Senin. SOMBONG: Langkah Menuju Kehancuran

Baca: 2 Tawarikh 26:1-23

“Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak.” 2 Tawarikh 26:16a

Ketika segala sesuatu berjalan dengan baik dan lancar, ketika Tuhan membawa kehidupan semakin naik dan berada di puncak kesuksesan, memegang jabatan penting di perusahaan atau kantor, menjadi OKB (orang kaya baru), serta diberkati secara berkelimpahan, biasanya orang memiliki kecenderungan untuk meninggikan diri, menganggap diri lebih daripada yang lain dan akhirnya terperangkap dalam dosa kesombongan. Berhati-hatilah! Sebab ada banyak contoh di Alkitab tentang orang-orang yang mengalami kejatuhan dikarenakan berlaku sombong.

Salah satunya adalah raja Uzia yang menjabat sebagai raja atas Yehuda ketika masih berumur 16 tahun. Di awal pemerintahannya “Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Amazia, ayahnya. Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil.” (ayat 4-5). Karena memiliki hati yang takut akan Tuhan, Tuhan pun membuat berhasil apa saja yang diperbuat Uzia. Di bawah kepemimpinan Uzia ini bangsa Yehuda mengalami kemajuan di berbagai sektor kehidupan, seperti pertanian dan juga peternakan yang berkembang begitu pesat. Bukan hanya itu, bangsa ini pun memiliki angkatan bersenjata yang mumpuni sehingga nama Uzia semakin termashyur sampai ke Mesir karena kekuatannya yang besar (ayat 8). Uzia benar-benar telah berada di puncak kesuksesan! Sayang, ia menjadi lupa diri: lupa akan kebaikan dan campur tangan Tuhan, bahkan “Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya (melanggar – Red.), dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan.” (ayat 16b). Padahal membakar ukupan di atas mezbah adalah tugas para imam keturunan Harun. Ketika ditegur dan diperingatkan ia pun menjadi sangat marah. Ini menunjukkan bahwa Uzia tidak lagi menghormati Tuhan!

Karena kesombongannya Uzia harus menuai akibat: “…sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah TUHAN.” (ayat 21).

Saat seseorang berlaku sombong, saat itulah ia sedang berjalan menuju kehancuran!


Selasa. RENDAH HATI: Kualitas Hidup Pengikut Kristus

Baca: Amsal 29:1-27

“Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian.” Amsal 29:23

Lawan kesombongan adalah kerendahan hati! Rendah hati adalah kualitas yang seharusnya ada dalam diri orang percaya, terlebih bagi pemimpin rohani. Sering dijumpai banyak pemimpin rohani tidak memberikan teladan kerendahan hati. Merasa sudah menjadi pelayan Tuhan atau pemimpin rohani mereka pun gila hormat, sehingga di mana pun berada selalu membusungkan dada dan harus dihormati!

Perhatikan nasihat Rasul Paulus ini! “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Filipi 2:5-7). Kita seharusnya malu pada diri sendiri jika berani meninggikan diri dan tidak bisa rendah hati! Tuhan Yesus saja yang adalah Tuhan dan Raja telah memberikan teladan dan mempraktekkan apa artinya kerendahan hati. Kerendahan hati dalam diri seseorang akan tampak nyata ketika ia rela mengesampingkan kepentingan diri sendiri, dan menempatkan orang lain di tempat yang lebih utama. Orang yang rendah hati tidak akan berhenti mengasihi hanya karena kasihnya tak terbalaskan. Orang yang rendah hati selalu menyadari kelemahan, kekurangan dan keterbatasannya, dan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan lebih dari pada kekuatan sendiri.

Di zaman yang dipenuhi dengan persaingan yang tidak sehat ini kerendahan hati dianggap sebagai kelemahan mental dan ketidakmampuan untuk bersaing, akibatnya semua orang didorong untuk mempertahankan egonya, fokus pada diri sendiri tanpa memperdulikan keberadaan orang lain. Prinsip Alkitab mengajarkan: “…hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:3b-4).

“Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.” Amsal 22:4


Rabu. ORANG FASIK: Takkan Bertahan Lama

Baca: Mazmur 10:1-18

“Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas: ‘Allah tidak akan menuntut! Tidak ada Allah!’, itulah seluruh pikirannya.” Mazmur 10:4

Dalam kehidupan sehari-hari kita jarang sekali mendengar kata ‘fasik’ atau orang ‘fasik’. Yang familiar di telinga kita adalah istilah orang ‘jahat’. Tetapi kata ‘fasik’ ini justru banyak sekali disebutkan di Alkitab, namun masih banyak orang Kristen yang kurang memahami arti dan maksudnya. Orang fasik adalah orang-orang yang seringkali mengalami penghukuman dari Tuhan. Mengapa? Karena mereka sesungguhnya telah mengenal Tuhan, tahu firman-Nya tetapi tidak mau melakukan firman tersebut; bukti bahwa mereka meremehkan keberadaan Tuhan, tidak menganggap bahwa Tuhan itu ada.

Menurut pemazmur ada beberapa ciri dari orang fasik: 1. Suka sekali memuji-muji diri sendiri (ayat 3). Orang fasik
adalah orang yang merasa dirinya paling benar, paling baik dan paling suci. Intinya semua hal berpusat pada dirinya sendiri! Meski tahu tentang Tuhan tetapi sebenarnya yang menjadi ‘tuhan’ dalam hidupnya dan yang dia sembah adalah dirinya sendiri. Hal ini jelas bertentangan dengan iman Kristiani yang mengajarkan bahwa yang terutama dalam hidup ini adalah kehendak Tuhan, bukan kehendak sendiri. 2. Tidak takut akan Tuhan (ayat nas). Inilah ciri utama orang yang berlaku fasik yaitu tidak takut akan Tuhan, padahal dia tahu tentang Tuhan, tahu tentang kebenaran, namun sengaja tidak mau taat. Tuhan tidak pernah dianggap sehingga melakukan dosa adalah hal yang biasa, karena mereka merasa bisa hidup tanpa Tuhan; dan mereka juga berpikiran bahwa tidak ada dampak apa-apa untuk setiap pelanggaran. “Aku takkan goyang. Aku tidak akan ditimpa malapetaka turun-temurun.” (ayat 6). Benarkah demikian? “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” (Galatia 6:7).

Orang percaya diperingatkan untuk tidak iri hati terhadap orang fasik, yang sepertinya tampak mulus-mulus saja perjalanan hidupnya, padahal sesungguhnya tidak demikian… karena kebahagiaan orang fasik itu semu! Pada saatnya Tuhan akan bertindak untuk melakukan pembalasan! “…orang-orang fasik akan binasa;” (Mazmur 37:20).

“Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada lagi.” Mazmur 37:10