12 Februari 2017
Pertengahan bulan February biasanya diperingati sebagai hari kasih sayang bagi kebanyakan orang di berbagai belahan dunia. Terlepas dari bermacam-macam sejarah mengenai asal-usul perayaan Valentine ini, orang merayakannya dengan cara yang beragam. Momen ini pun tentu saja dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis yang melihat ini adalah peluang untuk dapat mengeruk omset yang besar. Mereka pun tidak ketinggalan menawarkan berbagai macam hal mulai dari produk jasa, pernikahan massal, bisnis hotel, restaurant, kartu ucapan, bunga, segala bentuk pesta pora, dan sebagainya. Pendeknya cara dunia memberikan penilaian terhadap hari kasih sayang ini mungkin ada juga yang beberapa yang baik tetapi hanya bersifat sementara; bahkan yang ironis, di dalam perayaan-perayaan seperti itu justru mungkin tidak ada kasih yang sejati sama sekali. Mengapa? Karena sebenarnya definisi kasih menurut hikmat dunia adalah cenderung berpusat pada diri sendiri, hanya emosi/feeling, kemeriahan yang membungkus rupa-rupa keinginan nafsu duniawi atau lust – sensuous appetite regarded as sinful (noun); feel lust for someone or something (verb) yang membuat orang jatuh ke dalam dosa, bersifat menuntut, withdraw atau mengambil sesuatu dari pihak lain dan dapat menghancurkan.
Sebagai orang percaya yang telah menerima dan mengalami kasih Allah melalui karya keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus, tentu cara kita memahami ‘kasih’ adalah sangat berbeda dengan cara dunia. Rasul Yohanes dalam suratnya (1 Yohanes 4:7-12) menjelaskan tentang kasih sejati, kasih yang berasal dari Allah di mana Allah adalah KASIH itu sendiri.
Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.
Kasih yang sejati sangat bertolak belakang dengan dunia; kasih sejati adalah kasih dari Allah (kasih Agape) kepada manusia dan dengan kekuatan kasih itu pula dengan iman kita kembali mengasihi Allah dengan mentaati-Nya serta mengasihi sesama, bersifat memberi, berpusat pada Pribadi Yesus Kristus yang adalah Kebenaran, membangun, penuh pengorbanan dan penyangkalan diri, unconditional love that transcends, serves regardless of circumstances, tidak pernah gagal, harapan yang teguh hanya kepada Tuhan, dan kasih sejati bersifat kekal. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir, bahasa roh akan berhenti dan pengetahuan akan lenyap (1 Korintus 13:8).
Tanpa kasih sejati sebagai pondasi, kita tidak akan bisa menuruti segala perintah Tuhan (Yohanes 14:15). Tanpa kasih sejati sebagai pondasi, maka iman dan pengharapan dapat gugur. Tanpa kasih sejati sebagai pondasi, maka karunia dan talenta tidak membawa kepada keselamatan seperti pada Matius 7:22-23 berikut ini :
“Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
Allah adalah Kasih. Karena kita mengenal pribadi Allah dan kita tahu kepada siapa kita pecaya dan berharap, maka kita pun akan tidak ragu mengandalkan Allah sehingga tidak takut kepada apapun. Dalam kasih tidak ada ketakutan, kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan (1 Yohanes 4:18). Apapun yang kita alami, Tuhan mengatakan bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya.
Kasih itu sabar – mampu menanggung perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Kasih memampukan kita untuk tabah dan kuat untuk mengalahkan nafsu amarah; dapat memahami kelemahan, kelalaian bahkan kegagalan orang lain tanpa menghakimi dan memiliki hati yang lemah lembut mudah untuk diajar.
Kasih itu murah hati – melimpah dalam memberi, hati yang lapang dan cepat mengampuni.
Kasih itu tidak cemburu – tidak self-centered, feel secure dan mengenal jati dirinya di dalam Kristus, tidak iri akan apa yang dipunyai oleh orang lain (baik harta, kesuksesan, talenta, karunia, dsb).
Kasih tidak memegahkan diri dan tidak sombong – tidak berusaha mengangkat atau mempromosikan diri sendiri, tidak memegahkan diri atas pencapaiannya, tidak menganggap dirinya berjasa akan sesuatu atau atas seseorang, tidak mencuri kemuliaan Tuhan, tidak kasar, tidak suka merendahkan orang lain, tidak menghakimi, saling mendahului dalam memberi hormat. Selain itu juga tidak suka mencari kepentingan sendiri, tidak suka berbantah-bantah atau mencari puji-pujian yang sia-sia, sebaliknya dengan rendah hati mereka menganggap orang lain lebih utama dari pada mereka, tidak memancing kemarahan dan keributan, tidak membesar-besarkan masalah, tidak keras kepala, tidak munafik atau pura-pura.
Kasih itu tidak melakukan yang tidak sopan – tidak melakukan atau mengenakan sesuatu yang tidak pantas sehingga menjadi batu sandungan, melakukan sesuatu yang pada tempatnya, pada waktunya, dan pada porsinya dan saling menghormati satu dengan yang lain.
Kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri – tidak mencari pujian, kehormatan, keuntungan, atau kesenangan hanya bagi diri sendiri. Ia mengasihi orang lain seperti mengasihi dirinya sendiri, tidak dengan sengaja menyakiti atau mengabaikan orang lain, menghormati hak orang lain dan mau berkorban untuk orang lain.
Kasih tidak pemarah dan menyimpan kesalahan orang lain – amarahnya tidak mudah tersulut, berusaha keras untuk mengendalikan amarah di dalam batas-batas yang tepat sehingga tidak melampaui ukuran yang pantas, baik derajatnya maupun lama berlangsungnya, tidak menyimpan kebencian, tidak mengungkit-ungkit kesalahan orang lain, mudah melepaskan pengampunan, tidak ada hasrat untuk balas dendam, tidak curiga/berprasangka buruk.
Kasih tidak bersukacita karena ketidakadilan tapi karena kebenaran – tidak mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi kepada siapa pun, tidak akan bersukacita atas kesalahan, kegagalan atau kejatuhan orang lain, justru berduka melihat kejatuhan orang lain dan menopangnya dalam doa dan perbuatan, bersukacita karena kebenaran ditegakkan, bersyukur melihat pertobatan dan pertumbuhan rohani orang lain, dan bergembira karena Injil diberitakan dan mengalami kemajuan.
Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu dan sabar menanggung segala sesuatu – kasih menutupi banyak sekali dosa , tidak berhasrat membeberkan kesalahan orang lain untuk mempermalukan yang bersangkutan, sabar menanggung segala sesuatu, bertekun menanggung kesulitan dan ketidaknyamanan, percaya dan mengharapkan segala sesuatu : walaupun tidak dapat mempercayai yang baik mengenai sesuatu hal atau orang lain, kasih akan berharap terjadi perbaikan pada suatu keadaan dan terjadi yang baik bagi orang itu, dan terus berharap sepanjang masih ada dasar untuk berharap sesuai kebenaran firman Tuhan.
Kasih tidak akan menyerah kepada suatu keadaan lalu menjadi tawar hati, tetapi tetap mengharapkan karena sangat percaya bahwa Tuhan sanggup memulihkan dan mengubahkan segala sesuatu menjadi baru.
Kasih mampu memahami kebenaran dengan tepat dan menerapkannya dengan ketajaman dengan hikmat surgawi. Kasih sejati adalah kasih yang berdasarkan kebenaran firman dan bukan berdasarkan emosi/perasaan, kasih kaya akan segala macam pengetahuan dan pengertian dalam segala macam situasi. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan hati yang senantiasa bertumbuh seiring dengan pertumbuhan rohani kita yang semakin berakar dalam dimensi kasih Tuhan (lebar, panjang, tinggi dan dalam), serta dapat mengenal kasih itu sekalipun kasih tersebut melampaui segala pengetahuan sampai kita semua dipenuhi dalam seluruh kepenuhan Kristus (Efesus 3:18-19). Marilah kita minta agar setiap hari hidup kita dipenuhi oleh kasih yang sejati yang berasal dari Allah. Kasih Tuhan sebagai pondasi, sebagai bahan bakar yang akan memampukan kita untuk bertekun sampai garis akhir karena Tuhan yang melakukan di dalam kita adalah setia. AMEN !