Senin. KEMATIAN ROHANI ANAK MUDA (1)
“… ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu.” Lukas 7:12
Perikop dari pembacaan firman Tuhan hari ini adalah Tuhan Yesus yang membangkitkan anak muda di Nain’. Alkisah ada seorang janda yang mempunyai seorang anak tunggal (laki-laki) meninggal dunia. Ketika anak muda yang mati itu diusung untuk dikuburkan banyak orang turut menyertai janda tersebut sebagai rasa simpati mendalam. Namun rasa simpati tersebut tidak cukup untuk menolong supaya anak muda yang mati itu hidup kembali. Di tengah perjalanan rombongan pengantar jenazah ini bertemu Tuhan Yesus. Melihat hal itu tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, dan mujizat pun dinyatakan: anak muda yang mati itu dibangkitkan-Nya!]
Di zaman sekarang ini ada banyak keluarga yang mengalami persoalan sama, di mana anak-anak mereka mengalami kematian, tetapi bukan kematian secara fisik, melainkan kematian secara rohani. Apa buktinya? Banyak anak muda tidak lagi takut akan Tuhan, memberontak terhadap orangtua, dan terlibat dalam pergaulan yang sangat buruk. Ada tertulis: “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33). Iblis mengingini anak-anak muda mengalami kematian rohani, itulah sebabnya mereka selalu menjadi sasaran, incaran dan bidikan utama, sebab anak-anak muda adalah tiang dan juga tulang punggung suatu bangsa dan gereja. Jika tiang itu rapuh dan rusak bisa dibayangkan seperti apa keadaan bangsa atau gereja di masa depan.
Banyak kisah di Alkitab sebagai referensi: di zaman Musa, pemimpin Mesir (Firaun) memberikan perintah kepada seluruh rakyatnya: “Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil; tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup.” (Keluaran 1:22); di zaman Daniel, saat itu raja Nebukadnezar membantai semua orang muda, kecuali yang berkualitas dibawanya untuk menjadi tawanan di Babel; begitu pula pada zaman kelahiran Yesus, raja Herodes menyuruh membunuh semua anak (laki-laki) di Betlehem dan sekitarnya yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah (baca Matius 2:16-18). Roh Iblis menunggangi Firaun, Nebukadnezar dan juga Herodes untuk membunuh anak-anak di zaman itu!
Masa muda adalah masa yang paling rawan karena selalu menjadi incaran Iblis!
Baca: Lukas 7:11-17
Selasa. KEMATIAN ROHANI ANAK MUDA (2)
“Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!” Pengkhotbah 12:1
Masalah anak muda adalah masalah yang sangat serius dan tidak bisa diabaikan begitu saja! Ini menjadi tanggung jawab para orangtua. Banyak orang tua sibuk dengan pekerjaan atau bisnis sehingga melalaikan tugas utamanya memerhatikan dan mendidik anak-anak. Kelalaian orangtua inilah yang menyebabkan anak-anak mati rohani, karakter dan perilaku mereka tak terkontrol, akhirnya menyimpang dari kebenaran firman Tuhan.
Apa yang harus dilakukan orangtua agar anak-anak tetap terjaga hidupnya dan tidak mengalami kematian rohani? “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.” (Mazmur 119:9). Hal utama adalah mendidik dan mengajar anak-anaknya tentang firman Tuhan, menanamkan nilai-nilai kebenaran Injil sedari dini. Jika orangtua tidak segera mengambil tanggung jawab ini dan terus saja menunda-nunda waktu, akan sangat berbahaya, cepat atau lambat anak-anak akan menjadi sasaran empuk Iblis. Maka dari itu “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Amsal 22:6). Dengan kata lain orangtua harus mendidik dan mengajar anak-anaknya menurut kehendak Tuhan! Contohnya melatih anak beribadah, sebab “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.” (1 Timotius 4:8). Orangtua juga tidak boleh mengekang dan membatasi kebebasan anak bertumbuh dan berkembang, dengan tujuan mereka menjadi dewasa dalam berpikir maupun bertindak, asal kebebasan tersebut diberi batasan.
Orangtua juga perlu menegur dan mendisiplin anak dengan keras, kalau perlu dengan tongkat, namun harus teguran yang bermuatan kasih, “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.” (Amsal 13:24).
“Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,” Amsal 6:23
Baca: Pengkhotbah 12:1-8
Rabu. MILIKILAH CARA PIKIR YANG DEWASA
“Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, –karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa–,” 1 Petrus 4:1
Kedewasaan rohani seseorang tidak ditentukan dari faktor usia. Ada banyak yang masih muda tapi sudah dewasa rohaninya. Tetapi tidak sedikit orang yang sudah tua tapi tidak dewasa rohani alias masih kekanak-kanakan.
Kedewasaan berbicara tentang cara kita berpikir, mengambil keputusan, menyikapi masalah atau peristiwa yang terjadi, dan memperlakukan diri sendiri dan juga orang lain. Alkitab menyatakan bahwa pada saat Kristus datang kembali untuk yang ke-2 kalinya Ia akan datang sebagai pengantin laki-laki sorgawi yang akan menjemput mempelai wanita-Nya. Mempelai wanita ini berbicara mengenai gereja-Nya yang sudah dewasa, bukan kanak-kanak. Karena itu biarlah kita memiliki sikap seperti rasul Paulus ini: “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata sep-erti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku ber-pikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.” (1 Korintus 13:11). Contoh ketidakdewasaan adalah ketika sedang menghadapi penderitaan atau masalah seringkali kita mengeluh, bersungut-sungut, mengomel dan menya-lahkan Tuhan. Firman Tuhan hari ini memeringatkan, bah-wa ketika menghadapi penderitaan janganlah berpikir negatif dulu, tetapi kita harus mengubah cara berpikir kita bahwa penderitaan adalah cara Tuhan mendewasakan kita, sebagai batu loncatan untuk kita lebih dekat kepada Tuhan dan menjauh dari dosa. Penderitaan mengajar kita untuk lebih mengandalkan Tuhan dan tidak berpaut pada kekuatan diri sendiri,
Kedewasaan rohani seseorang bukan dilihat dari seberapa rajin ia berdoa, seberapa rajin beribadah atau ikut pelayanan, tetapi juga kesanggupannya menghadapi penderitaan sebagai proses dari Tuhan. Buang semua pikiran negatif yang ada, berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut, tetaplah bertekun, sabar dan selalu tabah menjalani proses Tuhan.
“Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!” 1 Korintus 14:20
Baca: 1 Petrus 4:1-6
Kamis. BERKAT BAGI YANG TAAT
“Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” Amsal 10:22
Tuhan tidak menghendaki anak-anak-Nya hidup kekurangan, Ia mau kita hidup kelimpahan (keberkatan), karena “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b). Kelimpahan bukan semata-mata berorientasi uang (materi), namun mencakup segala aspek kehidupan ini.
Tak bisa dipungkiri banyak orang Kristen suka sekali dengan ayat nas di atas karena berbicara tentang berkat! Akan tetapi mereka seringkali mengartikan ayat ini sebagai alasan untuk tidak bekerja keras. Ayat ini dipakai sebagai pembenaran bahwa seseorang tidak perlu bekerja keras karena tidak akan ada pengaruhnya dengan kelimpahan, karena Tuhanlah yang memberikan kelimpahan tersebut sehingga tidak perlu bekerja keras, bahkan pemazmur mengatakan: “…
Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” (Mazmur 127:2). Padahal tidak seperti itu! Tejemahan bahasa Inggrisnya demikian: “The blessing of the LORD makes one rich, And He adds no sorrow with it.” Artinya berkat Tuhan membuat seseorang menjadi kaya, dan Dia tidak menambahinya dengan kesusahan. Kita benar-benar beroleh kesempatan menikmati kekayaan dari Tuhan tersebut. Banyak orang kaya tidak dapat menikmati kekayaannya: banyak masalah menimpa, sakit-penyakit, keluarga berantakan dan sebagainya.
Yang harus diperhatikan adalah ada bagian yang Tuhan kerjakan, tetapi ada pula yang menjadi bagian kita. Bagian Tuhan adalah memberkati kita, bagian kita adalah bekerja, menabur dan hidup seturut kehendak-Nya. Mungkinkah kita menuai berkat jika kita sendiri tidak mau bekerja atau bermalas-malasan? Kelimpahan (berkat) itu merupakan akibat dari suatu sebab. Berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang mau taat kepada-Nya! “Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi ba-gianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:” (Ulangan 28:1-2).
Kerjakan bagianmu, maka Tuhan akan mengerjakan bagian-Nya!
Baca: Amsal 10:21-26
Jumat. DUNIA TAK MEMBERIKAN KETENTERAMAN
“Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman.” Mazmur 4:9
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya seputar bulan Juni 2016, ada berita yang sangat menggemparkan di negeri ini yaitu perihal vaksin palsu. Menurut kabar sedikitnya ada 197 bayi teridentifikasi mendapatkan suntikan vaksin palsu, dan akhirnya terungkap ada 14 rumah sakit yang tersebar di kawasan jabodetabek yang menggunakan vaksin palsu ini. Miris sekali mendengarnya! Hal ini menimbulkan ketidaktenteraman dalam diri semua orang, terlebih para orangtua yang anaknya telah menerima vaksin palsu tersebut. Padahal semua orang yang ada di dunia ini membutuhkan rasa tenteram dalam hidupnya.
Secara umum kata tenteram memiliki arti: aman, damai, tidak ada kekacauan, atau tenang. Ketenteraman sesungguhnya bukanlah suatu keadaan, melainkan suasana hati yang timbul sebagai dampak dari reaksi seseorang dalam menyikapi setiap keadaan atau situasi yang sedang terjadi. Karena itu rasul Paulus menasihati kita untuk selalu mengisi perbendaharaan hati dan pikiran dengan “…semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji,” (Filipi 4:8). Selama kita mampu bersikap dan berpikir secara positif, sedahsyat apa pun badai dan gelombang menerjang hidup ini takkan mampu merampas rasa tenteram di dalam hati kita.
Di tengah dunia yang penuh goncangan dan tak menenteramkan ini biarlah mata kita tetap terarah kepada Tuhan! Ingatlah bahwa jika kita berseru kepada Tuhan Ia bukan hanya mendengar, tetapi juga akan menolong dan memberikan kelegaan. Sebagai orang percaya kita ini adalah umat pilihan Tuhan dan dikasihi-Nya (Mazmur 4:4), dan karena kasih-Nya Tuhan rela memberikan nyawa-Nya bagi kita. Adakah yang sanggup memisahkan orang-orang pilihan-Nya dari kasih Kristus? Oleh karena itu di segala situasi kita harus senantiasa mempersembahkan persembahan yang benar di hadapan Tuhan. Persembahan yang dimaksud bukan hanya berbicara tentang uang atau materi, tetapi juga mempersembahkan seluruh keberadaan hidup kita (baca Roma 12:1).
“Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya.” Amsal 14:26
Baca: Mazmur 4:1-9
Sabtu. TUHAN BERTINDAK PADA WAKTU YANG TEPAT
“Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela,” Mazmur 18:26
Pemazmur menyatakan, “Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;” (Mazmur 34:20). Masalah, penderitaan, tantangan dan pencobaan bisa datang sewaktu-waktu dan dapat menimpa semua orang: orang fasik maupun orang benar. Perbedaannya: orang benar dalam kemalangan tidak ditinggalkan Tuhan.
Ketika pencobaan terasa berat terkadang kita merasa tidak sanggup lagi menanggungnya dan ingin menyerah saja. “Pertarungan adalah milik orang-orang yang gigih, karena itu jangan biarkan keadaan mengalahkanmu.” (William V. Crouch). Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita menyerah dan putus asa, berpeganglah pada janji Tuhan bahwa dalam segala keadaan, asal kita hidup berkenan kepaada-Nya, pasti ada pembelaan dan penyertaan dari Tuhan. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego adalah contohnya! Ketiga pemuda itu memilih tetap setia kepada Tuhan dan menolak menyembah berhala yang disembah raja Nebukadnezar sehingga menimbulkan amarah raja. Sebagai konsekuensinya mereka dimasukkan ke perapian yang dipanaskan tujuh kali lebih panas dari biasanya. “Lalu diikatlah ketiga orang itu, dengan jubah, celana, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain, dan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala.” (Daniel 3:21). Apa yang terjadi? Binasakah mereka? Raja sangat terkejut ketika dilihatnya mereka bertiga berjalan-jalan dengan bebas dan ada hal yang lebih mengejutkan lagi: “‘Bukankah tiga orang yang telah kita campakkan dengan terikat ke dalam api itu?’ Jawab mereka kepada raja: ‘Benar, ya raja!’ Katanya: ‘Tetapi ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu; mereka tidak terluka, dan yang keempat itu rupanya seperti anak dewa!'” (Daniel 3:24-25).
Janji firman-Nya adalah ya dan amin! Tuhan tak pernah meninggalkan orang-orang yang setia kepada-Nya, dan pertolongan-Nya selalu tepat pada waktunya. Untuk dapat keluar dari api pencobaan dengan kemenangan kita harus mempu-nyai kesetiaan yang teguh kepada Tuhan di segala situasi seperti mereka.
Sanggupkah kita tetap menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan meski belum mengalami pertolongan yang kita harapkan?
Baca: Mazmur 18:21-30
Minggu. KETAKUTAN YANG SUCI
“Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya;” Mazmur 19:10
Banyak orang Kristen mengaku memiliki hati yang takut akan Tuhan, tetapi fakta seringkali menunjukkan mereka tidak takut akan Tuhan.
Apa contohnya?
1. Ibadah. Mereka suka sekali datang terlambat di setiap ibadah. Keterlambatan mungkin masih bisa dimaklumi bila ada masalah di perjalanan, namun kalau setiap kali datang selalu terlambat dan sudah menjadi kebiasaan, itu patut dipertanyakan! Ada pula jemaat yang datang selalu terlambat tapi pulangnya selalu lebih cepat dari yang lain. “Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.” (Pengkhotbah 4:17). Takut akan Tuhan harus benar-benar diwujudkan dalam tindakan konkret. “Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut.” (Ibrani 12:28). Ibadah tanpa disertai rasa takut akan Tuhan adalah sia-sia, tak lebih dari sekedar kegiatan agamawi atau rutinitas.
2. Pujian. Pemazmur berkata, “Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN!” (Mazmur 150:6). Bukan pujian sebatas bibir saja, atau karena sudah hafal lirik dan suka iramanya, melainkan pujian yang lahir dari hati yang men-gasihi Tuhan. Sering terlihat di gereja ada orang-orang yang tidak sungguh-sungguh memuji Tuhan.
3. Firman. Alkitab adalah firman Tuhan, dan apa yang telah difirmankan-Nya tidak pernah kembali dengan sia-sia. Karena itu kita harus memertajam pendengaran kita untuk mendengar suara Tuhan melalui firman-Nya, sebab “…iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Roma 10:17). Ketika membaca atau mendengarkan firman mungkin seketika itu tidak ada dampak secara langsung yang kita rasakan, namun ibarat benih, suatu saat firman itu pasti akan bertumbuh dan membuat kita berakar semakin kuat di dalam Tuhan. Jangan seperti Eutikhus yang mengantuk saat mendengarkan firman (kisah 20:7-12).
Takut akan Tuhan berarti respek dan menghormati Tuhan, inilah yang mendatangkan hidup (baca Amsal 19:23).
Baca: Mazmur 19:1-15