dlsb.
Keterbatasan, keadaan dan kelemahan kita tidak dapat membatasi Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya dalam hidup kita. IA berdaulat mengerjakan segala sesuatu menurut kehendak dan rancangan-Nya yang sempurna. Tuhan melihat apa yang tidak bisa kita lihat, apa yang akan terjadi di depan, dan apa yang terbaik untuk kita. IA bekerja dengan cara yang misterius dan melampaui pemahaman kita.
Tetapi seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Korintus 2:9).
Itulah sebabnya orang benar harus hidup oleh iman (percaya akan perkataan/firman-Nya yang tidak terlihat namun penuh kuasa). Iman merupakan fondasi (tidak terlihat tapi kokoh) yang membuat kita percaya bahwa Tuhan itu ada, bahwa Dia adalah seperti yang Dia katakan, dan Dia berkuasa melakukan apa yang Dia firmankan. Sebelum memercayai janji Allah, Abraham terlebih dulu percaya/memiliki trust akan kesetiaan-Nya.
Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia (Ibrani 11:11).
Contoh lain di Alkitab yang melalui iman serta kesabaran, dan akhirnya meraih janji Tuhan adalah Nuh, Ishak, Yakub, Yusuf, Yosua, Hana, Daud, dll. Pengalaman iman mereka ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita yang hidup di masa ini, karena Allah tetap sama dulu, sekarang dan selamanya.
Kita belajar satu prinsip yang penting dalam masa menunggu janji Tuhan : percaya sebelum melihat adalah esensi iman. Penundaan jawaban doa bukan berarti penolakan, tapi merupakan bagian dari perjalanan iman yang memang harus kita lalui supaya kita bertumbuh dalam iman (menjadi kuat dan teruji); bertumbuh dalam karakter menyerupai Dia yang penuh kasih, dan kesetiaan.
Bagaimana kita bisa menghindari keraguan saat menunggu? Mari belajar menunggu dengan bijaksana, biarkan Tuhan menyelesaikan maksud dan pekerjaan-Nya yang sempurna atas hidup kita. Arahkan mata kepada Yesus, jaga hati dengan segala kewaspadaan. Perdalam keintiman kita dengan-Nya lewat perenungan firman, doa, puasa, pujian dan penyembahan. Bawa segala sesuatu kepada Tuhan dalam doa, minta Roh Kudus menuntun dan memberi hikmat dalam tiap langkah/keputusan yang kita ambil. Padamkan panah-panah api si jahat yang menyerang pikiran kita dengan mendeklarasikan firman/janji-janji Tuhan.
Belajar rendah hati dan tidak mencoba menolong Tuhan. Tuhan ingin kita berdiam diri dan pelajari Firman (karakter dan cara kerja Tuhan), perbaiki kebiasaan dan cara hidup dalam masa menunggu. Lakukan pemberesan dengan Tuhan dan/sesama jika Roh Kudus mengingatkan kita akan sesuatu hal. Jangan menjadi lamban dan menjauhkan diri dari pertemuan ibadah. Hindari berada dalam kumpulan pencemooh, yang tidak percaya akan firman Tuhan, orang-orang yang punya pikiran, perasaan dan sikap perilaku negatif. Tetap tergabung dalam komunitas orang percaya/Cool, lakukan tugas pelayanan dan tanggung jawab kita sebagai murid Kristus dengan tekun dan setia.
Menunggu janji Tuhan digenapi memang butuh waktu, tapi itu tidak akan pernah sia-sia karena Tuhan akan memberi upah kepada mereka yang sungguh- sungguh mencari DIA. Masa menunggu adalah masa untuk memperkuat akar dan memperkokoh fondasi. Tuhan mendidik kita supaya bertumbuh dewasa dalam iman, dalam karakter, dalam kapasitas yang semakin besar, agar hidup kita berbuah matang dan lebat.
Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya, kata-Nya: “Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.” Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.
Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah, supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita (Ibrani 6: 13-15, 17-18).
Jaminan Allah menimbulkan pengharapan yang pasti. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat bagi jiwa kita. Sauh/jangkar pada sebuah kapal berfungsi untuk memastikan kapal tetap berada di tempat yang diinginkan; untuk mencegah kapal hanyut akibat angin, gelombang, dan arus, serta memungkinkan kapal untuk berlabuh. Hidup tanpa sauh/pengharapan adalah hidup yang mudah diombang-ambingkan oleh berbagai badai kehidupan.
B. KESABARAN
Kesabaran maksudnya tetap bertahan, bertekun walau dalam masa sulit (patient endurance, perseverance in times of hardship). Kesabaran Abraham menunggu waktunya Tuhan menyempurnakan imannya, sehingga ia pun menuai janji tersebut. Iman tanpa kesabaran membuat kita terjebak untuk berkompromi, ambil jalan pintas dan mengandalkan kekuatan sendiri. Kesabaran tanpa iman membuat kita hidup sekedar ‘exist’ tanpa arti, arah dan produktivitas maksimal. Orang yang hidup oleh iman dan sabar menanti waktu Tuhan, pasti akan mendapat upah dari Allah yaitu janji-Nya digenapi dalam hidupnya.
Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada , dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibrani 11:6).
Adalah sebuah kemustahilan bagi Allah untuk tidak memberikan upah/menepati janji dan firman-Nya kepada mereka yang hidup oleh iman dan menanti dengan sabar. Oleh karena itu, dalam masa menunggu, tetap kerjakan keselamatan kita dan jangan menjadi lamban dalam iman. Ambil keputusan untuk tetap percaya bahwa Tuhan tidak pernah lalai menepati janji-Nya. Ingatlah bahwa Tuhan bekerja menurut kedaulatan-Nya, tidak terlalu cepat, tidak terlambat tapi tepat pada waktu yang terbaik.
PERCAYA DAN MENUNGGU WAKTU TUHAN MENGGENAPI JANJI-NYA
Di dalam dunia yang serba instan, banyak kemudahan serta penuh dengan tuntutan/tekanan, gagasan untuk bersabar dan menunggu tampaknya menjadi sesuatu yang kontraproduktif. Manusia cenderung memilih jalur cepat, kalau perlu menghalalkan segala cara, demi mewujudkan keinginannya. Namun tidak demikian halnya dengan kita yang hidup oleh iman. Iman harus disertai dengan kesabaran untuk menunggu waktu Allah.
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir” (Pengkhotbah 3:11).
Allah membuat segala sesuatu indah pada waktunya; hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak berkuasa menetapkan langkah hidupnya. Kita tidak dapat menyelami pekerjaan Allah dengan segala hikmat dan pengetahuan kita yang sangat terbatas. Masa menunggu adalah kesempatan yang dipakai Tuhan untuk mengukir nilai-nilai kekekalan dalam hati kita melalui suatu proses.
Seseorang akan rela menunggu jika ia memiliki kepercayaan/‘trust’ yang dibangun atas dasar hubungan yang erat dengan Allah. Walaupun belum melihat, namun ia memiliki keyakinan bahwa Allah pasti menggenapi perkataan/janji-Nya karena mengenal betul