IMAN MURNI VS IMAN TRANSAKSIONAL

Home / Weekly Message / IMAN MURNI VS IMAN TRANSAKSIONAL
IMAN MURNI VS IMAN TRANSAKSIONAL

PENDAHULUAN

Salah satu ciri orang beragama adalah adanya pola transaksional antara umat dengan ‘allah’nya. Pola transaksional artinya ada transaksi di mana umat membawa persembahan sesajian kepada allahnya demi memperoleh sesuatu.

Dalam kalangan orang Kristen, pola transaksional ini kadang kita lakukan tanpa sadar. Kita seperti ‘menyuap’ Tuhan dengan berbagai hal  agar DIA melakukan sesuatu yang kita mau. Tanpa sadar kita perlakukan Allah sama seperti allah-allah lain.

ISI

Firman Tuhan mengatakan orang benar akan hidup oleh iman, tanpa iman tidak mungkin kita berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibrani 11:6b).

Orang yang hidup oleh iman akan mengakui kedaulatan Allah sebagai tuan atas hidupnya; artinya seluruh hidupnya merupakan pengabdian kepada Allah. Iman yang murni berjalan dengan motivasi yang benar. Hatinya sungguh melekat kepada Allah, bukan melekat kepada berkat, karunia, promosi, mukjizat, hal spektakuler atau lainnya. Iman yang murni mengerti bahwa upah yang diterima dalam mengikut Allah bukan karena jasa, kesalehan atau kebaikannya tapi karena Allah membela/menepati firman-Nya, semua hanya anugerah Allah semata-mata.

Iman yang murni berorientasi kepada kehendak dan rencana Allah, bukan kepada agenda dan kehendak pribadi. Matanya tertuju kepada Kristus, yang memimpin dalam iman dan membawa imannya itu kepada kesempurnaan (Ibrani 12:2). Hatinya percaya kepada Allah dengan tulus dan tidak bersandar kepada pengertian sendiri.

Contoh iman yang murni adalah seorang anak kecil yang dengan polos memberi semua yang ada padanya yaitu 5 roti 2 ikan. Anak kecil tersebut tidak banyak pertimbangan memikirkan akibat jika semua bekalnya diserahkan. Karena kemurnian imannya, Tuhan melakukan mukjizat besar yang berdampak kepada 5000 orang lebih.

Apapun yang ada pada kita sekalipun itu tampaknya kecil tak berarti, tapi jika kita selalu bersyukur, belajar setia dalam perkara kecil dan berjalan dengan iman yang tulus, maka hal yang tampaknya tak berarti/tidak dilihat orang itu bisa dipakai Tuhan untuk menghasilkan sesuatu yang besar.

Diskusi singkat : sebutkan contoh-contoh berlaku setia dalam perkara kecil dalam kehidupan orang percaya sehari-hari.

Contoh iman transaksional misalnya : karena saya rajin beribadah, ikut Cool dan kelas-kelas pengajaran, rajin baca firman, berdoa, mengembalikan persepuluhan, memberikan persembahan, melayani, berkorban dan lain sebagainya, maka Tuhan pantas memberi balasan sesuai jasa dan perbuatan saya. Kalau tidak, saya jadi malas berdoa, baca firman, malas melayani, merasa rugi memberikan persembahan, malas ikut Cool  dan sebagainya.

Jangan mengikut Tuhan dengan cara komersil, menghitung untung/rugi seperti hikmat dunia supaya kita tidak tersesat. Alkitab mengatakan bahwa hikmat dunia adalah kebodohan bagi Allah.

Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil (1 Korintus 1:21).

Orang yang berjalan dengan iman transaksional bisa tersesat karena kesombongan rohani; merasa berhak atas upah dari Tuhan atas jasa, kebaikan/kesalehannya dan memandang rendah orang lain. Iman transaksional juga bisa membawa seseorang kecewa dengan Tuhan jika yang dialami/terjadi tidak sesuai pikiran dan kehendaknya.

Contoh lain iman transaksional adalah Yudas. Ia tersesat karena cinta uang, mata hati yang gelap membuat dia menukar Yesus dengan 30 keping uang perak. Yudas rela menukar/menjual kebenaran demi memuaskan hawa nafsunya. Kalau seorang percaya masih bisa menjual keselamatan demi dunia, berarti dia belum benar-benar selamat.

PENUTUP

Tuhan mau membawa orang percaya kembali kepada iman yang murni, yang berkerja dalam kasih yang semula. Ingatlah bahwa kita telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar, hidup kita bukan milik kita lagi tapi milik Yesus. Tuhan Yesus telah membeli kita dengan harga tertinggi yaitu dengan nyawaNya, sehingga kita pantas mengabdikan seluruh hidup kita kepadaNya tanpa syarat, dengan iman yang murni.

Iman yang murni harus disertai perbuatan karena iman tanpa perbuatan/ketaatan adalah mati. Ketaatan merupakan respon kasih akan kemurahan Tuhan yang telah menyelamatkan kita dari kehancuran dan kebinasaan.

Iman yang murni meluruskan jalan kita untuk setia sampai kepada garis akhir.