“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.”(Habakuk 3:17-18)
Banyak orang mudah untuk bersukacita ketika keadaan serba baik, nyaman dan menyenangkan. Akan tetapi memilih untuk bersukacita di tengah masalah/penderitaan, tidak semua orang dapat melakukannya. Perhatian kita spontan tertuju kepada apa yang terlihat/realita yang kita alami atau kepada keadaan diri sendiri dan orang lain. Akibatnya pikiran menjadi kacau dan tidak benar, timbul perasaan-perasaan negatif (self pity, marah, kepahitan, menyalahkan pihak lain, bersungut-sungut, dlsb) dan kekuatan kita hilang.
Hal ini terjadi karena fokus kita pada situasi dan orang lain bukan pada Tuhan. Alkitab mengajarkan kita supaya bertekun dalam iman. Ibrani 12:1b-2a mengatakan : “marilah kita bertekun dalam perlombaan iman yg diwajibkan bagi kita dengan mata yang tertuju pada Yesus yang membawa iman kita pada kesempurnaan” karena sukacita dari Roh Kudus telah dicurahkan dalam hati kita. “Supaya kita jangan menjadi lemah dan putus asa.” (Ibrani 12:3b)
Diperlukan pengenalan akan Allah secara pribadi dan hati yang melekat kepadaNya untuk dapat bersukacita dalam segala keadaan.
A. BERSUKACITA DALAM SEGALA KEADAAN
Setelah menjadi anak-anak Allah, kita hidup dengan cara yang baru yaitu oleh iman (bukan menurut pengertian/pikiran sendiri, perasaan/mood, atau karena keadaan). Orang benar akan hidup oleh iman, bukan karena melihat.
Sifat manusia akan cenderung bereaksi dari apa yang dilihat, dipikir atau dirasa sehingga sukar untuk percaya dan tunduk kepada kebenaran firman. Banyak orang yang begitu terbiasa menjadi lekas marah, gusar, bersungut-sungut, sakit hati, pahit/kecewa, dlsb ketika keadaan tidak sesuai dengan yang diharapkan/didoakan.
Orang yang hidup karena melihat atau dipimpin perasaan akan membuat imannya menjadi lemah sehingga tidak menikmati sukacita sejati yang sesungguhnya sudah Tuhan anugerahkan. Respon yang keliru/negatif dalam menyikapi masalah akan membuat damai sejahtera Allah hilang dari hati kita, karena damai sejahtera Allah selalu sejalan dengan kebenaran.
“Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17)
Sebagai anak-anak Allah, seharusnya kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Keintiman dengan Roh Kudus yang dibangun melalui doa pujian penyembahan serta merenungkan firman membuat hati kita dipenuhi dengan damai sejahtera Allah.
Apa yang harus kita lakukan untuk dapat tetap bersukacita dalam segala keadaan :
1. Jaga hati
Bagian kita adalah menjaga hati dengan segala kewaspadaan supaya tetap dapat menikmati aliran sungai sukacita yang bersumber dari Roh Kudus (Yohanes 7: 38-39).
“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” (Amsal 4:23)
Damai sejahtera yang Tuhan Yesus berikan bersumber dari dalam hati yang telah didiami oleh Roh Kudus, bukan disebabkan karena faktor dari luar. Damai sejahtera Allah tidak bergantung pada apa yang terjadi di sekitar kita, tetapi apa yang terjadi di dalam/siapa yang menguasai hati kita. Itu sebabnya penting sekali untuk menjaga apa yang sedang terjadi di dalam hati agar tidak dikuasai perasaan-perasaan negatif (ungodly emotions).
Kebahagiaan menurut versi dunia bersifat semu dan sementara, tapi damai sejahtera yang sejati hanya didapat oleh hati yang melekat Kristus Yesus, Sang Raja Damai (Yesaya 9:6).
“Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:7)
Damai sejahtera yang berasal dari Allah tidak dibatasi oleh akal pengetahuan, pikiran atau pengertian manusia yang cenderung merupakan reaksi logis dari apa yang terlihat. Damai sejahtera Allah memiliki kekuatan untuk memelihara hati dan pikiran kita agar tetap stabil/tenang dalam segala keadaan.
2. Bersyukur selalu
Orang beriman mampu tetap bersyukur dan bersukacita dalam keadaan apapun karena dalam Yohanes 10:10 Tuhan berjanji memberikan kita hidup dalam segala kelimpahan, salah satunya kelimpahan damai sejahtera.
Dalam pergumulan berat, Ayub tidak sembrono dalam perkataannya tetapi memilih tetap mengucap syukur kepada Allah. Dia dapat melihat bahwa Tuhan itu tetap baik terhadap dirinya, walaupun saat itu Ayub harus menghadapi kenyataan pahit di mana semua hewan ternak dan anak-anaknya mati. Dia selalu ingat seluruh perbuatan dan kebaikan Tuhan dalam hidupnya selama ini.
“Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21)
“Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.” (Ayub 2:10b)
Kita yang beriman kepada Kristus juga mampu mengucap syukur akan kasih setiaNya yang tak berkesudahan.
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23)
Allah yang pernah menolong kita di masa lalu, pasti juga akan menolong kita saat ini dan masa yang akan datang karena Dia tidak pernah berubah.
Iman nabi Habakuk tidak menjadi goyah karena situasi/realita yang mengecewakan. Pengenalannya akan Allah membuat dia memiliki pengharapan yang pasti bahwa ada rancangan Tuhan yang baik dan sempurna di balik semua kejadian yang tampaknya buruk sekalipun.
Sebab itu nabi Habakuk memilih untuk bersorak-sorak di dalam TUHAN, dan beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkannya. Sukacita orang yang mengenal Allah bukan terletak pada harta atau apapun di dunia, melainkan hanya di dalam Kristus.
B. SUKACITA KARENA TUHAN ADALAH PERLINDUNGAN KITA
“Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!”(Nehemia 8:10b)
“And do not be worried, for the joy of the Lord is your strength and your stronghold.” (Nehemiah 8:10b, Amplified Bible).
Sukacita Tuhan adalah perlindungan kita. Kata “perlindungan” mengandung makna aman dalam benteng perlindungan Tuhan, berada di dalam kekuatan Tuhan. Ini berbicara tentang keintiman dan pengenalan kita akan Tuhan secara pribadi, tidak bisa sekedar ikut-ikutan atau bergantung kepada iman orang lain. Bersukacita adalah gaya hidup orang beriman yang dewasa.
Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” (Mazmur 91:1-2)
Sukacita sejati timbul ketika hati kita percaya dan melekat Tuhan. Sukacita Tuhan adalah perlindungan dan kekuatan kita untuk :
1) Cakap menanggung segala perkara.
Rasul Paulus mengambil keputusan untuk tetap bersukacita meski dirinya dianiaya karena Injil (Filipi 1:18). Dia mengarahkan pandangannya kepada Kristus sehingga bisa melihat segala hal dengan cara pandang kebenaran dan berespon (taat) sesuai firman. Sukacita Tuhan membuat manusia batiniahnya kuat dalam menanggung segala perkara.
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13)
Paulus tidak mengasihani diri/ meratapi penderitaannya, namun mampu melihat maksud dan rencana Allah dibalik semua yang dialaminya (Filipi 1:19). Sukacita Tuhan adalah kekuatan dan perlindungan kita dari panah-panah api si jahat yang mau mencuri, membunuh, membinasakan dan menggagalkan rancangan Tuhan dalam hidup kita.
2) Sabar dan bertekun dalam pengharapan untuk memperoleh janji-janji Tuhan.
Orang beriman memilih untuk bersukacita karena pengharapannya hanya ada dalam Kristus.
Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah (Roma 4:18-20).
Sukacita Tuhan menghindarkan kita dari ketakutan, tawar hati dan kecewa meski pada kenyataannya Tuhan belum menjawab doa kita. Kita akan menuai janji Tuhan jika kita tidak menjadi lemah.
3) Menjadi tenang sehingga dapat berdoa.
“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” (Roma 12:12)
Sukacita Tuhan memberikan kita kekuatan untuk dapat menguasai diri dan jiwa menjadi tenang sehingga kita dapat berdoa. Doa pujian penyembahan membuat kita tetap terhubung dengan kuasa supernatural Allah yang akan menuntun, meneguhkan dan memampukan untuk menang atas masalah/ujian iman.
Tidak ada masalah yang terlalu besar atau terlalu sulit bagi Tuhan. Saat kita kehilangan sukacita maka hilang juga kekuatan kita. Tapi jika kita bersukacita karena Tuhan, kita menjadi kuat di dalam Dia karena Roh yang ada di dalam kita lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia.
“sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia.” (1 Yohanes 4:4b)
Sukacita Tuhan adalah perlindungan dan kekuatan kita pada segala situasi dan tidak dipengaruhi keadaan karena merupakan karya Roh Kudus dalam kita. Tinggallah di dalam kasih Tuhan agar sukacita Tuhan ada di dalam kita, dan sukacita kita menjadi penuh (Yohanes 15:9-11).
image source: https://ridgelightranch.com/product/philippians-4-rejoice-lord-always/