”Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” (Galatia 5:13)
Kemerdekaan sejati di dalam Kristus adalah di mana seseorang memakai hak bebasnya untuk tunduk kepada kehendak Allah karena dia mengasihi Allah di atas segala-galanya.
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1 Yoh. 4:10).
Keadaan orang Kristen yang tidak/belum mengalami kemerdekaan sejati akan : – Melakukan firman karena takut akan hukuman dan berpandangan bahwa Allah bengis dan menakutkan. Disebabkan mereka belum menerima Kasih Allah sepenuhnya. – Melakukan Firman sebagai suatu taurat/hukum yang mengikat (legalisme) sehingga orang tersebut sulit mengasihi sesamanya dan cenderung menghakimi orang lain. – Menyalahgunakan kebebasan dengan beranggapan merdeka adalah bebas sebebas-bebasnya, berbuat tanpa peduli peraturan hukum, perasaan, hak orang lain dan merusak diri sendiri.
Orang tersebut justru diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri. Ini bukan Kemerdekaan dari Tuhan melainkan pemberontakan (lawlessness). Mengapa ada orang bisa diperbudak oleh hawa nafsunya sedemikian rupa? Jawabannya ialah karena ada kekosongan dalam batin/jiwanya yang hanya bisa diisi oleh hadirnya Allah dalam hidupnya.
Tinggal di dalam kasih Allah Ketika menerima Yesus sebagai Tuhan dan lahir baru maka orang tersebut menerima kasih Allah yang dicurahkan di dalam hatinya melalui Roh Kudus (Roma 5:5). Kelahiran baru juga mengembalikan identitas diri sebagai anak yang dikasihi Bapa di dalam Yesus Kristus. Mereka yang telah dilahirkan oleh Roh tak lagi diperbudak oleh dosa, hawa nafsu dan dunia. Roh Kudus memberikan kemampuan kepadanya untuk tidak terikat kepada keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup.
“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!” (Roma 8:15).
Ketika Yesus dibaptis terdengarlah suara “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi kepada-Mulah Aku berkenan”. Yesus sangat paham akan identitas DiriNya sebagai Anak yang dikasihi oleh Bapa. Tinggal di dalam kasih Bapa membuat Yesus tidak tunduk kepada tipu muslihat iblis yang menggodaNya dengan rupa-rupa keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup (Mat. 4:1-10).
Sama seperti Yesus dikasihi oleh Bapa, kitapun percaya bahwa Allah telah menerima serta mengasihi kita dengan sepenuh hati. “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.” (1 Yoh. 3:1a).
Hati yang dipenuhi oleh kasih Allah akan memahami bahwa kehendak dan rancangan Allah dalam hidupnya itu adalah baik, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan hari depan yang penuh harapan (Yer. 29:11).
Orang cenderung tidak dapat menuruti perintahNya karena tidak percaya / tidak menyadari bahwa Allah sangat mengasihi dirinya. Seseorang yang percaya dan telah menerima kasih Allah akan berespon untuk memilih tinggal dalam persekutuan dengan Allah sepanjang umur hidupnya, “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.” (Yoh. 15:9). dan orang tersebut akan memakai kehendak bebasnya untuk menuruti perintahNya. “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
Orang yang telah menerima kasih Bapa dapat mengalirkan kasih itu kepada orang lain. Seseorang hanya dapat memberi sesuatu yang dia punya, begitu pula sebaliknya. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” (Yoh. 15:10,12,13,17).
Pada saat seseorang percaya dan meresponi kasihNya melalui ketaatan, di situlah kehendak dan rencana Tuhan digenapi/menjadi sempurna dalam hidupnya. “Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia.” (1 Yoh. 2:5). “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.” (1 Yoh. 4:18).
Kasih Allah (Agape) bersifat tidak mementingkan diri sendiri (selfless), berkorban bagi orang lain (sacrificial) dan tanpa syarat (unconditional love). Ciri-ciri kasih Agape terdapat di dalam 1 Korintus 13:4-7 (baca bersama dengan seluruh anggota Cool). Sedang sifat dasar manusia yang cenderung menuntut/meminta, bersyarat, tergantung sikon (situasi dan kondisi) serta self-centered, serakah tidak pernah puas, tidak mungkin bisa mengasihi dengan kasih Agape. Itulah sebabnya kita harus lebih dulu menerima kasih Agape dari Allah dan dipulihkan agar dapat mengalirkannya bagi orang lain.
Kita dapat menyangkal diri dan mengasihi Tuhan dan orang lain karena Tuhan terlebih dulu mengasihi kita (1 Yoh. 4:19). Kasih Agape bersifat Jesus-centered dan akan selalu sejalan dengan kebenaran (Yoh. 1:14). Kasih yang sering diistilahkan ‘love’ oleh dunia bukanlah kasih Agape karena berpusat pada diri sendiri (self-centered), najis dan cemar (lust) tidak sejalan dengan perintah Tuhan. Kasih Agape memampukan kita mengasihi Allah : didemonstrasikan dengan ketaatan (Yoh.14:15); dan mengasihi sesama : didemonstrasikan dengan melayani/rela berkorban (1 Yoh.3:16).
Kasih Allah telah memerdekakan kita : Allah adalah kasih, di dalam Dia sama sekali tidak ada ketakutan. “Di dalam kasih tidak ada ketakutan : kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut,ia tidak sempurna di dalam kasih” (1 Yoh.4:18). Kasih Allah didasari dengan iman (faith), sementara perbudakan didasari oleh ketakutan (fear). Pikiran yang belum diperbaharui (untransformed thoughts) dan perasaan-perasaan negative (ungodly emotions) sesungguhnya timbul karena ketakutan dan tidak dapat tunduk kepada kehendak Allah.
Jika tidak ditaklukkan pada Kristus dapat berbuah menjadi perbuatan kedagingan ( Gal. 5:19-2). Life is more about what happens in us than about what happens to us. Apa yang terjadi di dalam kita lebih penting daripada apa yang terjadi kepada kita. Keadaan hati adalah suatu keputusan pribadi dan bukan ditentukan faktor dari luar. Keadaan hati yang dijaga bersih akan memancarkan kehidupan yang merdeka, sementara yang dibiarkan kotor akan memancarkan kematian karena diperbudak oleh keinginan daging keinginan mata dan keangkuhan hidup.
Orang benar harus hidup oleh iman percaya dan bukan oleh perasaan atau karena melihat. Setelah kita percaya dan meresponi kasihNya untuk hidup dalam kemerdekaan, di situlah kehendak dan rencana Tuhan digenapi/menjadi sempurna di mana Allah berkehendak memakai hidup kita untuk memerdekakan orang lain. Semua tujuan Tuhan dalam kehidupan seseorang selalu berhubungan dengan orang lain. Karunia dan talenta diberikan guna memperlengkapi kita mendampaki orang lain.
Pada saat hidup seseorang menghasilkan buah yang bermanfaat dan dinikmati oleh orang lain hidupnya menjadi berarti. Perlu juga diingat bahwa menjadi berkat bagi orang lain itu baik, tetapi haruslah kasih Agape yang menjadi dasarnya agar kita tidak jatuh ke dalam kesombongan atau memiliki motivasi/tujuan yang melenceng. Semakin kita dipenuhi kasih Tuhan, kerohanian kita menjadi semakin dewasa sehingga rela berkorban bagi orang lain. Dengan kuasa doa kita memerdekakan mereka yang teraniaya, mematahkan setiap kuk serta membuka belenggu-belenggu kelaliman (Yes.58:6).
Semakin kita melayani orang lain semakin kita dilatih untuk menyangkal diri dan rela. Bukan harus tunggu mengalami kemerdekaan sejati baru melayani, tapi melatih diri menjadi dewasa dan rela dengan terus melayani. Ini adalah proses “deny-self”. Komitmen setia sehingga daging tidak lagi berontak. Adalah suatu kasih karunia dan sukacita kalau hidup kita berbuah bagi orang lain, hidup menjadi berarti, berkenan, memuliakan Tuhan serta memperoleh upah yang kekal.
image source:https://open.life.church/resources/2507-galatians-5-13